ASN di Kota Surakarta, Jawa Tengah, kesulitan mempunyai rumah di wilayah kerjanya. Harga hunian yang terlalu tinggi menjadi penyebab. Akibatnya, sebagian memutuskan untuk menumpang dengan orangtua atau indekos.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS – Aparatur sipil negara di Kota Surakarta, Jawa Tengah, kesulitan mempunyai rumah di wilayah kerjanya. Harga hunian yang terlalu tinggi menjadi penyebab. Akibatnya, sebagian memutuskan untuk menumpang dengan orangtua atau indekos. Bahkan, ada yang terpaksa melaju dari kota lainnya.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Surakarta Dwi Ariyatno tak memungkiri adanya temuan mengenai kesulitan aparatur sipil negara (ASN) mempunyai rumah. Harga hunian yang ditawarkan tak sepadan dengan nominal yang mesti dikeluarkan untuk mencicil kepemilikan rumah, terutama bagi pegawai dengan golongan rendah.
”Jelas tidak mungkin bisa (mempunyai rumah). Di Kota Surakarta, rerata harga tanah saja sudah mencapai Rp 6 juta hingga Rp 10 juta per meter. Harga rumah di wilayah pinggiran juga sudah terhitung tinggi,” kata Dwi saat dihubungi pada Kamis (6/10/2022).
Rata-rata keuangan ASN, kata Dwi, hanya mampu membeli rumah seharga Rp 300 juta-Rp 400 juta per unit. Itu pun hanya rumah dengan tipe 36. Lokasi perumahan juga berada di pinggiran, seperti wilayah Ngemplak di Kabupaten Boyolali, wilayah Mojolaban, Bekonang, dan Gatak di Kabupaten Sukoharjo, serta wilayah Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar. Beberapa daerah tersebut tergolong dalam lapis ketiga dari Kota Surakarta.
Sementara harga hunian dengan jarak terdekat dari Kota Surakarta sudah tak terjangkau lagi. Nominal yang harus ditebus mulai dari Rp 500 juta sampai miliaran rupiah. Beberapa di antaranya juga masih rumah berlantai satu. Adapun wilayah terdekat, yang juga disebut dengan lapis satu, meliputi area Solobaru dan Kartasura di Kabupaten Sukoharjo hingga Colomadu dan Palur di Kabupaten Karanganyar. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju Kota Surakarta kurang dari 30 menit.
Adapun rata-rata penghasilan ASN, sebut Dwi, sebesar Rp 3 juta hingga Rp 7 juta per bulan. Besaran itu sudah termasuk dengan tunjangan tambahan penghasilan yang mereka terima setiap bulan. Cicilan rumah yang berada di lapis satu kota rata-rata Rp 4 juta per bulan.
”Kalau ingin membeli yang dekat memang cukup berat. Porsi cicilan yang terpotong dari penghasilan mereka setiap bulan bisa 50-60 persen,” kata Dwi.
Dengan demikian, ungkap Dwi, banyak pegawai yang masih tinggal seatap bersama orangtua mereka. Selain itu, ada juga yang memilih indekos. Itu disebabkan mayoritas pegawai yang berasal dari luar kota. Paling jauh berasal dari Yogyakarta. Beberapa di antara mereka memutuskan untuk menjadi pelaju karena harga hunian tak terjangkau lagi.
”Memang, salah satu pertimbangannya, keluarga masih di sana (Yogyakarta). Mau beli tanah di sini belum mampu. Mau mengontrak sepertinya tanggung. Mau indekos juga tanggung. Akhirnya nglaju setiap pagi. Tetapi, itu, kan, memindah cost, dari biaya untuk rumah jadi mobilitas,” kata Dwi.
Belakangan ini, wacana pembuatan perumahan khusus bagi ASN mengemuka. Terlebih setelah berlangsung pertemuan antara Direktur Utama PT Taspen Antonius Nicholas Stephanus Kosasih dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (4/10/2022). Kedua belah pihak berencana bekerja sama pembuatan perumahan khusus.
Lewat kerja sama tersebut, Kosasih mengungkapkan, pihaknya ingin memberikan opsi hunian terjangkau bagi para ASN. Menurut pendataannya, terdapat sekitar 50 persen pegawai di kota tersebut yang belum memiliki rumah. Padahal, ia menilai, para pegawai sebenarnya mempunyai kondisi keuangan yang baik karena penggajiannya tak pernah terlambat. Kondisi itu seharusnya memungkinkan mereka mencicil hunian.
Sejauh ini, lanjut Kosasih, terdapat dua jenis perumahan yang akan dibangun, yakni rumah tapak dan rumah susun. Pembangunan rumah tapak terganjal keterbatasan luasan tanah. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dengan pemerintah daerah lainnya. Lain halnya dengan rumah susun yang membutuhkan tanah tak terlalu luas.
”Yang vertikal (rumah susun). Ini bisa dilaksanakan segera. Sekarang sedang dicari tanahnya. Skema (pembiayaanya) juga sedang disusun. Kami usahakan akhir tahun sudah bisa diluncurkan. Paling tidak yang tahap pertama,” kata Kosasih.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyambut baik rencana tersebut. Lahan lokasi pembangunan rumah susun sudah ditentukan. Namun, pihaknya masih enggan membeberkannya. Sedikitnya ada 200 unit yang akan dibangun pada tahap awal. Persoalan skema pembiayaan sedang dalam pembahasan.
Gibran menambahkan, ASN yang belum mempunyai rumah dan bergolongan rendah yang diprioritaskan untuk memperoleh hunian dalam program tersebut. Kriteria lainnya ialah ASN yang selama ini menjadi pelaju. Dengan program tersebut, pihaknya ingin mempermudah kerja para pegawai di lingkungan pemerintahan.
”Kami ingin memudahkan ASN agar bisa dekat ke kantor. Banyak yang belum punya rumah. Di sini kebanyakan ASN juga orang luar kota semua,” kata Gibran.