Sumber Air Panas Pemandian Sipoholon yang Bergeser Pascagempa Tapanuli Utara
Kolam permandian air panas Sipoholon mengering pascagempa Tapanuli Utara. Mata air panas yang lama mati, tetapi muncul mata air panas baru. Air panas itu muncul dari Patahan Sumatera.
Oleh
NIKSON SINAGA
·6 menit baca
Kolam-kolam permandian air panas Sipoholon mengering pascagempa berkekuatan M 5,8 yang mengguncang Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, awal Oktober lalu. Mata air panas yang lama mati, tetapi muncul banyak mata air panas baru.
Pergeseran itu merupakan fenomena yang lazim terjadi pada mata air panas yang muncul dari Patahan Sumatera. Mata air panas yang muncul dari Patahan Sumatera itu berbeda dengan air panas lainnya di Sumatera Utara, seperti Sibayak atau air panas Samosir yang terjadi karena proses pemanasan oleh magma gunung api.
Para pengelola air panas pun menjadi sibuk membentuk kembali kolam dan parit dari mata air panas yang baru muncul di hamparan lapisan hidrotermal di Kecamatan Sipoholon, Kamis (10/6/2022). Bau belerang menyeruak di antara semburan air panas. Sementara beberapa mata air tua pun tampak mati dan mengering.
”Mata air panas sempat mengering, ’kantong’ kami pun ikut mengering sepekan ini karena permandian air panas harus tutup karena sumber airnya berpindah,” kata Daniel Situmeang (44), pengelola Permandian Air Panas Edelweis Sipoholon.
Permandian air panas di Kecamatan Sipoholon merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Tapanuli Utara, khususnya untuk wisatawan lokal. Belasan permandian berdiri di tepi Jalan Lintas Sumatera itu.
Pengunjung umumnya adalah para pelaku perjalanan yang melintas dari Medan ke arah Tapanuli. Namun, sejak gempa berkekuatan M 5,8 mengguncang Tapanuli Utara pada Sabtu (1/10/2022), kolam-kolam di permandian air panas Sipoholon mengering karena mata air berpindah beberapa meter.
Daniel pun menunjukkan beberapa mata air panas yang mati sejak gempa terjadi. Kolam dan parit dari mata air itu pun ikut kering. Namun, beberapa meter di sekitarnya muncul lebih banyak mata air baru dengan debit air yang lebih banyak.
Air yang menyeruak dari celah tanah itu pun membentuk kolam baru. ”Suhu air dari mata air yang baru ini lebih panas daripada sebelumnya. Mata air baru ini hampir mendidih,” kata Daniel.
Daniel menuturkan, pergeseran mata air panas selalu terjadi setiap gempa terjadi dengan kekuatan cukup besar. Ia pun menunjukkan lubang mata air panas yang mati karena gempa tahun 1987, gempa 2004, dan gempa 2011.
Daniel mengatakan, permandian air panas mulai dibuat masyarakat di Sipoholon sejak awal 1980-an. Ketika itu hanya dibuat bak mandi kecil untuk para pelaku perjalanan yang beristirahat di Sipoholon. Permandian itu pun semakin diminati hingga berkembang menjadi belasan permandian dengan kolam-kolam permandian yang besar.
Permandian di Sipoholon pun diminati karena bau belerang yang tidak terlalu keras dan tidak menimbulkan pedih di mata seperti yang umum terjadi pada permandian dari mata air gunung api. Air panas di Sipoholon pun tidak berasa asam.
Tambang kapur
Sebelum menjadi pemandian air panas, warga di Sipoholon menambang lapisan kapur yang terbentuk di sekitar mata air panas. Mereka menggalinya dan setiap keluarga bisa menjual hingga 5 ton per minggu dengan harga Rp 100.000 per ton.
Ia pun menunjukkan hamparan lapisan belerang yang sudah habis ditambang masyarakat. Menurut Daniel, hasil dari belerang itu dijual ke Medan untuk digunakan sebagai bahan cat dan kapur.
”Setelah ada permandian air panas yang memberikan penghasilan lebih baik, kami berhenti menambang lapisan belerang,” kata Daniel.
Hal serupa dikatakan Erwin Butar-Butar (35), pengelola Permandian Air Panas Sabas. Sudah sepekan mereka memperbaiki parit agar air panas bisa mengalir kembali ke kolam-kolam mereka. ”Permandian air panas ini sumber penghidupan kami. Setiap minggu, sekitar 1.000 orang berkunjung ke kawasan permandian ini. Jumlahnya lebih banyak ketika hari libur,” kata Erwin.
