Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Bertambah Menjadi 152
Jumlah kasus gagal ginjal akut atipikal pada anak bertambah. Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan dan para dokter ahli masih belum menemukan penyebabnya.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus gagal ginjal akut pada anak terus meningkat. Ikatan Dokter Anak Indonesia melaporkan, per 14 Oktober 2022, terdapat 152 anak mengalami gagal ginjal akut progresif atipikal yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia atau meningkat dari 132 kasus pada 10 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan bersama para dokter ahli mengimbau orangtua untuk waspada terutama jika gejalanya muncul pada anak.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyampaikan, kasus ginjal akut ini dilaporkan oleh anggota IDAI cabang di 16 provinsi. ”Data ini bisa berbeda dengan data Kemenkes karena belum mencakup seluruh provinsi,” ujarnya pada acara konferensi pers daring yang diadakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama IDAI, Jumat (14/10/2022).
Piprim menjelaskan, sejak pertengahan September 2022, IDAI gencar menggelar rapat mingguan bersama anggota cabang IDAI menyusul tren kasus ginjal akut pada anak yang meningkat. Pada September 2022, ditemukan 76 kasus dan Oktober 2022 ditemukan 21 kasus. Kasus pada Oktober itu, sejauh ini lebih rendah dari kasus pada Agustus, yaitu 36 kasus. Ia berharap, kasus hingga akhir Oktober ini tidak meningkat lagi.
Sebanyak 75 anak yang terkena penyakit ginjal akut ini adalah anak balita, 35 anak berusia di bawah satu tahun, 24 anak berusia 5-10 tahun, dan 18 anak berusia 10 tahun ke atas. Penyakit gagal ginjal akut pada anak ini dapat dialami oleh anak umur nol hingga 18 tahun.
Menurut temuan IDAI, gejala utama penyakit ini adalah anuria atau tidak mengeluarkan urine sama sekali, dialami oleh 69,1 persen anak. Adapun 24,3 persen anak mengalami gejala oliguria atau mengeluarkan urine yang sedikit. Selain itu, ditemukan juga beberapa gejala prodormal, seperti demam, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Jika urine anak pekat dan berwarna kecoklatan, khususnya dengan gejala oliguria dan anuria dengan atau tanpa demam, maka anak perlu segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Saat diperiksa antigen/PCR, sebanyak 84,2 persen negatif Covid-19. Sementara saat diperiksa antibodi Covid-19, sebanyak 38,8 persen positif dan 31,6 persen negatif, sisanya tidak diperiksakan.
Saat ini, IDAI melakukan mitigasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Selain mengumpulkan informasi, mendata, dan melaporkan kasus-kasus yang ditemukan, IDAI berkoordinasi dengan para ahli di unit kerja koordinasi nefrologi, infeksi, emergensi, dan rawat intensif anak, serta Satgas Covid-19.
Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kemenkes Yanti Herman mengatakan, pemerintah telah membentuk tim penanggulangan gagal ginjal akut pada anak. Tim ini beranggotakan perwakilan Kemenkes, rumah sakit, dan organisasi profesi seperti IDAI.
Yanti menjelaskan, mitigasi dilakukan melalui koordinasi dengan rumah sakit yang merawat pasien anak yang terjangkit untuk mengetahui perjalanan penyakit secara komprehensif. Selain itu, Kemenkes juga menfasilitasi pencarian penyebab penyakit melalui penyiapan laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BPKP) Kemenkes serta menyiapkan alat kesehatan dan obat yang dibutuhkan (intravena imunoglobulin) bagi rumah sakit.
Untuk memastikan tata laksana klinis di fasilitas kesehatan, Direktorat Pelayanan Kesehatan telah menyusun pedoman melalui Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.
Yanti mengimbau para orangtua agar waspada dan terus memantau anaknya yang berusia 18 tahun ke bawah, terutama apabila menunjukkan gejala demam, ISPA (batuk, pilek), atau gejala infeksi saluran cerna (diare, muntah). Orangtua juga perlu memantau jumlah dan warna urine anak. Jika urine anak pekat dan berwarna kecoklatan, khususnya dengan gejala oliguria dan anuria dengan atau tanpa demam, maka anak perlu segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Sementara itu, dokter spesialis penyakit dalam Sumariyono mengatakan, rata-rata kondisi anak yang terkena gagal ginjal akut progresif atipikal sebelumnya sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit kronis. Hal ini berbeda dengan gagal ginjal umum yang biasanya terjadi akibat beberapa penyakit seperti diare atau demam berdarah dengue. Bahkan, setelah diperiksa tidak ditemukan kelainan kongenital ginjal dan salurah kemih.
Ia mengungkapkan, dugaan penyebab gagal ginjal akut anak telah didiskusikan dengan beberapa pihak yang meneliti kasus serupa di Gambia. Hasil diskusi menunjukkan, profil pasien di Gambia memiliki kesamaan dengan beberapa sampel pasien di Jakarta. Selain itu, dugaan keracunan obat yang mengandung etilena glikol (CH₂OH)₂ masih diteliti. Saat ini, obat-obat yang pernah dikonsumsi pasien dikumpulkan untuk diperiksa kandungannya.