Kendaraan Listrik: Antara Rasa Bangga dan Tantangan ke Depan
Mereka yang merasakan kebanggaan luar biasa dari KTT G20 salah satunya adalah para sopir bus listrik. KTT G20 bukan sekadar membahas isu internasional, namun juga titik awal menuju transisi energi baru dan terbarukan.
Suksesnya konferensi Tingkat Tinggi (KTT G20) di Nusa Dua, Bali, disebut-sebut akan menjadi kebanggaan dan prestise bangsa. Tak usah jauh-jauh, mereka yang merasakan kebanggaan luar biasa itu salah satunya adalah para sopir bus listrik yang akan mengangkut kontingen KTT G20.
Di antara riuh panitia menyiapkan KTT, sekelompok sopir bis shuttle KTT G20 menyimpan rasa bangga dalam genggaman. Rasa bangga mengemudikan mobil listrik buatan anak bangsa sendiri, lalu memamerkannya di depan tamu-tamu kenegaraan dari belasan negara anggota G20.
Rasa bangga itu merambat melalui jari-jari, saat memencet tombol operasional bus listrik tersebut. Lalu, menggerakkan tangan mereka untuk mengemudi dengan halus. “Seperti mobil matic sebenarnya. Tinggal dipencet sudah hidup. Lihat saja, indikator dan layarnya sudah menyala. Bedanya, kendaraan ini sama sekali tidak berisik. Sangat halus dan nyaris tanpa suara, kan?,” kata Guntur Satria (34), sopir bis listrik perbantuan dari Perum Damri di Yogyakarta, saat ditemui di Pelabuhan Benoa, Rabu (09/11/2022).
Guntur, selama ini merupakan sopir bus Damri di Yogyarakta. Untuk KTT G20, kata Guntur, setiap Perum Damri di berbagai daerah diminta mengirim sejumlah pengemudi guna diperbantukan.
Baca juga:Misi Presidensi Indonesia Kembalikan Roh G20
“Menjadi pengemudi bis listrik di event internasional ini rasanya bangga. Semoga acaranya sukses, jadi kerja keras semua orang terbayarkan. Semua orang kan sekarang sibuk persiapan. Semoga saja semuanya sukses lancar, dan bisa membanggakan bangsa dan negara,” katanya.
Sebelum mendapat tugas mengemudikan bus listrik di KTT G20, Guntur mengaku mengikuti pelatihan di PT Inka selama lebih kurang satu hari. Selanjutnya, ia mendapat Amanah mengemudikan bus tersebut dari Madiun ke Bali.
“Saat itu saya bawa bis listrik ini dari Madiun dengan posisi baterai full 100 persen. Lalu tiba di Tanjung Perak Surabaya sisa 47 persen. Berikutnya saya menyebrang pakai kapal ke Pelabuhan Lewar dan akhirnya tiba di Padang Bay dengan posisi baterai masih 32 persen,” kata Guntur. Ia menilai kendaraan listrik tersebut cukup hemat.
Baca juga:Indonesia Optimistis Songsong KTT G20
Untuk menyiapkan kendaraan listrik, baterai kendaraan harus diisi penuh selama 3,5 jam. Menurut Guntur, saat ada presentasi dari PT Inka, dengan baterai penuh, bus bisa menjangkau jarak hingga 168 kilometer.
“Saya rasa ini akan potensial di Indonesia, karena ramah lingkungan dan hemat energi. Tidak berisik sama sekali, jadi tidak menimbulkan polusi. Sayangnya, ada satu tantangan harus dihadapi yaitu banjir. Mobil listrik ini tidak bisa kena genangan banjir lebih dari 30 cm. Karena akan rusak. Maksimal genangan air harus di bawah deck mobil. Ini karena baterai letaknya di bagian bawah kendaraan,” katanya.
Itu sebabnya, ia berharap, jika memang ke depan ada upaya beralih ke mobil listrik, maka perlu dipikirkan cara mengatasi banjir. Atau, membuat kendaraan dengan posisi baterai di atas. “Mobil ini antihujan, tapi tidak antibanjir,” kata pria yang hari itu melayani rute shuttle antarhotel kontingen G20. Rute setiap sopir akan diacak setiap hari.
Baca juga:Waspadai Potensi Jebakan Baru di Presidensi G20
Rasa bangga serupa juga dirasakan Jerry (50), sopir perbantuan asal Sumatera. “Saya selama ini sudah pengalaman dengan transjakarta, karena saya sudah mengemudi transjakarta selama 5 tahun. Dengan mengemudi untuk event internasional ini, tentu sangat bangga luar biasa. Kami bisa melayani dan berpartisipasi menyukseskan acara besar negara,” katanya.
Jerry menunjukkan bagaimana mobil listrik itu secara umum tidak jauh berbeda dengan mobil konvensional. Hanya saja, mobil listrik lebih tenang tanpa suara. “Ini posisi mobil menyala, apa terdengar suara? Tidak kan. Mobil ini tidak perlu dipanasi dahulu seperti mobil biasa. Langsung pencet, lalu langsung bisa jalan. Ha..ha..ha..,” katanya.
