Pasien Gangguan Ginjal Anak di RSHS Mencapai 12 Orang
Pasien yang dirawat didominasi anak usia kurang dari lima tahun dengan pasien tertua berumur 13 tahun. Masyarakat diimbau segera melaporkan ke pelayanan kesehatan jika ditemui gejala terkait gangguan ginjal.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kasus pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung mencapai 12 anak. Penyakit ini belum diketahui penyebabnya sehingga masyarakat diminta segera melaporkan jika ditemukan gejala penyakit misterius tersebut.
Menurut Kepala Divisi Nefrologi Kelompok Staf Medis Ilmu Kesehatan Anak (KSM IKA) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Profesor Dany Hilmanto, 12 pasien ini tercatat masuk sejak Agustus 2022. Pasien yang dirawat didominasi anak berusia kurang dari lima tahun dengan pasien tertua berumur 13 tahun.
”Hari ini ada tiga pasien yang masih dalam perawatan. Ada juga yang membaik dan siap untuk kembali ke rumah. Yang meninggal juga ada, tetapi itu akan disampaikan langsung kepada pimpinan agar tidak ada salah persepsi,” ujar Dany di Bandung, Rabu (19/10/2022).
Para pasien, lanjut Dany, datang dalam kondisi demam, batuk pilek, muntah, hingga menceret. Dia berujar, penyakit gangguan ginjal ini belum diketahui penyebabnya sehingga perlu mendapatkan penanganan yang lebih serius.
Namun, dia mengoreksi penyakit yang ada ini disebut gangguan ginjal ketimbang gagal ginjal. Penekanan ini diperlukan karena gangguan ginjal memiliki beberapa tahapan sehingga petugas medis bisa menentukan kriterianya.
Dany pun meminta masyarakat segera melaporkan kepada fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala yang serupa, terutama dari anak di bawah enam tahun. Penanganan yang cepat diharapkan bisa menghindarkan anak dari potensi penyakit yang lebih parah, bahkan kematian.
Dany berujar, petugas kesehatan saat ini telah dibekali dengan pedoman penanganan gangguan ginjal akut progresif ini. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan bernomor HK.02.02./2/I/3305/2022 yang diterbitkan 28 September 2022 ini menjadi acuan dalam memberikan penanganan, mulai dari pengetesan hingga perawatan.
”Pedoman tata laksana ini sudah menegaskan, apabila masyarakat mengalami gejala, terutama usia di bawah enam tahun, perlu mendapatkan penanganan. Apalagi mengalami demam, batuk pilek, hingga diare yang memanjang lebih dari tujuh hari, segera berobat ke dokter,” paparnya.
Masyarakat tidak perlu panik selama itu (parasetamol cair) digunakan dalam dosis yang terukur. Parasetamol itu 10-15 miligram per kilogram berat badan. Jika berlebihan, bisa menyebabkan toksisitas, metabolisme jadi ginjal berat.
Pelaksana Tugas Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Yanti Herman menjelaskan, antisipasi ini dilakukan sesuai dengan indikasi medis. Diagnosis untuk penyakit gangguan ginjal akut pada anak ini diawali dengan mengamati gejala klinis, salah satunya dari penurunan jumlah buang air kecil atau tidak ada sama sekali.
”Penyakit gangguan ginjal pada anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, tetapi baru mengalami peningkatan pada September. Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum, penurunan atau sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” paparnya melalui keterangan dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id.
Penggunaan obat
Dany juga menyoroti kekhawatiran penggunaan parasetamol cair yang dianggap berkaitan dengan gangguan ginjal pada anak. Dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir selama penggunaan tidak berlebihan, obat tersebut bisa dikonsumsi.
”Masyarakat tidak perlu panik selama itu (parasetamol cair) digunakan dalam dosis yang terukur. Parasetamol itu 10-15 miligram per kilogram berat badan. Jika berlebihan, bisa menyebabkan toksisitas, metabolisme jadi ginjal berat,” paparnya.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Profesor Muchtaridi memaparkan, kandungan yang menjadi perhatian itu adalah senyawa dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol. Kedua senyawa ini ditemukan dalam kasus gangguan ginjal di Gambia, salah satu negara di Afrika Barat.
Muchtaridi memaparkan, dietilen glikol dan etilen glikol merupakan pelarut obat parasetamol yang memiliki rasa manis. Namun, kedua senyawa ini mengalami oksidasi sehingga memicu pembentukan batu ginjal.
”Jika kondisi ini terjadi pada anak-anak yang notabene ginjalnya lebih kecil, dampak yang ditimbulkan akan parah. Yang paling berbahaya ketika kondisi ini terjadi di negara-negara kering, seperti Gambia,” ujarnya.
Menurut Muchtaridi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, obat penyebab kematian di Gambia tidak terdaftar di Indonesia. Jadi, keterkaitan antara dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol masih perlu ditelusuri lebih lanjut.