Ahli Geologi Indiyo Pratomo mengatakan, mata air panas yang terdapat dalam satu garis Patanah Sumatera mulai dari Sipoholon sampai Tarutung berbeda dengan air panas lain yang ada di Sumut. Mata air panas di Tapanuli Utara terbentuk karena adanya patahan yang menyebabkan air tanah masuk hingga mendekati lapisan mantel Bumi dan mengalami peningkatan suhu oleh energi panas bumi.
Air panas itu pun menimbulkan tekanan sehingga mencari celah atau retakan untuk muncul ke atas permukaan Bumi. Mata air panas yang muncul dari Patahan Sumatera ini pun berbeda dengan air panas Sibayak atau air panas Samosir yang terjadi karena proses pemanasan oleh magma gunung api.
Karena mata air panas Sipoholon muncul dari Patahan Sumatera, guncangan gempa pun sangat rentan menggeser mata air. Lapisan tanah akan bergeser dan dapat menutup rekahan mata air panas sebelumnya. Di saat yang sama, tekanan air panas mencari celah lain dan berpindah membentuk mata air baru di permukaan.
Indiyo mengatakan, air panas yang muncul ke permukaan pun lebih mudah melarutkan mineral dari dalam tanah dan membawanya ke permukaan. Hal ini yang membuat lapisan tanah di sekitar mata air panas membentuk lapisan hidrotermal dan membentuk batuan kaolin berwarna putih.
”Salah satu yang paling sering terbawa air panas adalah gas belerang yang terperangkap di dalam tanah,” kata Indiyo.
Jika dilihat dari atas Bukit Siatas Barita, kata Indiyo, hamparan permukiman dari Tarutung hingga Sipoholon berada di bawah tebing Sesar Besar Sumatera. Karena berada di atas patahan, daerah itu pun sangat rawan gempa sekaligus bisa memunculkan sumber mata air panas yang banyak.
Mata air panas yang muncul dari Patahan Sumatera ini pun berbeda dengan air panas Sibayak atau air panas Samosir yang terjadi karena proses pemanasan oleh magma gunung api.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I Medan Hendro Nugroho menjelaskan, perpindahan mata air panas Sipoholon adalah fenomena alam yang lazim terjadi di daerah patahan.
Pergeseran mata air panas itu pun, kata Hendro, tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanik Danau Toba sebagaimana ramai diperbincangkan di media sosial. ”Reservoir di dalam lapisan air tanah kemungkinan tertutup oleh pergerakan sesar. Reservoir ini lalu muncul di tempat lain,” kata Hendro.
Sejalan dengan apa yang disampaikan pengelola air panas, Hendro mengatakan, pergeseran mata air panas sudah pernah terjadi di Sipoholon pascagempa 1987. Namun, berselang satu minggu, mata air panas itu muncul lagi di tempat sebelumnya.
Hendro menjelaskan, gempa tektonik kerak dangkal kerap terjadi di Tapanuli Utara khususnya di daerah Tarutung sampai Sipoholon. Kawasan itu merupakan pertemuan Segmen Renun sejauh 220 kilometer dengan potensi kekuatan gempa maksimum M 7,8 dan Segmen Toru yang membujur ke selatan sejauh 95 km dengan kekuatan maksimum M 7,4.
BMKG mencatat, telah terjadi pergerakan sesar aktif pada Segmen Toru dan Renun sejak lama dengan waktu kejadian gempa tidak terlalu lama. Pada 1916 terjadi gempa dengan kekuatan M 6,8; pada 1921 berkekuatan M 7,0; tahun 1984 dengan guncangan M 6,4; dan pada 1987 bermagnitudo 6,6. Pada 14 Juli 2011 juga terjadi gempa berkekuatan M 5,5 di sekitar Sarulla.
”Munculnya mata air panas ini sangat wajar terjadi di daerah Sesar Besar Sumatera. Tarutung hingga Sipoholon merupakan daerah tektonik dan bisa memunculkan banyak mata air panas baru,” kata Hendro.
Air panas Sipoholon pun kini sudah mulai mengalir lagi ke kolam-kolam. Air panas yang muncul di tepi Sesar Besar Sumatera itu pun menghidupi masyarakat yang hidup di atasnya. Di saat yang sama, bencana gempa selalu mengintai di atas Patahan Sumatera itu….