Gagal Ginjal Akut pada Anak di Jabar Ditangani Berjenjang
Tidak hanya identifikasi awal, pedoman penanganan gangguan ginjal ini juga menunjukkan alur koordinasi berjenjang. Masyarakat diimbau untuk tenang tetapi waspada dan lekas melapor ke petugas jika menemukan gejala.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penanganan gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak di Jawa Barat berpedoman pada tata laksana yang diberikan Kementerian Kesehatan. Koordinasi berjenjang, mulai dari layanan kesehatan hingga rumah sakit rujukan, dilakukan jika ditemukan kasus gangguan ginjal tersebut.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (P2P Dinkes) Jawa Barat Ryan Bayusantika Ristandi menyatakan, pedoman penanganan gangguan ginjal akut yang menyerang anak ini telah disebar ke dinas kabupaten dan kota. Koordinasi melalui surat edaran ini dilakukan berdasarkan tata laksana penanganan yang telah dikeluarkan Kementerian Kesehatan.
Kebijakan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022 ini, lanjut Ryan, memaparkan penanganan gangguan ginjal ini. Tidak hanya identifikasi awal, pedoman ini juga menunjukkan alur koordinasi berjenjang, mulai dari layanan kesehatan di masyarakat hingga rumah sakit rujukan.
”Kami berkoordinasi dengan dinkes kabupaten dan kota serta seluruh rumah sakit. Semua dilaksanakan secara berjenjang dalam bentuk surat edaran yang telah disebar sesuai dengan tata laksana dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya saat dihubungi dari Bandung, Kamis (20/10/2022).
Dalam surat tersebut, masyarakat dan fasilitas kesehatan diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus gangguan ginjal pada anak di bawah 18 tahun. Ryan memaparkan, sebagai deteksi dini, masyarakat diminta untuk mengenali gejala awal, seperti demam, gejala infeksi saluran pernapasan akut atau saluran cerna, seperti batuk, pilek, muntah, hingga diare.
Pantau warna urine
Jika menemukan kondisi tersebut, pihak keluarga diminta melapor ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Petugas pun melakukan pemeriksaan dan melakukan edukasi kepada orangtua untuk memantau tanda bahaya umum dan warna urine.
Jika urine berkurang dari 0,5 mililiter per kilogram berat badan per jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam saat siang hari, pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit pra-rujukan. Di sini, petugas memantau pasien mulai dari cairan, tekanan darah, hingga kesadaran.
Pasien pun diarahkan ke rumah sakit rujukan jika pasien telah berada di tingkat lanjut. Di fase ini, kondisi pasien dibagi menjadi tiga stadium, mulai dari stadium 1 (risk), stadium 2 (injury), dan stadium 3 (failure). Penanganan pasien akan dilakukan sesuai dengan kondisi tersebut.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinkes Kota Bandung Anhar Hadian, pihaknya tengah menelusuri gangguan ginjal progresif pada anak. Dia juga meminta orangtua untuk lebih mengawasi kondisi anak-anak mereka meskipun dinilai sulit.
”Tantangan tersendiri dialami oleh orangtua karena tidak semua memperhatikan volume dan frekuensi buang air kecil. Kalau bayi, itu bisa dipantau dari popok, tetapi kalau anak balita, itu sulit,” ujarnya.
Anhar pun mengimbau masyarakat tidak panik, tetapi segera melaporkan ke fasilitas kesehatan terdekat jika anak atau anggota keluarga mereka terpapar gejala gangguan ginjal. Selain itu, dia menyarankan masyarakat untuk menghentikan penggunaan obat-obatan berbentuk sirop sesuai anjuran pemerintah.
”Anjurannya, yang penting jangan yang cair dulu. Bentuk lain boleh, misalnya tablet yang digerus. Kalau anak memiliki gejala, segera akses layanan kesehatan terdekat,” ujarnya.