Kapal Cantrang Kembali Langgar Zona Tangkap di Natuna
Sebuah kapal cantrang asal Pati ditangkap nelayan tradisional Natuna karena melanggar zona tangkap. Konflik antarnelayan terus berulang akibat pemerintah tidak tegas mengatur penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Nelayan tradisional di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, menangkap sebuah kapal cantrang asal Pati, Jawa Tengah, karena melanggar zona tangkap. Ini peristiwa kedua, sebelumnya sebuah kapal cantrang asal Pati ditangkap Polair di Pulau Subi karena masalah serupa.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, Selasa (16/8/2022), mengatakan, penangkapan oleh nelayan itu terjadi pada 15 Agustus lalu. Saat itu, ada lima kapal cantrang yang tengah beroperasi di perairan yang berjarak kurang dari 7 mil laut (12,9 kilometer) dari garis pantai Pulau Serasan.
”Empat yang lain kabur saat didatangi nelayan tradisional dari Pulau Serasan. Satu yang tertangkap itu kapal dari Pati, Kapal Motor (KM) Soyo Sentoso yang berbobot 71 gros ton,” kata Hendri saat dihubungi dari Batam.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di WPP RI dan Laut Lepas disebutkan, kapal ikan yang berukuran di atas 30 gros ton hanya boleh beroperasi di Jalur Penangkapan Ikan III. Jalur itu merupakan perairan yang berjarak di atas 12 mil laut (22,2 km) dari garis pantai.
Selain melanggar zona tangkap, menurut Hendri, KM Soyo Sentoso juga menggunakan alat tangkap cantrang. Hal itu diketahui dari mata jaring mereka yang berbentuk ketupat.
Sejak Mei 2021, cantrang telah dilarang. Sesuai dengan Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan, cantrang diganti menjadi jaring tarik berkantong. Berbeda dengan cantrang, mata jaring tarik berkantong berbentuk persegi.
Hendri mengatakan, alat tangkap cantrang, seperti yang dipakai KM Soyo Sentoso, merupakan alat tangkap aktif yang menyapu ikan hingga dasar lautan. Akibatnya, banyak bubu dan rumpon nelayan lokal di Pulau Serasan yang ikut rusak tersapu cantrang.
”Nelayan Natuna meminta kapal dan Kementerian KP supaya datang ke Pulau Serasan untuk membuat kesepakatan yang isinya melarang kapal-kapal ikan berukuran besar beroperasi di perairan yang berjarak kurang dari 30 mil laut (55,5 km),” ujar Hendri.
Konflik nelayan tradisional di Natuna dengan kapal cantrang asal pantai utara Jawa sudah berulang kali terjadi. Yang terakhir, medio Februari 2022, Satuan Polisi Air dan Udara Polres Natuna menangkap satu kapal ikan asal Pati yang diduga melanggar zona tangkap di perairan Pulau Subi.
Polisi kemudian membawa kapal ikan asal Juwana itu ke Pelabuhan Selat Lampa di Pulau Natuna Besar untuk penyelidikan lebih lanjut. Di lokasi itu, nelayan setempat dan Pemkab Natuna ikut turun memeriksa kapal tersebut.
Saat itu, Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda mengatakan, Kementerian KP harus meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang berpotensi merusak lingkungan. Kebijakan pemerintah mengganti cantrang dengan jaring tarik berkantong masih menyisakan celah yang bisa dimanfaatkan kapal nakal.
Contohnya, di palka kapal tangkapan Polairud itu, Rodhial dan perwakilan nelayan menemukan cantrang. ”Kapten kapal mengaku itu adalah alat cantrang lama. Dia bilang alat itu sudah tidak dipakai, tetapi bisa saja dipakai karena tidak ada yang mengawasi aktivitas kapal ini di laut,” katanya, Kamis (18/2/2022).