Kampanye Bahasa Daerah Jaga Identitas Kemajemukan Bangsa
Jumlah penutur yang terus berkurang membuat beberapa bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Selain mencegah kepunahan bahasa, gerakan kampanye bahasa daerah juga turut menjaga identitas kemajemukan bangsa.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bahasa daerah di Indonesia terancam punah karena jumlah penuturnya semakin menyusut. Revitalisasi melalui berbagai gerakan kampanye tidak hanya mencegah kepunahannya, tetapi juga menjaga identitas kemajemukan bangsa yang mempunyai 718 bahasa daerah.
Kampanye bahasa daerah dilakukan melalui institusi formal, seperti sekolah ataupun komunitas masyarakat. Kekayaan bahasa ini perlu dilindungi mengingat Indonesia merupakan negara dengan bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Niugini.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Aminudin Aziz mengatakan, tahun ini pihaknya sedang menjalankan revitalisasi 39 bahasa daerah di 13 provinsi. Perlindungan bahasa dan sastra dilakukan dengan cara berbeda di setiap daerah.
”Ini adalah upaya menguatkan identitas dan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang berbineka, tetapi juga bersatu,” ujarnya dalam webinar ”Perkuat Bahasa, Gelorakan Sastra”, Kamis (13/10/2022).
Upaya tersebut menggunakan beberapa pendekatan. Dalam sosialisasi protokol kesehatan pandemi Covid-19, misalnya, poster-poster imbauan menggunakan bahasa daerah.
”Penggunaan bahasa daerah membuat sosialisasi lebih gampang dimengerti masyarakat. Kampanye ini melibatkan Satgas Covid-19, duta bahasa, serta balai dan kantor bahasa di 30 provinsi,” katanya.
Aminudin mengatakan, kampanye bahasa daerah itu mendapatkan respons positif dari masyarakat. Warga ikut menyebarkan narasi sosialisasi protokol kesehatan (prokes) berbahasa daerah lewat media sosial.
Kampanye tersebut tidak hanya bergantung pada lembaga-lembaga pemerintah. Pelestarian bahasa daerah juga perlu melibatkan banyak pihak, mulai dari pegiat atau komunitas bahasa hingga kegiatan di rumah ibadah.
Orangtua berperan penting mengajarkan bahasa daerah kepada anak sejak dini. Hal ini perlu dibarengi komitmen pemerintah daerah dalam menjamin ketersediaan guru bahasa daerah di sekolah mulai dari tingkat dasar.
Berdasarkan data Kemendikbudristek tahun 2020, dilihat dari vitalitasnya (kemampuan bertahan hidup), puluhan bahasa daerah di Indonesia dalam kondisi tidak aman. Rinciannya, 25 bahasa masih dalam status aman, di mana bahasa masih dipakai semua anak dan semua orang dalam etnis itu, 19 bahasa lainnya dalam status stabil, tetapi terancam punah, dan 3 bahasa mengalami kemunduran (Kompas, 26/3/2022).
Sementara itu, 25 bahasa dalam kondisi terancam punah, 6 bahasa lainnya dalam status kritis, bahkan 11 bahasa daerah sudah punah (tidak ada penuturnya). Sembilan dari 11 bahasa daerah yang telah punah berasal dari Maluku. Bahasa dalam kondisi kritis, antara lain, adalah bahasa Reta (Nusa Tenggara Timur), Saponi (Papua), Ibo (Maluku), Meher (Maluku), dan Letti (Maluku).
Kekurangan guru
Pelestarian bahasa daerah di sejumlah provinsi dilakukan dengan beragam cara. Di Sulawesi Selatan, misalnya, pelajaran bahasa daerah dimasukkan dalam muatan lokal di sekolah.
”Penggunaan bahasa daerah juga diwajibkan di sekolah-sekolah setiap Rabu,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan Setiawan Aswad.
Kekurangan guru menjadi salah satu tantangan melestarikan bahasa daerah. Setiawan mengatakan, pihaknya menerapkan program smart school dengan memanfaatkan studio belajar di Kantor Dinas Pendidikan yang terkoneksi dengan sekolah-sekolah.
”Ketika masuk pelajaran bahasa daerah, sekolah langsung terhubung dengan guru di studio. Ini salah satu cara mengatasi keterbatasan guru bahasa daerah,” ucapnya.
Ketua Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia Wilayah Bali Ni Wayan Sariani menuturkan, orangtua berperan penting mengajarkan bahasa daerah kepada anak sejak dini. Hal ini perlu dibarengi komitmen pemerintah daerah dalam menjamin ketersediaan guru bahasa daerah di sekolah mulai dari tingkat dasar.
”Di luar itu, cara mengajarkannya bisa melalui permainan tradisional yang memakai bahasa daerah. Jadi, sambil bermain, anak-anak juga terbiasa menuturkan bahasa daerahnya,” katanya.