Ambulans Terjebak Macet Angkutan Batubara, Pasien di Jambi Meninggal
Kemacetan akibat lalu lalang angkutan batubara di Jambi kembali menelan korban. Pemerintah pusat pun didesak mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan angkutan hasil tambang itu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Kemacetan akibat lalu lalang angkutan batubara di Jambi kembali menelan korban. Pada Senin (21/11/2022) pagi, seorang pasien meninggal di dalam ambulans yang terjebak kemacetan karena banyaknya angkutan batubara. Pemerintah pusat pun didesak mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan angkutan hasil tambang itu.
Kemacetan paling parah akibat angkutan batubara terjadi sepanjang 60 kilometer di wilayah Batin XXIV menuju Simpang Sridadi di Kabupaten Batanghari, Jambi. Pada Senin pagi, kemacetan di wilayah itu bahkan kembali menelan korban jiwa.
Saat itu, sebuah ambulans yang membawa pasien dari Kabupaten Sarolangun, Jambi, menuju ke rumah sakit di Kota Jambi turut terjebak macet. Pasien itu akhirnya meninggal di lokasi kemacetan setelah berjam-jam lamanya ambulans tak mampu menembus kemacetan. Kasus itu menimbulkan keprihatinan dari sejumlah elemen masyarakat.
”Kami mohon empati dari pemerintah pusat. Harus ada solusi cepat atas persoalan macet akibat angkutan batubara ini. Sudah berlarut-larut dan sudah keterlaluan menyengsarakan masyarakat,” kata Rayani, warga Muara Tembesi, Batanghari, Senin.
Rayani tampak emosional seusai memperoleh kabar tentang pasien yang meninggal di dalam ambulans karena terperangkap macet berjam-jam. ”Sudah keterlaluan. Sudah melampaui batas kemanusiaan. Terlalu banyak warga menjadi korban akibat masalah angkutan batubara yang tak ditangani cepat,” katanya.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menyatakan, sebelum adanya jalan khusus, pengangkutan hasil tambang batubara lewat jalan umum di Jambi harus dihentikan. Pemerintah pusat diminta berempati dan mengambil sikap tegas terkait masalah ini.
”Operasionalisasi pengangkutan hasil batubara di Jambi sudah saatnya dihentikan sebelum ada solusi jalan khusus batubara,” ujar Djoko.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Provinsi Jambi, Bakri, mengatakan, pihaknya akan mempertemukan para menteri terkait untuk membahas persoalan kemacetan akibat angkutan batubara di Jambi. Dia menyebut, kemacetan akibat angkutan batubara itu sudah sangat parah.
Oleh karena itu, Bakri mendorong pemerintah pusat mengkaji kebijakan kuota produksi tambang batubara yang dibuka lebar-lebar. Sebab, kuota yang besar itu menyebabkan jumlah angkutan batubara membeludak di jalan umum. ”Kami meminta pemerintah pusat untuk mengambil langkah. Sebab, banyak kebijakan mineral dan batubara ini merupakan wewenang pusat,” katanya.
Berdasarkan data Pengurus Harian Bersama Pengemudi Angkutan Batubara Jambi, jumlah angkutan batubara yang beroperasi setiap hari di Jambi mencapai 12.000 unit. Jika angkutan batubara itu dibariskan, panjangnya mencapai 120 km.
Salah seorang pengemudi angkutan batubara, Adi, mengatakan, kemacetan yang terjadi saat ini sudah sangat parah. Dia mencontohkan, tahun lalu, waktu tempuh dari mulut tambang di Kabupaten Batanghari ke Pelabuhan Talang Duku di Muaro Jambi sejauh 120 km hanya 4-5 jam.
Namun, akibat kemacetan yang terjadi saat ini, perjalanan dengan rute yang sama membutuhkan waktu hingga empat hari. ”Memang macetnya sudah terlalu parah. Habis waktu di jalan. Kami kehilangan waktu dengan keluarga,” ujar Adi.
Operasionalisasi pengangkutan hasil batubara di Jambi sudah saatnya dihentikan sebelum ada solusi jalan khusus batubara.
Mengacu data Polda Jambi, sejak 1 Januari 2022 hingga awal Juli 2022, terjadi lebih dari 180 kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan batubara di provinsi tersebut. Dalam berbagai kecelakaan itu, sebanyak 44 orang tewas.
Selain itu, dalam Operasi Patuh 2022 yang digelar Polda Jambi pada 13-19 Juni 2022, terpantau 2.548 pelanggaran lalu lintas. Dari jumlah tersebut, 747 pelanggaran melibatkan angkutan batubara.
Pada September 2022, dua pengemudi angkutan batubara juga tewas di tengah kemacetan di jalur Kotoboyo-Muara Tembesi. Jarak kedua lokasi itu sebenarnya hanya 20 km. Namun, kemacetan membuat waktu tempuh menjadi lebih dari delapan jam. Kondisi itulah diduga membuat dua orang pengemudi kelelahan hingga akhirnya meninggal.