Temukan Kapal Ikan dengan Cantrang, Nelayan Natuna Minta Pemerintah Tegas
Nelayan tradisional dan Pemerintah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang dengan tegas penggunaan cantrang. Masih banyak celah dalam aturan itu.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Nelayan tradisional dan Pemerintah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, akan mengirim surat protes kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait operasionalisasi kapal cantrang di Laut Natuna. Sebelumnya, nelayan lokal menemukan satu kapal ikan dari Pati, Jawa Tengah, membawa alat tangkap cantrang yang penggunaannya telah dilarang pemerintah.
Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda, Selasa (22/2/2022), mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang berpotensi merusak lingkungan. Kebijakan pemerintah mengganti cantrang dengan jaring tarik berkantong masih menyisakan celah yang bisa dimanfaatkan kapal nakal.
Sebelumnya, Satuan Polisi Air dan Udara Polres Natuna menangkap satu kapal ikan asal Pati yang melanggar zona tangkap di perairan Pulau Subi, Natuna, Kamis (17/2/2022). Kapal itu beroperasi di perairan yang berjarak kurang dari 30 mil (55,5 km) dari garis pantai pulau terdekat.
Polisi kemudian membawa kapal itu ke Pelabuhan Selat Lampa di Pulau Natuna Besar untuk penyelidikan lebih lanjut. Di lokasi itu, nelayan lokal Natuna ikut turun ke lapangan untuk memeriksa alat tangkap di kapal tersebut.
Kebijakan pemerintah mengganti cantrang dengan jaring tarik berkantong masih menyisakan celah yang bisa dimanfaatkan kapal nakal.
Di palka kapal asal Pati itu, Rodhial dan nelayan setempat menemukan cantrang. ”Kapten kapal mengaku itu adalah alat cantrang lama. Dia bilang alat itu sudah tidak dipakai, tetapi bisa saja dipakai karena tidak ada yang mengawasi aktivitas kapal ini di laut,” katanya.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri menambahkan, kapal asal Pati itu juga membawa jaring tarik berkantong. Namun, jaring tarik berkantong di kapal itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sejak Mei 2021, cantrang telah dilarang pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan, cantrang diganti menjadi jaring tarik berkantong.
Panjang tali selambar di jaring itu mencapai 4.800 meter (m), padahal Permen KP No 18/2021 membatasi panjang tali selambar maksimal 900 m. Mata jaring di kapal asal Pati itu juga berbentuk ketupat, bukan kotak seperti yang diatur dalam Permen KP No 18/2021.
Menurut Hendri, alat tangkap yang diklaim kapten kapal sebagai jaring tarik berkantong itu sebenarnya adalah cantrang yang dimodifikasi secara asal-asalan. Pemilik kapal hanya memodifikasi bagian pinggir cantrang dengan jaring bermata kotak sepanjang 3 m.
”Kapal asal Pati yang berukuran 130 gros ton itu tidak mungkin menggunakan jaring yang disulam seperti itu. Sulaman di jaring akan jebol jika mengangkat tangkapan ikan lebih dari 100 kilogram,” ujar Hendri.
Sementara Rodhial berpendapat, alat tangkap yang diklaim sebagai jaring tarik berkantong itu tidak ada bedanya dengan cantrang. Terkait hal itu, Pemkab Natuna akan melayangkan protes kepada Menteri KP.
”Walaupun kami, sebagai pemerintah daerah, tidak punya kewenangan di laut, masyarakat kami adalah orang yang paling berhak untuk memanfaatkan laut ini demi kesejahteraan mereka,” kata Rodhial.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia M Abdi Suhufan menilai, Kementerian KP perlu mengawasi pelaksanaan Permen KP No 18/2021 secara konsisten di lapangan. Penegakan hukum di laut terhadap penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, seperti cantrang, harus dilakukan.