Keberagaman bahasa di negeri ini memerlukan bahasa pemersatu. Untuk itulah, bahasa Indonesia hadir menjadi rumah bersama, di tengah negeri yang penuh dengan keberagaman.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·5 menit baca
Logat melayu mewarnai tuturan para siswa dan pembelajaran Bahasa Indonesia di pesisir timur Jambi. Bahasa daerah menjadi sarana yang memudahkan pemahaman berbahasa nasional.
“Anak-anak, hari ini Nabila tidak masuk sekolah. Jalan di kampungnyo leak. Iyo, leak jalannyo, jadimotor bapaknyodak bisobeputar,” ucap Retno Wiryastuti, kepada siswanya di Kelas 1 SDN 77/X Parit Culum I, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Jumat (21/10/22).
Ia lalu menanyakan arti leak kepada anak-anak. Serempak mereka menjawab becek.
“Betul, jalannya becek, itu Bahasa Indonesianya,” lanjut sang guru kelas.
Bahasa Indonesia di Kelas 1 kerap dipadu dengan bahasa daerah sebagai pengantar. Sebab, siswa setempat masih kental berbahasa melayu.
Guru pun bersiasat. Untuk mengenalkan kosakata baru, Tuti memadankannya pada bahasa daerah. Tujuannya supaya mudah dipahami.
Anak-anak mulanya tak mengenal istilah becek, melainkan leak. “Jadi, saya sebut dulu bahasa kampungnya, lalu diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. Barulah mereka mengerti,” jelasnya.
Sesekali ia selipkan pesan kepada siswanya agar menggunakan Bahasa Indonesia selagi di sekolah. “Jadi, dak ado lagi bilang duo, tetapi dua. Dak ado lagi bilang tigo tetapi tiga,” ujarnya kepada anak-anak.
Khususnya pada siswa tingkatan kelas rendah, seperti Kelas I, II, dan III, masih kental bertutur dalam bahasa ibu. Keseharian menggunakan bahasa daerah telah hidup jauh sebelum wilayah ini kedatangan para transmigran dari Jawa, serta pendatang dari Sulawesi dan sejumlah provinsi tetangga.
Data Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, lebih dari 80 persen siswa masih kental menggunakan bahasa melayu. Sebagian kecil lainnya, yang menghuni wilayah perairan, menggunakan bahasa duano. Selebihnya berbahasa Bugis, Minang, dan Jawa.
Guru memiliki ruang untuk berinovasi. Sehingga yang diajarkannya, dapat dipahami peserta didik.(Muhamad Eduard)
Guru yang mengajar di sekolah-sekolah juga berasal dari beragam suku bangsa. Untuk memudahkan siswa menyerap pelajaran, tak jarang para guru ikut berbahasa melayu.
Kepala Sekolah SDN 77, Darmanelis, memaklumi kondisi itu. Ia berpesan kepada guru agar bahasa daerah dapat digunakan di kelas di kelas kecil demi kemudahan pembelajaran. Akan tetapi, untuk di Kelas IV, V, dan VI, para guru diarahkan untuk semakin membiasakan siswanya berbahasa Indonesia.
“Jadi, rata-rata yang sudah kelas tinggi, lancar berbahasa Indonesia. Memang kami anjurkan untuk membiasakan,” katanya.
Di SMPN 17 Tanjung Jabung Timur, penggunaan bahasa melayu dalam kelas juga semakin dikurangi. Guru mempersiapkan siswanya dapat cepat berbaur dengan dunia luar yang sarat keberagaman.
Namun, Kepala SMPN 17 Tanjung Jabung Timur, Hasnah, mengakui kebanyakan siswanya lebih lancar jika berbahasa daerah. Pada sebagian siswa, bahkan masih terbata-bata jika berbahasa Indonesia di depan kelas. Seperti kesulitan mengungkapkan ide-ide dalam pikirannya.
“Kadang-kadang ada siswa yang malu jika harus berbahasa Indonesia karena merasa tidak lancar,” ujarnya.
Karena itu, ia berpesan para guru tak melarang siswanya berbahasa daerah di kelas. Yang terpenting siswa berani dan lancar menyampaikan pendapat.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Muhamad Eduard, mengatakan keberadaan bahasa daerah merupakan keistimewaan di wilayah itu. Ia pun berpesan kepada para guru agar proses transfer ilmu tidak dihalangi oleh keterbatasan bahasa. Sebisa mungkin guru agar berinovasi mengajar lewat cara-cara yang mudah dipahami.
“Guru memiliki ruang untuk berinovasi. Sehingga yang diajarkannya, dapat dipahami peserta didik,” katanya.
Ia pun menyebut di sebagian wilayah pesisir itu, dialek bahasa daerahnya sangat kental. Hal itu jangan sampai menjadi masalah.
"Sebisa mungkin, nilai-nilai kearifan lokal tetap dijaga,” lanjutnya.
Agar memperkaya literasi bahasa, sejumlah upaya dibuat. Misalnya, pada setiap kelas ada pojok baca dan majalah dinding. Lalu, dihidupkan pula kebiasaan membaca buku minimal 15 menit setiap hari. Hal itu untuk mendorong capaian kompetensi literasi siswa.
Kemampuan literasi peserta didik di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, diakui Eduard, masih butuh peningkatan. Masih diperlukan intervensi khusus pada 13,6 persen perserta didik tingkat sekolah dasar dan 12,5 persen peserta didik sekolah menengah pertama.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Jambi, Sukardi Gau mengatakan sesuai Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 disebutkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Akan tetapi, ditambahkan pada Pasal 23 Ayat 3, bahwa selain Bahasa Indonesia, penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dapat digunakan untuk memudahkan proses pembelajaran di sekolah dasar dan sederajat.
“Tujuannya supaya siswa tidak merasa asing dengan yang diajarkan guru,” katanya.
Saat ini, tambah Sukardi, yang yang tak kalah penting adalah merevitalisasi bahasa daerah. Ia melihat mulai banyak bahasa daerah yang tidak lagi digunakan. Tidak diwariskan kepada generasi muda. Akibatnya, bahasa daerah makin kehilangan penuturnya.
Untuk mengoptimalkan revitalisasinya, pelibatan berbagai pihak perlu didorong. Mulai dari keluarga, komunitas, sekolah, hingga maestro penutur bahasa daerah. Perlu juga pula disusun model pembelajaran bahasa daerah. Muatan lokal bahasa daerah layak diselenggarakan dan masuk dalam kurikulum.
Sukardi melanjutnya, upaya Jambi melestarikan bahasa daerah, salah satunya dengan meregistrasi lebih dari 1.000 kosakata bahasa melayu Jambi sebagai bahasa nasional. Saat ini, sudah 63 kosakata yang telah masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia. Selebihnya, masih ada 1.000 kosakata dalam tahap pemuktahiran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kosakata melayu Jambi yang telah diterima sebagai bahasa nasional antara lain Angso Duo, dompeng, tukang dodos, baralek, dan besale. Kosakata tukang dodos, besale, dan dompeng lazim pula digunakan pada sebagian wilayah di Sumatera dan Kalimantan.
Pengusulan masuknya bahasa daerah sebagai bahasa Indonesia sebagai bentuk penghormatan pada bahasa daerah. Selain itu, untuk mencegah dari ancaman kepunahan bahasa daerah.
Terlepas dari itu, lanjut Sukardi, keberagaman bahasa di negeri ini memerlukan pemersatu. Untuk itulah bahasa Indonesia hadir. Menjadi rumah bersama di tengah negeri yang penuh dengan keberagaman.