Ikatan Dokter Anak Indonesia melaporkan 131 anak mengalami gagal ginjal akut misterius. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah penurunan volume urine, bahkan ada yang tidak buang air kecil sama sekali.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Dokter Anak Indonesia melaporkan adanya 131 kasus anak yang mengalami gagal ginjal akut progresif atipikal. Belum diketahui secara pasti penyebab gagal ginjal akut yang dialami anak-anak tersebut. Orangtua diminta meningkatkan kewaspadaan, terutama pada anak yang menunjukkan gejala penyakit.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Eka Laksmi Hidayati di Jakarta, Selasa (11/10/2022), mengatakan, investigasi masih dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti gagal ginjal akut yang dialami oleh 131 anak yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil dari berbagai pemeriksaan laboratorium belum diketahui ada virus atau patogen lain yang ditemukan secara konsisten dari pasien yang dilaporkan.
”Umumnya gagal ginjal akut terjadi akibat kekurangan cairan atau kehilangan cairan dalam waktu singkat, misalnya karena diare yang menyebabkan dehidrasi hebat atau perdarahan hebat karena syok dari demam berdarah dengue. Namun, riwayat penyakit itu tak jelas pada kasus ini karena tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine,” katanya.
Oleh sebab itu, orangtua perlu waspada apabila anak-anak menunjukkan gejala dari gagal ginjal akut. Sebagian besar kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan mengeluhkan tidak mengalami buang air kecil sama sekali atau hanya sedikit mengeluarkan urine. Jika gejala tersebut ditemukan pada anak, sebaiknya orangtua langsung membawanya ke rumah sakit.
Adapun kasus gagal ginjal akut yang belum diketahui penyebabnya tersebut telah dilaporkan sebanyak 131 kasus pada periode Januari-September 2022. Ratusan kasus itu tersebar di 14 provinsi, antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
”Dari pertemuan dan diskusi yang dilakukan, secara lisan dilaporkan angka kematiannya tinggi. Namun data pastinya belum bisa dilaporkan. Peningkatan kasus mulai tinggi dilaporkan pada Agustus-September 2022. Diharapkan sekarang kasusnya sudah menurun,” kata Eka.
Anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut yang penyebabnya belum diketahui ini juga ditemukan dengan kondisi peradangan pada banyak organ. Selain gangguan yang terjadi pada ginjal, sejumlah anak ditemukan mengalami peradangan di bagian hati serta ada pula yang mengalami penggumpalan darah.
Orangtua perlu waspada apabila anak-anak menunjukkan gejala dari gagal ginjal akut. Sebagian besar dari kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan saat ini mengeluhkan tidak mengalami buang air besar sama sekali atau hanya sedikit mengeluarkan urine.
Eka menambahkan, kasus gagal ginjal akut yang dialami sejumlah anak di Indonesia ini tidak terkait dengan kematian yang dilaporkan pada sejumlah anak di Gambia, Afrika Barat. Kasus kematian akibat gagal ginjal yang terjadi pada anak di Gambia dikaitkan dengan konsumsi obat batuk produksi India. Sementara obat batuk tersebut tidak dipasarkan di Indonesia.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dalam keterangan tertulis menyampaikan, pengawasan secara komprehensif dilakukan untuk premarket (sebelum dipasarkan)dan postmarket (setelah diedarkan) pada produk yang beredar di masyarakat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, terdapat empat produk obat batuk yang mengandung bahan berbahaya, yakni Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrib N Cold Syrup. Badan POM telah melakukan penelusuran data dan diketahui bahwa keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia.
Eka menuturkan, orangtua tetap harus selektif dalam memilih obat untuk anaknya. Obat yang beredar di Indonesia sudah diawasi oleh Badan POM. Karena itu, pilihlah obat yang dijual di tempat resmi seperti apotek dan jangan membeli secara sembarangan secara daring.
Ia mengatakan, intervensi yang dilakukan untuk pasien gagal ginjal akut misterius ini awalnya dengan pengobatan konservatif tanpa terapi cuci darah. Namun, apabila setelah diberikan obat tetap tidak mengeluarkan urin, intervensi berikutnya dilakukan dengan melakukan cuci darah. ”Untuk pasien anak dengan gagal ginjal akut misterius yang ada di Jakarta sekitar 80-90 persen membutuhkan cuci darah,” kata Eka.
Pada anak dengan gagal ginjal akut misterius ini diketahui memiliki kadar ureum paling tinggi hingga 400 miligram per desiliter, sedangkan batas normal pada usia anak sekitar 7-20 mg/dl. Sementara itu, kadar kreatinin tertinggi diketahui mencapai 12 mg/dl. Dari kasus yang dilaporkan, sebagian besar berusia anak balita. Sebagian anak dilaporkan telah pulih total, namun masih ada anak yang masih mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso menyampaikan, investigasi terus dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti dari gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak di Indonesia. Panduan mengenai tata laksana untuk penanganan anak dengan gagal ginjal akut juga telah disusun.
”Masyarakat jangan panik tetapi tetap waspada. Itu terutama jika anak mengalami gejala, seperti infeksi pernapasan akut juga diare. Juga penting untuk memonitor jumlah urine anak. Normalnya 1 cc per kilo jam. Jadi kalau beratnya 10 kilo, urinenya bisa sekitar 240 cc dalam sehari,” katanya.