Festival Sepaku IKN dan Suasana Batin yang Menontonnya
Kecamatan Sepaku meriah dengan berbagai perlombaan dan hiburan Festival Sepaku IKN di bulan Agustus 2022 ini. Di balik kemeriahan itu, ada kekhawatiran akan nasib warga setempat ke depan.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Riyadi datang bersama istri dan kedua anaknya, sesaat sebelum pengumuman lomba. Pria 42 tahun itu ingin mendengar langsung desanya disebut sebagai juara kedua pertandingan sepak bola antardesa. Malam itu, sekitar pukul 19.30 Wita, Sabtu (20/8/2022), adalah perayaan terbesar Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang pernah Riyadi ikuti di tempat tinggalnya, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Pria yang 15 tahun terakhir menetap di Desa Bukit Raya itu sangat terhibur dengan adanya perhelatan lomba-lomba yang diikuti para warga di sana. Bagaimana tidak, sudah sekitar dua tahun tak pernah ada kegiatan panggung hiburan dan lomba di sana lantaran kegiatan dibatasi untuk menghindari Covid-19.
Malam itu adalah malam puncak Festival Sepaku Ibu Kota Nusantara (IKN). Rangkaian kegiatan lomba dilaksanakan sejak awal Agustus bagi seluruh desa di Sepaku, wilayah yang ditetapkan sebagai titik mula pembangunan IKN. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pemerintah provinsi.
Bak melepaskan dahaga akan hiburan, ratusan warga dari 11 desa di Kecamatan Sepaku berkumpul di lapangan. Tua, muda, hingga anak-anak memenuhi seluruh sisi panggung. Selain menyaksikan pengumuman lomba, mereka juga menikmati hiburan di panggung yang megah, seperti dangdut, tari-tarian, dan membeli aneka makanan yang dijual.
Menteri LHK Siti Nurbaya yang datang untuk menutup kegiatan malam itu berujar, Festival Sepaku IKN tak hanya untuk memeriahkan HUT Ke-77 Kemerdekaan RI. ”Sekaligus untuk menyambut kerja nyata membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) bersama masyarakat,” katanya dalam sambutan.
Bahkan, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi dan Pelaksana Tugas Bupati Penajam Paser Utara Hamdam menginginkan kegiatan itu bisa dilaksanakan setiap tahun. Pernyataan itu disambut tepuk tangan meriah warga.
Namun, kemeriahan malam itu tak lantas membuat Riyadi tenang begitu saja. Ada kekhawatiran dan pertanyaan yang belum terjawab di benaknya mengenai IKN yang bakal dibagun di tempat tinggalnya.
”Saya kan bertani sawit. Apakah masih bisa nanti ada kebun sawit di sekitar IKN kalau sudah jadi?” katanya di tepi panggung, saat berbincang dengan Kompas.
Di satu sisi, ia bersyukur adanya pengumuman IKN dipindah ke Kaltim. Sebab, jalan utama di Sepaku yang sebelumnya rusak parah, mulai 2020 sudah diperbaiki. Hal itu berdampak positif, yakni harga kebutuhan pokok yang lebih murah karena ongkos angkut barang mudah.
Tapi, harga tanah sekarang gila-gilaan di sini. Satu hektar di pinggir jalan itu sudah miliaran. Dulu, sebelum ramai IKN, ndak sampai Rp 100 juta 1 hektar. Yang jauh dari jalan raya bahkan ada yang di bawah Rp 50 juta sehektar. (Riyadi)
Sebelumnya, kebutuhan pokok warga Sepaku didatangkan dari Kota Balikpapan yang berjarak sekitar 90 kilometer. Kondisi sebelumnya dengan jalan rusak membuat harga barang pokok memiliki selisih harga Rp 3.000-Rp 10.000 dengan harga di Kota Balikpapan. Kini, setelah jalan mulus, semua harga kebutuhan pokok sama dengan harga di Kota Balikpapan.
”Tapi, harga tanah sekarang gila-gilaan di sini. Satu hektar di pinggir jalan itu sudah miliaran. Dulu, sebelum ramai IKN, ndak sampai Rp 100 juta 1 hektar. Yang jauh dari jalan raya bahkan ada yang di bawah Rp 50 juta sehektar,” katanya.
Permukiman warga
Di awal pembangunan IKN, pemerintah bakal membangun kawasan inti pusat pemerintahan atau KIPP seluas 6.671 hektar. Sebagian besar lahan yang digunakan merupakan hutan tanaman industri yang dikelola PT ITCI Hutani Manunggal.
Pembangunan itu kelak akan meluas hingga 56.180 hektar untuk mewujudkan wilayah yang disebut Kawasan IKN. Artinya, luas K-IKN setara dengan setengah luas Kecamatan Sepaku yang luasnya 117.200 hektar.
Pemerintah belum menyebutkan secara rinci apakah seluruh wilayah IKN itu bakal menggunakan area hutan tanaman industri saja, atau juga menggunakan lahan warga. Informasi itu amat penting bagi warga untuk bersiap diri.
Salah satunya Yanto (37), pedagang pentol keliling yang berjualan di malam penutupan Festival Sepaku IKN. Sebagai warga yang tinggal di dekat titik nol IKN, berjarak sekitar 5 kilometer, Yanto belum pernah diberi tahu oleh pemerintah apakah rumahnya bakal digunakan untuk pembangunan IKN atau tidak.
Yanto berharap tetap bisa tinggal di Sepaku. Di dalam benaknya, jika Kecamatan Sepaku semakin ramai, peluang untuk mengembangkan usahanya akan semakin besar. Pemikirannya sederhana, calon konsumen bakal semakin banyak jika ada IKN.
”Ya, kalau nanti rumah saya dipakai untuk IKN, otomatis saya ndak bisa lagi tinggal di sini. Mau cari lahan atau beli rumah di sini harganya sudah tinggi banget. Padahal, saya pingin juga bisa usaha di IKN,” harap Yanto.
Pemerintah diharapkan tak serta-merta mengganti rugi lahan warga jika kelak digunakan untuk IKN. Menurut dia, pemerintah bisa menata ulang Kecamatan Sepaku. Pemerintah, misalnya, menyediakan lahan khusus bagi warga yang sudah menetap lebih lama di sekitar IKN. Jadi, pembangunan sekolah, universitas, rumah sakit, dan fasilitas umum lain yang bakal dibangun di IKN bisa juga dinikmati oleh warga seperti Yanto. Fasilitas-fasilitas itu selama ini sulit didapatkan warga.
Sebelumnya, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono menyampaikan bahwa pemerintah menyiapkan tim untuk mendata lahan warga yang kelak digunakan sebagai IKN. ”Penggunaan lahan akan mengikuti peraturan perundang-undangan,” katanya sesuai mengikuti upacara 17 Agustus di Titik Nol IKN.
Mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, bentuk ganti rugi lahan tak melulu berupa uang. Ada beberapa alternatif, seperti tanah pengganti, saham, atau bentuk lain yang disepakati.
Kembali ke kegiatan penutupan Festival Sepaku IKN. Malam itu, lapangan di Desa Bukit Raya begitu meriah. Lampu sorot di panggung amat terang dengan sejumlah sajian hiburan, baik tari tradisional maupun modern.
Di antara kerumunan warga yang menonton dan menghadap panggung utama, Riyadi berbisik kepada Kompas. ”Warga seperti saya ndak dilibatkan dalam pembangunan sudah biasa,” katanya terkekeh-kekeh,