Sudah 192 Kasus, Penyebab Gagal Ginjal Akut Anak Belum Diketahui
Gagal ginjal akut misterius pada anak kini bertambah menjadi 192 kasus tersebar di 20 provinsi. Karena belum diketahui penyebab pastinya, orangtua diminta terus mewaspadai gejalanya pada anak.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus gagal ginjal akut pada anak meningkat menjadi 192 kasus yang tersebar di 20 provinsi. Jumlah kasus ini bertambah 40 dari sebelumnya 152 kasus pada 14 Oktober 2022. Sejauh ini, belum diketahui pasti penyebab penyakit ini. Berapa kasus aktif dan berapa kasus yang meninggal juga tidak diungkap.
Jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut diperoleh dari laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di 20 provinsi. DKI Jakarta, Jawa Barat, dan jawa Timur menjadi tiga provinsi dengan kasus tertinggi, masing-masing 50 kasus, 24 kasus, dan 24 kasus.
”Angka kasus ini bukan berarti sebuah lonjakan tiba-tiba, melainkan penemuan kasus yang secara dinamis oleh anggota kami di tiap daerah. (Angka laporan) bisa terus bertambah setiap harinya seiring dengan penemuan lapangan terbaru,” ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, Selasa (18/10/2022).
Piprim mengatakan, hingga sekarang belum ditemukan penyebab pasti penyakit gagal ginjal misterius ini. Terdapat beberapa dugaan yang masih dikaji IDAI dan juga Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Salah satunya, dugaan keracunan (intoksikasi) sirup obat batuk produksi India yang diduga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai penyebab terjadinya peningkatan penyakit serupa di Gambia, Afrika. Akan tetapi, dugaan itu masih diteliti lebih lanjut oleh Kemenkes.
Pada Sabtu (15/10/2022), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan klarifikasi terkait dugaan itu. Dalam siaran tersebut, BPOM menjelaskan, terdapat empat produk sirup obat yang diduga WHO sebagai penyebab kasus gagal ginjal akut anak di Gambia, yakni, Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia. BPOM menegaskan, semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Jika anak kesulitan BAK atau tidak mengeluarkan urine sama sekali, perlu segera membawa anak ke rumah sakit.
Meski begitu, dugaan sirup obat tersebut masih diwaspadai oleh IDAI dan Kemenkes. Piprim berpendapat, orangtua tetap harus mewaspadai sirup obat batuk yang tidak memiliki label izin yang jelas. Menurut dia, meski dugaan obat sirup belum menjadi penyebab yang pasti, orangtua perlu mengambil langkah preventif dengan tidak memberikan anak asupan obat yang tidak sesuai anjuran dokter.
Selain itu, Piprim menyebutkan, IDAI sempat menduga gagal ginjal ini disebabkan oleh Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem akibat Covid-19. Akan tetapi, dugaan ini tidak terbukti karena pasien tidak membaik setelah menjalani pengobatan sesuai protokol MIS-C. Selain itu, kelainan bawaan pada ginjal anak serta riwayat penyakit sempat menjadi dugaan IDAI. Akan tetapi, anak-anak yang mengidap gagal ginjal akut tersebut tidak memiliki kelainan serta riwayat penyakit apa pun yang dapat dikaitkan dengan penyakit ini.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengatakan, anak-anak tersebut secara tiba-tiba mengalami gejala susah buang air kecil (BAK) atau tidak bisa mengeluarkan urine sama sekali. Padahal, biasanya gagal ginjal akut terjadi apabila anak mengalami dehidrasi berat ataupun kehilangan cairan yang banyak secara tiba-tiba. Hal ini yang membuat penyakit ini menjadi misterius karena belum diketahui dengan pasti penyebab dari gejala tersebut.
Eka menjelaskan, gejala lain yang perlu diperhatikan orangtua adalah ketika anak mengalami batuk, mual, muntah, demam, diare, atau ISPA. Ketika anak mengalami itu, selain merawat dan memberi obat, orangtua perlu memperhatikan volume dan frekuensi BAK anak. Jika anak kesulitan BAK atau tidak mengeluarkan urine sama sekali, perlu segera membawa anak ke rumah sakit.
”Kami mengharapkan penanganan dini. Maka dari itu, kewaspadaan orangtua atas gejala-gejala pada anak perlu diperhatikan. Kalau misalnya dalam 6 jam saja anak mengalami penurunan jumlah urine atau tidak BAK sama sekali, sebaiknya langsung datang ke rumah sakit,” ujar Eka.
Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kemenkes Yanti Herman mengimbau orangtua harus selalu memantau kesehatan anak-anak. Jika anak mengalami gejala gagal ginjal akut, segera antar anak ke rumah sakit dan jangan ditunda atau merawat anak secara mandiri. Meski begitu, orangtua diminta agar tidak panik, terutama apabila anak mengalami gejala-gejala tersebut.
Ia mengatakan, pemerintah melalui Kemenkes bersama IDAI dan tim dokter RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah membentuk tim dengan tugas utama untuk mengamati dan menyelidiki kasus gagal ginjal akut pada anak ini.