Sendirian di Rumah, Anak di Bawah Umur Jadi Korban Pemerkosaan
Sedang berada sendirian di rumah, WA (15) menjadi korban kejahatan seksual RS (22). Orangtua perlu mengedukasi secara dini kepada anak-anak sehingga pada akhirnya mereka secara mandiri mampu melindungi diri.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — WA (15), seorang anak asal Kelurahan Giyanti, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh teman kakak iparnya, RS. Tindak kejahatan ini terjadi di kamar korban saat dirinya sedang sendirian di rumah.
RS mengaku, perbuatan itu sama sekali tidak direncanakan sebelumnya. Semula, dia hanya datang untuk mencari temannya, kakak ipar korban, dan niat melakukan pemerkosaan muncul ketika melihat korban sedang berada sendirian di rumah. Peristiwa itu terjadi pada Kamis (18/8/2022) siang.
”Niat untuk menyetubuhi korban muncul secara tiba-tiba saja,” ujarnya, Jumat (26/8/2022).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Temanggung Ajun Komisaris Bambang Subekti mengatakan, tersangka yang telah melakukan tindak pencabulan terhadap anak bawah umur dinyatakan telah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Undang-Undang RI (UURI) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto UURI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UURI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UURI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UURI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 76E juncto Pasal 82 UURI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto UURI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UURI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dengan pelanggaran tersebut, tersangka terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Direktur Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Defirentia One Muharomah, mengatakan, tindak kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk di rumah sendiri, yang selama ini dianggap sebagai lingkungan yang paling aman.
Berangkat dari kondisi tersebut, hal terpenting yang perlu dilakukan orangtua adalah melakukan edukasi secara dini kepada anak-anak sehingga pada akhirnya mereka secara mandiri mampu melindungi dirinya sendiri.
Edukasi yang dimaksud, antara lain, adalah dengan mengajarkan kepada anak bagaimana menjaga bagian vitalnya, mengajarkan mana bagian tubuh yang boleh disentuh dan mana yang tidak. Demi mencegah terjadinya aksi kekerasan seksual, anak-anak pun harus diajari untuk lebih peka dan mengenali modus-modus pelaku tindak pelecehan yang biasanya akan merayu, membujuk, dan memberikan iming-iming tertentu.
Selain itu, anak juga harus diajari memberikan reaksi menolak dan melakukan tindakan meminta tolong saat diperlukan. Dalam hal ini, menurut dia, orangtua juga harus lebih peka mengamati perkembangan perilaku anak dan perubahan sikap yang terjadi ketika anak tersebut sudah menjadi korban.
”Ketika anak sudah mulai menunjukkan gejala psikis dan fisik yang terluka karena kekerasan seksual, orangtua pun harus sigap melaporkannya ke aparat keamanan setempat,” ujarnya.