Butuh Anggaran Besar, Pemda Masih Pertimbangkan Mobil Listrik untuk Kendaraan Dinas
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan instruksi terkait penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas. Namun, pemerintah daerah di sejumlah wilayah masih mempertimbangkan hal itu karena masalah anggaran.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 terkait penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas operasional untuk instansi pemerintah pusat dan daerah. Namun, pemerintah daerah di sejumlah wilayah masih mempertimbangkan penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan dinas karena anggaran yang dibutuhkan cukup besar.
Demikian dikatakan Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar, dan Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko saat diwawancarai secara terpisah, Rabu (21/9/2022) dan Kamis (22/9/2022). Ketiganya mengatakan, belum ada kepastian terkait rencana membeli mobil listrik untuk kendaraan dinas.
”Kalau berbicara mobil listrik menjadi bagian ketentuan pusat yang tentunya perlu ada proses di daerah. Satu kaitannya dengan kemampuan anggaran. Hampir semua daerah dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terbatas masih belum sampai ke sana,” ujar Didik.
Didik memaparkan, bagi daerah dengan anggaran terbatas, pilihan yang lebih memungkinkan adalah menyewa mobil listrik dalam kurun waktu tertentu. Penyewaan bisa bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan begitu, pemerintah daerah perlu mengeluarkan anggaran yang sangat besar.
Menurut Didik, ada beberapa pertimbangan soal pemanfaatan mobil listrik di Kabupaten Malang. Topografi yang tidak rata dan wilayah yang luas membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang harus cermat memilih skema penggunaan mobil listrik.
Terkait penelitian pembuatan mobil listrik, ia menyebut, ada beberapa sekolah dan perguruan tinggi di Kabupaten Malang yang telah mencoba membuat. ”Tinggal kalau diseriusi itu bagaimana pengembangannya, bagamana hak patennya,” katanya.
Sementara itu, Dewanti Rumpoko mengatakan, Pemerintah Kota Batu kemungkinan baru bisa memprogramkan pembelian mobil listrik mulai tahun depan. Saat ini, Pemkot Batu mendapat informasi terkait ketersediaan kendaraan listrik berikut harganya.
”Mumpung ada pembahasan APBD. Mungkin tahun depan mulai bisa diprogramkan untuk pembelian mobil listrik. Pemerintah daerah belum mendapat informasi terkait ketersediaan dan harga mobil. Itu mesti diketahui dulu supaya bisa dianggarkan,” kata Dewanti.
Adapun Abdullah Abu Bakar mengatakan, kendaraan dinas di Pemkot Kediri rata-rata merupakan kendaraan sewa. Oleh karena itu, apabila ke depan ada persewaan mobil listrik, tidak tertutup kemungkinan Pemkot Kediri akan memanfaatkannya juga.
”Soal mobil listrik, saya sepakat saja kalau memang itu kebijakan yang baik, bisa mengurangi beban pemerintah,” ujar Abu.
Bagi daerah dengan anggaran terbatas, pilihan yang lebih memungkinkan adalah menyewa mobil listrik dalam kurun waktu tertentu.
Sebelum ada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022, Abu menyebut, Pemkot Kediri sudah mendiskusikan penggunaan energi terbarukan. Dia berharap, perhotelan, perbankan, dan industri besar di Kota Kediri bisa menggunakan panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada PLN. Apalagi, salah satu pesantren di Kediri sudah memakai panel surya untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Inpres Nomor 7 Tahun 2022 memerintahkan kementerian, lembaga, pemerintah pusat dan daerah, TNI, dan Polri supaya beralih secara berkala ke mobil listrik. ”Kapan? Secepatnya,” ujar Moeldoko seusai menghadiri acara di Kota Batu, Rabu sore.
Menurut Moeldoko, pembiayaan untuk peralihan ke mobil listrik itu bisa berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD. Selain itu, anggaran di luar APBN dan APBD juga bisa digunakan. Mobil listrik itu juga diperoleh dengan cara membeli atau menyewa.
”Bagaimana aturan, spesifikasi, dan besaran anggaran diatur Kemenhub (Kementerian Perhubungan). Kalau tadinya berkaitan dengan cc (kubikasi untuk kendaraan bahan bakar fosil), sekarang dengan kWh (kilowatt jam untuk kendaraan listrik). Pembiayaan yang kWh besar kecil karena terkait jarak tempuh dan harga akan diatur oleh Kementerian Keuangan,” ujar Moeldoko.
Ia menambahkan, penggunaan kendaraan listrik berjalan bertahap disesuaikan dengan kesiapan industri dan ekosistemnya. ”Intinya ini sebuah semangat baru oleh Presiden. Kalau tidak sekarang, kapan lagi. Urgensinya dari segi subsidi, pemerintah menyubsidi Rp 192 juta per tahun pada mobil dan Rp 3,7 juta untuk sepeda motor dalam satu tahun. Kalau agregatnya dikumpulkan akan mengurangi APBN,” katanya.