Kasus Gagal Ginjal Akut Anak di Kota Malang Juga Ditemukan di Kota Malang
Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Kota Malang ditemukan pada 9 anak, sejak kurun waktu Agustus 2022-Oktober 2022. Masyarakat diminta tidak panik, namun tetap waspada dan mematuhi anjuran pemerintah.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS – Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Kota Malang ditemukan pada 9 anak, sejak kurun waktu Agustus 2022-Oktober 2022. Masyarakat diminta tidak panik, namun tetap waspada dan mematuhi anjuran pemerintah.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Husnul Muarif, Kamis (20/10/2022). “Kami dapat informasi dari Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang bahwa sejak Agustus-17 Oktober 2022, ditemukan kasus gagal ginjal anak akut untuk warga Kota Malang sebanyak 9 kasus. Mengenai penyebab, kondisi dan sebagainya, kami belum tahu pastinya,” kata Husnul.
Sembilan penderita itu adalah 5 anak usia di bawah 6 tahun, dan 4 anak usia di atas 6 tahun. Husnul mengelak menyebutkan kondisi sembilan korban tersebut.
“Oleh karena ini kasus kewaspadaan nasional, maka kami mengacu pada surat edaran Kementerian Kesehatan untuk penanganannya. Setelah munculnya SE, hari ini, SE tersebut kami edarkan ke faskes-fakses (fasilitas kesehatan) dan akan kami tindaklanjuti dalam 2-3 hari ke depan. Inti SE tersebut bahwa semua sediaan sirup atau obat cair untuk sementara dihentikan penjualannya,” kata Husnul.
Dalam kasus gagal ginjal akut anak ini, RSSA Malang ditunjuk pemerintah sebagai salah satu rumah sakit rujukan. Sebab selain memiliki peralatan dan sarana-prasarana memadai, juga terdapat dua dokter konsultan ginjal.
Terkait penanganan kasus gagal ginjal akut anak tersebut, tim dokter RSSA melakukan konferensi pers pada Malang Kamis (20/10/2022) sore. Hadir dalam konferensi perst tersebut Direktur RSSA Kohar Hari Santoso, dokter spesialis anak dr Astrid Kristina Sp A(K),M Biomed dan Dr dr Krisni S Sp.A(K) (keduanya juga konsultan ginjal), dr Eko Sulistijono Sp A(K), dr A.Susanto Nugroho Sp A(K), serta Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Malang Raya Dr dr Harjoedi Adji Cahyono Sp A(K).
Tim dokter RSSA menjelaskan ada sejumlah kasus gagal ginjal akut anak sejak Agustus hingga Oktober 2022 yang telah ditangani. Sebanyak 30 persennya meninggal, dan sisanya sembuh atau masih dirawat.
“Kami sedang merawat seorang pasien, dirawat di ruang ICU anak. Ada kecurigaan, pasien ini mengarah ke gangguan ginjal akut progresif atipikal,” kata dr A Susanto Nugroho.
Sebagai rumah sakit rujukan, RSSA menurut Susanto, memiliki peralatan dan tenaga kesehatan mumpuni untuk menanganinya, sehingga masyarakat diminta untuk periksa ke RSSA jika memiliki gejala mengarah pada kasus tersebut.
“Keseluruhan kasus yang kami tangani, terkait gagal ginjal ini, semuanya adalah kasus rujukan. Sebab RSSA ini sebagai RS rujukan tipe A. Ada pasien dari Blitar, Malang, dan Sidoarjo,” katanya.
Adapun Dr dr Krisni S, Sp.A(K), mengatakan bahwa masyarakat diminta tidak panik atas kasus ini, namun lebih waspada. Menurutnya, kasus gagal ginjal anak akut ini sebagian besar diderita anak usia 2-5 tahun (balita).
“Gejalanya sampai saat ini bisa dengan atau tanpa demam, diare, pilek, dan muntah. Tapi kebetulan pasien di RSSA ini semua dengan gejala demam, diare, pilek, dan muntah. Terbanyak 100 persen pasien datang dengan gejala demam dan diare,” kata Krisni.
Menurutnya, kasus gagal ginjal akut ini adalah kondisi di mana menurunnya fungsi ginjal secara cepat. Ditandai dengan menurunnya produksi urine, atau bahkan tidak ada urine sama sekali.
“Semua pasien kami mengalami penurunan fungsi ginjal, dan sampai saat ini belum diketahui penyebabnya. Bisa karena infeksi (virus atau bakteri), atau ada penyebab lain yang masih diinvestigasi,” kata Krisni.
Krisni menambahkan, kasus terbanyak ditangani RSSA adalah rujukan dari rumah sakit di Blitar (44 persen). “Terbanyak pasien yang kami rawat berjenis kelamin laki-laki, 100 persen dengan gejala tidak ada produksi urine, demam, adanya penurunan kesadaran, diare, nyeri perut, mual dan muntah (100 persen), Ispa berupa batuk pilek (67 persen),” kata Krisni.
Semua pasien kami mengalami penurunan fungsi ginjal, dan sampai saat ini belum diketahui penyebabnya
dr Astrid Kristina Sp.A(K),M.Biomed mengatakan bahwa penurunan kondisi pasien dalam kasus gagal ginjal akut tersebut adalah selama 4-7 hari. "Disebut gagal ginjal akut adalah kurang dari 3 bulan. Namun pasien di RSSA dari awal gejala diare, demam, sampai tidak keluar kencing sama sekali dalam kurun waktu 4-7 hari setelah awal pertama muncul gejala,” katanya.
Selama ini, menurut Astrid, pasien ditangani di RSSA sebanyak 90 persennya menjalani hemodialisa (cuci darah). “Sebagian besar bisa survive dan bisa lepas dari hemodialisis,” katanya.
Terapi penanganan dengan hemodialisa tersebut berjalan dalam rentang waktu lebih kurang 2 bulan. “Selama dirawat di RSSA, sebanyak 56 persen pasien survive dan 30 persennya meninggal,” kata Astrid.
Adapun Dr dr Harjoedi Adji Cahyono Sp.A(K), Ketua IDAI Malang Raya, mengimbauan masyarakat menghindari obat-obatan bentuk cair atau sirup, sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah. Kedua, mewaspadai gejala gagal ginjal akut mendadak, yaitu berkurang atau tidak adanya buang air kecil secara mendadak, terutama balita. Misalnya dalam 12 jam berkurang kencingnya, atau tidak kencing sama sekali. “Dan untuk dokter anak, untuk sementara diminta tidak memberi resep obat cair atau sirup,” katanya.
Adapun untuk pencegahan, agar ginjal tidak rusak, masyarakat diharapkan melakukan beberapa hal. “Ginjal bisa rusak karena aliran darah ke ginjal terganggu. Hal itu bisa disebabkan karena dehidrasi, perdarahan yang bisa menyebabkan shock, pada ginjal, infeksi, penyakit autoimun, atau ada toxin atau racun yang merusak ginjal, serta ada peradangan karena diabetes, atau karena ginjal tersumbat,” kata Direktur RSSA Kohar Hari Santoso.
Oleh karena itu, Kohar mengimbau masyarakat, jika ada keluarga muntah, diusahakan jangan sampai dehidrasi. “Segera berobat dan tetap harus minum. Kalau tidak bisa minum harus diinfus. Segera periksa ke rumah sakit. Selain itu, konsumsi makanan yang baik untuk ginjal. Jangan konsumsi makanan yang tidak baik untuk ginjal,” katanya. Makanan tidak baik untuk ginjal ada beberapa hal misalnya mengandung perasa atau pemanis buatan, berpengawet, dan lainnya.