Kesaksian Ayah dari Bayi di Bantul yang Meninggal akibat Gagal Ginjal Akut
Bayi berusia tujuh bulan asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, meninggal setelah mengalami gagal ginjal akut. Ayah dari bayi itu menyatakan, sebelum sakit, ET belum pernah minum obat cair atau sirop.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Penyakit gagal ginjal akut pada anak telah menyebabkan sejumlah korban meninggal. Salah satu korban meninggal adalah bayi berusia tujuh bulan berinisial ET dari Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ayah ET, Yusuf Maulana (44), memberi kesaksian mengenai kondisi kesehatan sang anak yang menurun dengan cepat hingga akhirnya meninggal.
ET meninggal pada Minggu (25/9/2022) setelah dirawat selama beberapa hari di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, DIY. Bayi perempuan yang merupakan bungsu dari lima bersaudara itu berasal dari Kecamatan Sedayu, Bantul.
Yusuf menuturkan, pada Jumat (16/9/2022), kondisi anaknya masih sehat dan sempat diajak oleh sang ibu untuk mengikuti kegiatan di luar rumah. Namun, pada Sabtu (17/9/2022), ET mulai mengalami demam. Awalnya, Yusuf mengira ET mengalami demam karena tertular oleh kakak-kakaknya yang mengalami batuk pilek.
Selain demam, bayi tersebut juga mulai mengalami penurunan jumlah air kencing. Yusuf awalnya mengira hal itu terjadi karena pasokan air susu ibu (ASI) dari istrinya berkurang. Namun, sang anak masih mau mengonsumsi makanan pendamping ASI.
”Waktu itu, kondisi anak saya masih relatif baik, tapi menurun. Makan masih bagus dan lahap, cuma memang pipisnya berkurang. Kami pikir waktu itu karena asupan ASI sedikit karena istri saya ASI-nya berkurang sangat signifikan,” ujar Yusuf saat ditemui, Kamis (20/10/2022), di Bantul.
Yusuf menambahkan, saat itu, tatapan mata ET juga terkadang tampak kosong. Bayi kelahiran 23 Februari 2022 tersebut juga mulai mengalami gejala kejang meskipun tidak dalam waktu panjang.
Namun, pada Minggu (18/9/2022), intensitas kejang yang dialami ET mulai bertambah. Selain itu, tatapan ET juga makin sering terlihat kosong. Saat Yusuf melambaikan tangan di depan mata ET, respons dari bayi itu terlihat lambat. Jumlah air kencing ET juga makin turun meskipun makannya masih lahap.
Kondisi tersebut terus berlanjut keesokan harinya. Waktu itu, Yusuf dan istrinya mengira anak mereka mengalami dehidrasi sehingga kesadarannya mulai menurun. Yusuf dan istrinya lalu memutuskan memberikan susu formula (sufor) kepada sang anak karena pasokan ASI yang berkurang signifikan.
”Kesadarannya kami pikir sudah berkurang sehingga kami pikir dehidrasinya sudah parah. Kami coba kasih sufor. Saya tidak bisa sebut merek (sufor), tapi di panel dokter (RSUP Dr Sardjito) ada datanya. Dan saya tidak menuduh gara-gara itu (sufor),” ungkap Yusuf.
Menurut Yusuf, sufor itu diberikan pada Senin (19/9/2022) sekitar pukul 15.00. Setelah itu, ET mengalami diare. ”Mungkin itu (diare) karena reaksi pertama diberikan sufor,” katanya.
Setelah itu, kesadaran ET makin berkurang. Yusuf kemudian membawa ET untuk diperiksa di klinik kesehatan di dekat rumahnya. Namun, petugas klinik meminta bayi tersebut dibawa ke rumah sakit. Setelah itu, ET dibawa ke Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, pada Senin (19/9/2022) sekitar pukul 22.30.
Setelah dirawat di rumah sakit itu, ET disarankan untuk dirujuk ke RSUP Dr Sardjito yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Namun, karena pediatric intensive care unit (PICU) atau unit perawatan intensif anak di RSUP Dr Sardjito sedang penuh, ET dibawa lebih dulu ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Tak sadar
Pada Selasa (20/9/2022), ET baru bisa dirujuk ke RSUP Dr Sardjito. Saat masuk ke rumah sakit tersebut, Yusuf menyebut ET sudah dalam kondisi tidak sadarkan diri. Di RSUP Dr Sardjito, ET menjalani perawatan di PICU.
Namun, Yusuf menuturkan, selama berhari-hari dirawat di RSUP Dr Sardjito, ET tak kunjung sadarkan diri. Bayi perempuan itu akhirnya meninggal pada 25 September 2022.
Yusuf memaparkan, berdasarkan pemeriksaan tim RSUP Dr Sardjito, ET diduga mengalami gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI). Bayi itu juga dinyatakan tidak terinfeksi Covid-19. Namun, penyebab penyakit yang dialami ET belum diketahui.
Apalagi, menurut Yusuf, sebelum jatuh sakit, ET belum pernah meminum obat cair atau sirop. Dia menyebut, ET hanya memiliki riwayat mengonsumsi ASI dan makanan pendamping ASI.
Kebanyakan makanan pendamping ASI yang dikonsumsi ET merupakan racikan sang ibu. Selain itu, ET kadang mengonsumsi produk biskuit bayi yang telah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sebelum jatuh sakit, Yusuf menyebut ET juga tergolong sebagai bayi yang sehat. Oleh karena itu, penyebab penyakit yang dialami ET memang masih menjadi misteri.
Apalagi, menurut Yusuf, sebelum jatuh sakit, ET belum pernah meminum obat cair atau sirop.
Sebelumnya diberitakan, enam anak di DIY dilaporkan meninggal akibat gagal ginjal akut pada periode Januari-Oktober 2022. Dari enam anak yang meninggal, tiga di antaranya berasal dari DIY. Sementara itu, tiga lainnya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Semua anak yang meninggal itu pernah dirawat di RSUP Dr Sardjito.
”Penyebab jelasnya untuk pasien sampai terkena gangguan ginjal ini masih dalam penyelidikan. Jadi, kami mengirimkan sampel para pasien ke Badan Litbangkes Jakarta. Ini menindaklanjuti adanya imbauan untuk pengiriman sampel deteksi toksin,” kata dokter spesialis anak RSUP Dr Sardjito, Kristia Hermawan, Rabu (19/10/2022).
Kristia menambahkan, sebagian pasien gagal ginjal akut itu dirujuk ke rumah sakit dalam kondisi berat. Tingkat keparahan gangguan ginjal yang dialami mencapai stadium tiga. Beberapa juga disertai dengan gangguan organ lainnya, seperti hati, jantung, dan saraf. Masa kritis yang dialami pasien sebelum mengembuskan napas terakhirnya juga berbeda-beda, mulai dari tiga hari hingga satu minggu.
Dalam kurun waktu Januari hingga Oktober 2022, telah tercatat 13 kasus gagal ginjal akut pada anak di RSUP Dr Sardjito. Laju kenaikan kasus itu semakin tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Pada periode Januari-Juli hanya tercatat tiga kasus. Jumlahnya meningkat menjadi empat kasus selama Juli-September. Sementara selama September-Oktober sudah tercatat enam kasus.
”Kami memang melihat polanya (yang terkena) anak-anak di bawah lima tahun. Yang sebelumnya hanya satu atau dua kasus sebulan. Beberapa bulan terakhir lebih dari itu. Penyebabnya terus ditelusuri,” kata pakar nefrologi RSUP Dr Sardjito, Retno Palupi.