Sempat Membaik, Seorang Aremania Akhirnya Meninggal
Korban Tragedi Kanjuruhan kembali bertambah, menjadi total 135 orang. Hingga kini, penyidikan untuk mengungkap kasus ini masih dilakukan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Korban Tragedi Kanjuruhan kembali bertambah, menjadi total 135 orang meninggal dunia. Farzah Dwi Kurniawan (20), warga Sudimoro Utara, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, tersebut meninggal pada Minggu (23/10/2022) pukul 22.40 di ruang intensif care unit Rumah Sakit Saiful Anwar Malang setelah dirawat selama lebih kurang 23 hari.
Farzah masuk ke RSSA Malang pada 2 Oktober 2022. Saat datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSSA, Farzah menjalani tes swab sebagaimana prosedur biasa di rumah sakit tersebut. Hasil swab Farzah positif Covid-19 sehingga ia dirawat secara khusus di ruang infeksi.
”Yang bersangkutan, hasil swab-nyapositif Covid-19. Tapi, jelas yang bersangkutan meninggal bukan karena Covid-19, melainkan karena kondisi multiple trauma atau trauma di beberapa tempat. Kondisi cederanya itu seperti di kepala, paru, dan bagian lain. Memang, yang berat adalah trauma di kepala. Pasien sempat dirawat dengan pemasangan ventilator hampir dua minggu. Namun, kemarin malam terjadi perburukan hingga dia dinyatakan meninggal,” kata dr M Akbar Sidiq, SpAn, dokter anestesi yang menangani Farzah, Senin (24/10/2022).
Akbar menyebut pasien datang dengan kesadaran menurun dan hipoksia. ”Pasien kesadarannya menurun. Masih sadar (masih bergerak dan mata kadang masih membuka), tapi tidak bisa komunikasi dan kontak dengan sekitar. Hanya, memang, kesadarannya menurun sehingga pasien kami rawat di ICU,” katanya.
Hipoksia, menurut Akbar, adalah kondisi tubuh kekurangan oksigen. ”Beda dengan asfiksia di mana kondisinya seperti tercekik atau ada gangguan. Hipoksia ini gejala kasatmatanya seperti sesak, napas cepat, dan usaha napasnya berat (karena tubuh berusaha mengambil oksigen), termasuk otot leher terlihat seperti orang olahraga,” kata Akbar.
Sebab, paru-paru tidak terlalu ada gambaran Covid-19, hanya kebetulan saja di- swab positif. Paru-parunya memar karena trauma.
Tim dokter menduga, hipoksia dialami pasien karena berdesak-desakan. Sebab, pada tubuh korban ini tidak mengalami mata merah sebagaimana diduga karena paparan gas air mata. Masih menurut Akbar, sebagai pasien dalam kondisi kritis, selama dirawat di RSSA kondisi pasien tersebut naik turun.
”Pasien ini malah sempat (mengalami) perbaikan, tetapi kemudian mengalami penurunan hingga akhirnya dinyatakan meninggal. Oleh karena sempat membaik, pada 20 Oktober 2022 ia sempat bergeser ke HCU selama tiga hari. Begitu keadaannya memburuk, ia kembali dibawa ke ICU dan dipasang ventilator lagi hingga akhirnya dinyatakan meninggal,” kata Akbar.
Ruang ICU adalah ruang intensif dengan menggunakan peralatan khusus, sedangkan ruang HCU adalah ruang intensif tanpa penggunaan peralatan.
Menurut Akbar, kondisi Covid-19 pasien ini tidak terlalu berpengaruh. ”Sebab, paru-paru tidak terlalu ada gambaran Covid-19, hanya kebetulan saja di-swab positif. Paru-parunya memar karena trauma,” katanya.
Adapun terkait Covid-19, Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA Syaifullah Asmiragani menjelaskan bahwa pasien sudah dua kali menjalani tes Covid-19, terakhir pada 12 Oktober 2022, dan hasilnya masih positif.
”Seharusnya pulang memang masih dengan protokol Covid-19. Hanya akhirnya kami bolehkan pulang tanpa protokol Covid-19 karena dengan berbagai pertimbangan, termasuk saran Wali Kota Malang dan Kadinkes Kota Malang, bahwa perawatannya sudah cukup lama sehingga virusnya belum tentu aktif. Di kami juga ada diskusi, dan ada saran dari Wali Kota dan Kadinkes Kota Malang seperti itu, akhirnya pasien pulang tanpa protokol Covid-19,” tuturnya.
Adapun pada Senin pagi, keluarga memakamkan korban di TPU Mojolangu, tak jauh dari rumah duka. Para pelayat dan teman-teman korban dari kampus Universitas Muhammadiyah Malang tampak memadati rumah duka dan lokasi pemakaman. Korban adalah mahasiswa Teknik Sipil UMM angkatan tahun 2020.
”Kami sebagai perwakilan keluarga berterima kasih kepada sukarelawan, Aremania, dan teman-teman yang membantu pemulangan almarhum. Semula memang pemulangannya agak terkendala, bahkan disebutkan harus diplastik dengan protokol Covid-19. Namun, berkat bantuan banyak pihak, akhirnya ia bisa pulang dengan kondisi normal,” kata Arifin (60), kerabat Farzah, yang memberikan sepatah dua patah kata kepada para pelayat sebelum jenazah diberangkatkan ke makam.
Arifin dan teman-teman korban berharap kasus tersebut diusut secara tuntas sehingga rasa pedih kehilangan kerabat bisa sedikit terobati. Hingga kini, pasien korban Tragedi Kanjuruhan Malang yang masih dirawat di RSSA sebanyak tiga orang.
”Yang masih dirawat masih ada tiga pasien. Di ICU ada satu pasien yang mengalami infeksi dan harus dioperasi untuk membersihkan rongga dadanya, dan satu lagi anak kecil yang mengalami cedera pada kulit di paha dan sudah dilakukan bedah tambal kulit. Satu lagi, ada pasien yang kondisinya sudah baik dan bisa pulang hari ini,” kata Syaifullah, menambahkan.
Tragedi Kanjuruhan masih menyisakan misteri. Enam orang telah dijadikan tersangka, tetapi hingga kini kasusnya masih dalam penyidikan. Laga sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya itu menyisakan duka mendalam. Sebab, sebanyak 135 orang meninggal dan lebih dari 700-an orang terluka. Korban jiwa berjatuhan akibat bentrokan antara suporter dan petugas keamanan seusai laga. Petugas menembakkan gas air mata ke arah penonton, dan disebut sebagai pemicu kepanikan hingga menimbulkan banyak korban.