Jambi Belum Punya Jalan Khusus Batubara, ESDM Diminta Turunkan Kuota Produksi
Kementerian ESDM diminta mengurangi kuota produksi batubara untuk Provinsi Jambi tahun depan. Tujuannya meminimalkan akibat kerusakan dari aktivitas itu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Masyarakat Jambi mendesak pemerintah pusat mengurangi kuota produksi batubara selama jalan khusus pengangkutan hasil tambang belum direalisasi. Besarnya kuota tambang hanya akan menambah persoalan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di jalan umum Jambi.
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jambi, Elpisina, mengatakan, keselamatan dan kenyamanan masyarakat terganggu akibat kemacetan yang berlarut-larut. Itu karena jumlah angkutan batubara yang memenuhi jalan publik semakin membeludak. Setengah tahun ini, kemacetan semakin parah sehingga menimbulkan protes warga.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengurangi kuota produksi tambang batubara di Provinsi Jambi tahun 2023. Selagi kuota dikurangi, pemerintah daerah diminta mempercepat realisasi pembangunan jalan khusus.
”Kuota produksi supaya dikurangi dulu dan jumlah kendaraan (batubara) dibatasi. Ini agar pembangunan jalan khusus batubara bisa dijalankan,” katanya, Selasa (15/11/2022).
Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi Harry Andria mengatakan, tahun ini, kuota produksi batubara mencapai 40 juta ton. Kuota itu jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu, 14,99 juta ton. Mengenai besarnya kuota, Harry mengatakan tidak berwenang menetapkannya.
”Kewenangan menetapkan kuota ada di pemerintah pusat,” katanya.
Ia pun menyebut belum dapat mengetahui besarnya kuota tambang batubara Provinsi Jambi untuk tahun 2023. Saat ini, pihaknya juga tidak mengajukan usulan pengurangan ataupun penambahan.
”Daerah sudah tidak ada kewenangan lagi,” katanya,
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Sridadi, Kabupaten Batanghari, Nahrowi, mengatakan, masyarakat telah berulang kali memprotes aktivitas angkutan batubara. Bahkan, warga sampai memblokade jalan karena persoalan itu tak kunjung teratasi.
Senin (14/11/2022), masyarakat kembali berunjuk rasa di gedung DPRD Provinsi Jambi. Mereka menuntut sejumlah hal. Pertama, perusahaan tambang batubara wajib memberangkatkan angkutannya melintasi jalan umum selepas pukul 18.00. Warga juga ingin memastikan setiap angkutan batubara memiliki tanda khusus yang terlihat jelas asal perusahaannya.
”Jadi, kalau ada angkutan yang beroperasi melanggar waktu yang ditentukan, bisa diketahui dari perusahaan mana,” katanya.
Selain itu, warga juga mendesak perusahaan batubara tidak lepas tanggung jawab. ”Apabila terjadi kecelakaan di jalan yang menimbulkan korban, perusahaan harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Selain itu, setiap perusahaan tambang batubara diminta menyediakan kantong istirahat bagi angkutan-angkutannya. Tujuannya, agar sopir tidak sembarangan memarkir di tepi jalan sehingga mengganggu pengguna jalan lain.
Warga Batanghari Hambali berharap permasalahan batubara segera diatasi. Ia mengusulkan agar selama pembangunan jalan khusus batubara berjalan, aktivitas tambang dihentikan sementara.
”Dalam 18 bulan ini, agar tambang batubara tidak beraktivitas dahulu. Tunggu pekerjaan selesai,” usulnya.
Elpisina menambahkan, Dinas Perhubungan Provinsi Jambi diharapkan menata keberadaan angkutan batubara yang beroperasi.
Dishub perlu mengawasi kontrak kerja pihak transportir batubara. Mereka harus memiliki kelengkapan pendukung mengatasi angkutan yang mogok dan rusak di tengah perjalanan. Kantong-kantong parkir bagi angkutan batubara juga agar dipersiapkan.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi Ismet Wijaya mengatakan, sejauh ini menyiapkan lima kantong parkir bagi angkutan batubara. Kawasan itu hanya dapat diisi angkutan yang telah memiliki perizinan jelas.
Pada Desember 2022, kantong parkir ditargetkan selesai. Lokasinya ada di Jalan Lingkar Selatan, Pal 10, Simpang Kotoboyo, areal PT Bara Makmur Abadi, dan di Simpang Terusan.