Satu kelebihan mobil listrik itu, menurut Jerry, adalah suspensinya bisa dinaik-turunkan lebih kurang 30-50 cm. “Kalau posisi jalan rusak, suspensinya bisa dinaikkan seperti ini. Namun kalau jalan lancar seperti tol, pada posisi semula lebih stabil,” katanya.
Baca juga:Kepemimpinan Indonesia dalam G20
Kendaraan resmi
Untuk diketahui, mobil listrik memang menjadi kendaraan resmi dalam KTT G20. Setidaknya ada ratusan jenis kendaraan listrik aneka tipe, termasuk bus, akan beroperasi selama acara.
Dalam siaran persnya, PT PLN (Persero) menyebut telah membangun 21 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Bali. Dari total 21 unit SPKLU Fast Charging yang akan dibangun, 12 unit di antaranya merupakan tipe 25 kilo Watt (kW), dan 9 unit lainnya tipe 50 kW. SPKLU ini tampak di beberapa lokasi termasuk di sejumlah SPBU di Bali.
PLN dalam keterangan pers sebelumnya, menjelaskan ada beragam kendaraan listrik digunakan dalam kegiatan Presidensi KTT G20 yaitu Hyundai Genesis G80, IONIC 5 dan Toyota BZ4 X sebanyak 492 Unit. Sedangkan kendaraan patwal (sweeper, Leadcar dan matan) sebanyak 164 unit. Sehingga, total kendaraan digunakan sebanyak 656 Unit.
Baca juga:Indonesia Perlu Angkat Isu Pinggiran G-20
Adapun untuk bus listrik akan disediakan oleh PT INKA sebanyak 30 unit. Charging station atau pusat pengisian energi akan ditempatkan di Terminal HoHo Pelindo dan 2 lokasi lainnya di SPBU yaitu di dekat Bandara I Gusti Ngurah Rai dan di daerah ITDC Nusa Dua.
Selain itu, ada pula kendaraan roda dua untuk mendukung operasional di lokasi ITDC Nusa Dua, PT Wika menyediakan 100 unit motor Gesits dengan 50 Baterai swap yang di sediakan di ITDC Nusa Dua. Dengan semua upaya itu, selama acara KTT G20, kawasan ITDC Nusa Dua menjadi kawasan 100 persen menggunakan energi bersih.
Ratusan kendaraan listrik itu dikirim oleh distributornya melalui Pelabuhan Benoa, Bali. “Menjelang pelaksaan KTT G20 di Bali ini, Pelabuhan Benoa menerima sejumlah fasilitas untuk penunjang G20, seperti 900 mobil listrik dan sandar Kapal milik TNI AL yang mengirimkan peralatan pengamanan. Tentunya kami memberikan layanan terbaik sebagai bentuk komitmen dalam dukungan G20 di Bali,” kata Regional Head 3 Pelindo Ardhy Wahyu Basuki.
Menurut Ardhy, selain mendukung dari sisi layanan jasa kepelabuhanan, dari sisi fasilitas, Pelindo juga menyiapkan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di dalam lokasi Bali Maritime Tourism Hub (BMTH). Stasiun pengisian kendaraan listrik umum ini bisa digunakan untuk pengisian daya mobil listrik yang digunakan pada G20.
Baca juga: Indonesia Bisa Sodorkan Narasi Alternatif di G-20
“Saat ini di area BMTH ada sekitar 7 Unit SPKLU yang kami siapkan, dengan daya mencapai 630 KVA (Kilo Volt Ampere), ini tentu bisa dimanfaatkan untuk pengisian kendaraan operasional G20 yang mayoritas mobil listrik. Ini adalah komitmen nyata Pelindo dalam mendukung suksesnya G20 Bali. Selain itu juga untuk mendukung transisi energi berkelanjutan,” kata Ardhy.
Penggunaan kendaraan listrik ini dipicu adanya kesepakatan negara G20 untuk mempercepat transisi energi dan mencapai target pembangunan global berkelanjutan pada tahun 2030. Menteri Energi G20 menyepakati “Bali Compact”, hasil Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM), di Bali, September 2022 lalu, yang berisi sembilan prinsip. Demikian dikatakan Staf Ahli Menteri Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yudo Dwinanda Priaadi.
Sembilan prinsip tersebut di antaranya adalah meningkatkan ketahanan energi, stabilitas pasar dan keterjangkauan, mengamankan pasokan energi, infrastruktur, dan sistem yang tangguh, berkelanjutan dan andal, serta meningkatkan efisiensi energi, diversifikasi sistem dan bauran energi, serta menurunkan emisi dari semua sumber energi.
Pada akhirnya, KTT G20 bukan sekadar membahas isu-isu finansial semata. Acara ini juga akan menjadi titik awal niat baik menuju transisi energi baru dan terbarukan.
Baca juga:KTT G20 Bali, Pertaruhan Indonesia