Korban Keributan Suporter Sepak Bola di Sleman Meninggal
Keributan suporter sepak bola yang terjadi pada Senin (25/7/2022) di Kabupaten Sleman berbuntut panjang. Seorang korban yang dianiaya dalam peristiwa itu meninggal dunia setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Keributan suporter sepak bola yang terjadi pada Senin (25/7/2022) di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berbuntut panjang. Seorang korban yang dianiaya dalam peristiwa itu meninggal dunia setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Ironisnya, korban disebut tak terlibat dalam keributan yang terjadi.
Korban yang meninggal dunia itu adalah Tri Fajar Firmansyah (23), warga Padukuhan Tambakbayan, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman. Tri meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara (RSPAU) Hardjolukito, Kabupaten Bantul, DIY, sejak Senin (25/7/2022).
Ayah Tri, Wahyudi (59), menuturkan, sang anak meninggal dunia pada Selasa (2/8/2022) sekitar pukul 14.10 di RSPAU Hardjolukito. Wahyudi menyebut, selama delapan hari dirawat di RSPAU Hardjolukito itu, kondisi Tri sangat memprihatinkan.
”Dia enggak sadar delapan hari sejak masuk sampai Selasa kemarin,” kata Wahyudi saat ditemui di rumah duka, Rabu (3/8/2022) pagi.
Seperti diberitakan, pada Senin (25/7/2022) terjadi keributan di sejumlah lokasi di Sleman. Keributan itu melibatkan suporter klub sepak bola Persis Solo yang berasal dari Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Para suporter Persis Solo itu sedang dalam perjalanan menuju Magelang, Jawa Tengah, untuk mendukung tim kesayangan mereka. Namun, saat melintasi wilayah Sleman, mereka terlibat keributan dengan sekelompok orang.
Setelah keributan itu, ada beberapa kelompok orang yang berkonvoi di wilayah DIY untuk mencari para suporter Persis Solo. Pada saat itulah terjadi beberapa insiden, termasuk penganiayaan terhadap Tri.
Wahyudi menuturkan, sehari-hari, Tri bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Pada sore hari sebelum kejadian, Tri sempat meminta untuk disuapi makanan oleh sang ayah. ”Sore itu, sebelum kejadian, dia minta makan dan disuapi sama saya. Setelah makan, saya shalat dan masuk kamar,” ujarnya.
Setelah itu, Wahyudi menambahkan, Tri berbicara dengan temannya melalui telepon, lalu pergi keluar rumah. Tri kemudian diketahui pergi ke dekat supermarket di wilayah Kecamatan Depok. Di tempat inilah Tri dianiaya oleh sejumlah orang.
”Setelah itu, saya dengar anak saya kena musibah itu. Rasanya sakit hati saya,” kata Wahyudi.
Selama delapan hari dirawat di RSPAU Hardjolukito itu, kondisi Tri sangat memprihatinkan.
Wahyudi menyebut, Tri merupakan suporter klub sepak bola PSS Sleman. Anak ketiga dari tiga bersaudara itu kerap menonton PSS Sleman di sejumlah tempat. Namun, Tri sebenarnya tidak terlibat dalam keributan suporter sepak bola yang terjadi pada 25 Juli lalu.
”Anak saya enggak salah apa-apa. Enggak paham soal ribut-ribut itu,” kata Wahyudi.
Usut tuntas
Wahyudi berharap kasus penganiayaan terhadap Tri bisa diusut secara tuntas. Dia juga berharap kasus ini tidak merembet pada kejadian lainnya. ”Biar anak saya saja yang mendapat musibah ini. Kami menerima cobaan ini,” ujarnya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sleman Ajun Komisaris Rony Prasadana mengatakan, dalam keributan suporter sepak bola itu, terdapat satu orang yang menjadi korban penganiayaan. Dia menyebut, setelah dianiaya, korban dalam kondisi kritis.
”Kondisi korban kritis karena luka di kepala bagian belakang. Secara kasatmata, kepala belakang korban retak dan ada pembengkakan kelenjar di kepala akibat serangan benda tumpul,” kata Rony dalam konferensi pers di Sleman, Selasa (26/7/2022).
Rony menyebut, korban sebenarnya tidak terlibat dalam keributan suporter tersebut. Dia menambahkan, Polres Sleman akan mengusut tuntas kasus penganiayaan ini. ”Jangan sampai ada perbuatan-perbuatan melawan hukum akibat insiden itu, kasihan yang tidak bersalah,” katanya.