Pembangunan Rumah Warga Miskin dari Dana Zakat di Aceh Diduga Dikorupsi
Pembangunan rumah untuk warga miskin di Aceh Utara yang bersumber dari dana zakat tidak berjalan sesuai rencana. Diduga karena dana pembangunan rumah itu dikorupsi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Pembangunan rumah warga miskin di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, yang bersumber dari dana zakat diduga dikorupsi. Kejaksaan Negeri Aceh Utara menetapkan lima tersangka.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Aceh Utara Arif Kadarman, Rabu (3/8/2022), menuturkan, setelah melalui rangkaian penyidikan, akhirnya lima orang ditetapkan sebagai tersangka melakukan korupsi program pembangunan rumah itu.
Anggaran pembangunan rumah untuk warga miskin berasal dari dana zakat yang dihimpun oleh Baitul Mal Aceh Utara tahun anggaran 2021. Namun, saat tenggat pembangunan berakhir, rumah-rumah itu tidak rampung.
Lima tersangka itu adalah YI (43), Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara; Z (39), koordinator tim pelaksana; ZZ (46), Kepala Sekretariat Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); M (49), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK); dan RS (36), ketua tim pelaksana.
Arif mengatakan, kasus itu didalami dan tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lain. Pada 2021, Baitul Mal Aceh Utara menganggarkan Rp 11,2 miliar dana zakat untuk membangun 251 rumah layak huni untuk keluarga miskin. Spesifikasi rumah yang dibangun tipe 36 dan konstruksi beton/permanen. Besaran biaya untuk setiap rumah sekitar Rp 60 juta. Sistem pembangunan swakelola, bukan tender.
”Pekerjaan mulai 31 Agustus 2021 dengan jangka waktu pengerjaan selama 120 hari. Namun, hingga kini, sebagian besar pembangunan rumah tersebut belum selesai,” kata Arif.
Perkembangan pembangunan beberapa rumah masih di bawah 50 persen. Penyebab rumah tidak rampung itu diduga karena para tersangka menyalahgunakan anggaran. Para tersangka dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kejaksaan belum mengeluarkan besaran nilai kerugian sebab harus mengunggu hasil audit Inspektorat Aceh Utara.
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh Askalani menuturkan, korupsi dana zakat yang dperuntukkan untuk pembangunan warga miskin tergolong kejahatan luar biasa. Askalani berharap para pelaku dihukum berat. ”Mereka layak dihukum penjara seumur hidup atau hukuman mati. Perbuatan mereka sungguh merugikan warga miskin,” katanya.
Sebelum penetapan tersangka, Gerak Aceh juga melakukan penelusuran. Hasil yang mereka temukan adanya dugaan korupsi dengan menurunkan anggaran pembangunan sehingga pelaksana mendapatkan lebih banyak untung.
”Dalam petunjuk teknis, laba yang ditoleransi maksimal Rp 8 juta per rumah. Namun, ada indikasi mereka mau ambil untung lebih besar sehingga rumah tidak rampung,” kata Askalani.
Askalani mengatakan, dalam perencanaan, rumah-rumah itu harus sudah rampung Januari 2022. Namun, hingga Agustus 2022, rumah-rumah itu tidak semua rampung. Bahkan, sebagian rumah-rumah itu masih di bawah separuh.
Askalani mendorong kejaksaan untuk mendalami kasus itu lebih jauh, termasuk siapa saja penerima uang dari tindak pidana korupsi. ”Rumah adalah kebutuhan primer. Karena korupsi, warga miskin tidak bisa menempati rumah. Mereka layak dihukum berat,” kata Askalani.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan pejabat daerah di Aceh agar menghindari perilaku korupsi. Setiap rupiah pengelolaan anggaran publik harus dapat dipertanggungjawabkan.
Firli mengatakan, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang melanggar hak asasi manusia. Dia mencontohkan, korupsi terhadap bantuan sosial telah merampas hak warga miskin. Padahal, pelaku korupsi adalah orang-orang yang kaya materi dan bergaji besar. Rendahnya integritas dan buruknya sistem memicu pengelola anggaran publik melakukan korupsi. Oleh karena itu, ia mengatakan, perlu pendidikan integritas dan perbaikan sistem agar korupsi dapat diberantas.