Stop Sementara Aktivitas Tambang Batubara sampai Macet Teratasi
Pemerintah didesak menyetop sementara aktivitas tambang batubara di Jambi sampai masalah kemacetan teratasi. Jalan khusus batubara harus segera dibangun.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Masyarakat mendesak pemerintah agar menyetop sementara aktivitas tambang batubara di Jambi sampai masalah kemacetan teratasi. Membeludaknya jumlah angkutan batubara saat ini tak sebanding dengan kapasitas jalan publik yang tersedia sehingga berdampak merugikan pengguna jalan umum.
Warga di wilayah Kotabaru, Jambi, Rahman, mengatakan, masyarakat terus- menerus protes atas kemacetan di jalan-jalan negara. Tuntutan masyarakat agar dibangun jalan khusus bagi angkutan batubara tak kunjung dipenuhi. ”Karena jalan khusus tak juga ada, kami mendesak agar aktivitas tambang dihentikan saja dulu,” ujarnya, Selasa (11/10/2022).
Hal serupa disampaikan Ketua Pengurus Harian Bersama Pengemudi Angkutan Batubara Jambi Darmawi Ermanto. Menurut dia, para pengemudi turut dirugikan oleh kondisi macet yang berkepanjangan. Ia mencontohkan, untuk mengantar hasil batubara dari lokasi tambang di Sungai Buluh, Batanghari, ke Pelabuhan Talang Duku di Muaro Jambi yang berjarak 100 kilometer, biasanya ditempuh 3 jam, kini molor parah sampai 48 jam.
Itu terjadi sejak membeludaknya jumlah angkutan batubara di jalan dua sepekan terakhir. ”Untuk mengangkut sampai ke pelabuhan, bukan lagi 3 jam, melainkan memakan sampai 48 jam,” katanya.
Kondisi kemacetan berkepanjangan telah menyebabkan dua pengemudi meninggal di jalur macet karena kelelahan. Para pengemudi juga mengalami ketidakpastian akan jalur yang harus dilalui karena banyak terjadi pengalihan jalur lalu lintas.
Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah mengambil langkah penghentian sementara aktivitas tambang di hulu. Pemerintah diminta tegas bersikap kepada investor tambang untuk membuat solusi. ”Dihentikan dulu aktivitas tambang selama beberapa hari ini sampai kondisi macet di jalan terurai,” ujarnya.
Direktur Lalu Lintas Polda Jambi Komisaris Besar Dhafi mengatakan, pihaknya juga telah bersurat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Isinya mengusulkan agar pemerintah menghentikan sementara aktivitas tambang batubara di Jambi sampai teratasinya persoalan itu. ”Suratnya ditandatangani Bapak Kapolda, telah kami kirimkan ke Kementerian ESDM hari ini,” katanya.
Persoalan macet akibat membeludaknya jumlah angkutan batubara di jalan menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan di media sosial di Jambi. Warga menilai pemerintah daerah tak mampu mengatasi persoalan itu. Belum lagi masalah kemacetan tertangani, lokasi baru tambang batubara malah terus bertambah. Dhafi menyebut adanya 14 lokasi tambang baru di Jambi pada bulan ini jadi pemicu kemacetan yang parah di jalanan. Sebab, jumlah angkutannya terus bertambah, tetapi kapasitas jalannya terbatas. Sejauh ini, pihaknya hanya mengupayakan sejumlah rekayasa lalu lintas.
Sesuai aturan, angkutan batubara di Jambi dilarang melintas pada pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB. Angkutan baru dapat melewati jalan umum pukul 18.00 hingga 06.00. Minggu lalu, rekayasa lalu lintas diberlakukan lewat kebijakan pengalihan angkutan barang pada pukul 18.00-21.00. Truk dilarang melewati Jalan Mendalo dan dialihkan melewati jalur Tempino. Selama berjalannya kebijakan itu, kemacetan merembet luas.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Mulia Prianto menyebutkan, ada 34 angkutan batubara yang telah ditindak, Senin hingga Selasa (10-11/10/2022), karena melanggar ketentuan melintas di jalan umum bagi angkutan batubara. Namun, penindakan itu dikeluhkan para pengemudi.
Menurut Darmawi, kebijakan pengalihan telah dua kali dibuat sepekan terakhir. Hal itu membingungkan para pengemudi angkutan batubara. Akibatnya, sejumlah pengemudi yang tak mengetahui soal pengalihan jalan jadi turut kena tilang. ”Hari sebelumnya, truk-truk dialihkan ke Simpang Sejinjang, lalu keluar hingga Simpang Rimbo untuk mengurai kemacetan, tetapi pada malam harinya pengemudi lain lewat jalur itu malah kena tilang,” ujarnya.
Pengalihan arus juga berbuntut maraknya pungutan liar. Ia menyebut, para pengemudi terpaksa harus mengeluarkan uang untuk ”preman-preman” di jalan agar dapat tetap melintas. ”Semalam bisa lebih dari Rp 30.000 harus keluar dari kantong,” ujarnya.