Digitalisasi membawa berkah melimpah bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Lewat ranah digital, pemasaran produk mereka semakin luas. Tidak lagi dibatasi jarak dan wilayah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Digitalisasi membawa berkah melimpah bagi para pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah atau UMKM. Lewat ranah digital, pemasaran produk mereka semakin luas. Tidak lagi dibatasi jarak dan wilayah. Ketekunan mencari celah dalam ruang maya mengantarkan kelompok usaha kecil tersebut menuju kesuksesan di tengah segala keterbatasan.
Sunarni (53) terlihat begitu sibuk di ruang tamunya, di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Rabu (13/7/2022). Puluhan kain batik dengan berbagai motif dan warna menumpuk pada meja dan kursi dari ruang tamu tersebut. Dengan telaten, ia memilah kain batik tulis dan batik cetak, atau printing, agar dikumpulkan sesuai jenisnya.
Seusai memilah, Nani, panggilan karib Sunarni, mengambil empat potong kain batik tulis berwarna coklat dan gelap. Kain-kain tersebut bermotif truntum. ”Ini pesanan dari Solo (Kota Surakarta). Memang sudah langganan lama. Katanya mau dipakai untuk acara pernikahan. Tinggal dikirim saja ini,” kata pemilik usaha batik bernama Batik Nurul Hidayah tersebut.
Sebelum menjadi pengusaha batik, Nani bekerja pada juragan batik di kampungnya. Sebenarnya, tugasnya ialah membatik kain. Namun, kadang-kadang ia juga melayani pembeli karena sang juragan jarang berada di toko. Dari situ, ia melihat peluang bisnis batik mengingat permintaan yang harus dipenuhi oleh tempatnya bekerja cukup tinggi.
Pada 2014, barulah Nani memulai bisnis batiknya yang diberi nama Batik Nurul Hidayah. Pelanggan awal diperolehnya dengan mengikuti pameran UMKM yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen. Kerap kali pameran diadakan di luar kota.
”Nah, orang-orang yang beli tidak saya lepas begitu saja. Kalau saya ada produk baru, selalu saya kirim WA (Whatsapp). Ya, kebetulan banyak yang cocok dan masih berlangganan sampai sekarang,” kata Nani.
Nani sadar betul. Kemudahan teknologi mesti dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, pemasaran daring digencarkannya. Lebih-lebih setelah ada fitur Story pada aplikasi Whatsapp. Banyak transaksi yang dihasilkan lewat metode itu. Kini, ia juga membuat akun Instagram untuk bisnisnya. Akun tersebut dikelola oleh putrinya sendiri.
”Adanya internet ini memudahkan sekali. Pasar saya bisa lebih luas sampai ke mana-mana. Malah sampai sekarang toko saya hanya ruang tamu ini. Barangnya saja yang keluar kota,” tutur Nani seraya berseloroh.
Kami berharap untuk skala bisnis akan berkembang. Secara otomatis, nantinya juga berpengaruh pada omzet UMKM sehingga mereka bisa naik kelas dengan go-digital atau terdigitalisasi. (Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno)
Mustofa (44), warga Kota Surakarta, punya kisah serupa dengan Nani. Dahulu, ia juga pekerja dari sebuah perusahaan batik besar di kotanya. Sejak 2010, ia iseng-iseng mulai menjual kemeja batik lewat media sosial Facebook dan Blackberry Messenger. Ternyata keisengan itu justru menghasilkan pundi-pundi rupiah. Pada 2014, ia keluar dari pekerjaannya untuk fokus mengurus bisnis daringnya yang bernama Batik Kalimataya.
Adapun produk yang dijualnya berupa bermacam-macam produk pakaian bermotif batik, mulai dari kemeja, blus, hingga gaun. Kemeja menjadi produk yang paling laris dibeli di lapaknya. Untuk jenis batik, terentang dari batik cap sampai batik cetak, atau printing.
Saat ini, ungkap Mustofa, media sosial yang dioptimalkan untuk memasarkan produknya ialah Instagram. Akunnya adalah @batikkalimataya. Ia juga berjualan lewat aplikasi lokapasar seperti Tokopedia, Lazada, dan Shopee. Ketekunannya menggeluti bisnis daring berbuah manis. Kini, omzet kotornya Rp 50 juta hingga Rp 70 juta per bulan. Pelanggannya banyak yang berasal dari luar kota, yaitu Bandung, Jakarta, hingga Palembang. Bahkan, sempat ada pelanggan dari Malaysia.
”Memang saya dibesarkan dari sistem online. Lumayan ramai dari situ. Sampai Covid-19 kemarin, penjualan tetap ramai. Penjualan saya justru drop waktu akun Instagram diretas orang,” kata Mustofa.
Selama menjalani bisnis, Mustofa menyebut, pihaknya sudah menerima banyak pendampingan berusaha. Salah satunya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Ada banyak kelas yang bisa dipilih seperti pemasaran digital hingga pemotretan produk. Menurut dia, kelas-kelas semacam itu sangat bermanfaat karena mampu mendorong pelaku usaha sepertinya menghasilkan produk sebaik-baiknya agar bisa diterima secara luas oleh pasar.
Dihubungi secara terpisah, Rektor UNS Jamal Wiwoho menyatakan, perguruan tingginya punya keberpihakan tinggi pada kelompok UMKM. Sebisa mungkin program pengabdian masyarakat melibatkan atau bermanfaat bagi pelaku usaha kecil tersebut. Misalnya, lewat UNS Fintech Center, terdapat program pendampingan berupa optimalisasi media sosial untuk pemasaran produk.
”Di sisi lain, kami juga baru saja membuat prodi baru, yaitu Bisnis Digital. Ini untuk menjawab tantangan zaman terkini. Harapan kita, prodi ini bisa didekatkan dengan UMKM untuk ikut memajukan mereka lewat digitalisasi,” kata Jamal.
Dorongan agar UMKM terdigitalisasi juga datang dari sektor perbankan. Di Kota Surakarta, Bank Jateng termasuk bank yang paling getol melakukannya. Sepanjang 2021-2022, sudah ada 1.035 UMKM yang didampingi di kota tersebut.
Selama pendampingan, materi yang diberikan antara lain pengelolaan lokapasar, pemasaran digital, media sosial, branding, pengemasan, perizinan, legalitas usaha, dan akses permodalan. Pihak lokapasar juga digandeng langsung sebagai pemateri dalam kelas pendampingan. Salah satunya ialah Shopee. Langkah semacam itu ditempuh guna membuka perspektif pelaku UMKM mengenai pentingnya digitalisasi usaha.
Dari sisi permodalan, hingga Juni 2022, total kredit sektor produktif dan UMKM yang telah disalurkan Bank Jateng mencapai Rp 4,2 triliun. Segala pendampingan yang diberikan niscaya membuat modal yang telah dikucurkan bisa dikembangkan menjadi lebih besar lagi. Sebab, pelaku usaha tidak dilepas begitu saja setelah memperoleh akses permodalan.
”Kami berharap untuk skala bisnis akan berkembang. Secara otomatis, nantinya juga berpengaruh pada omzet UMKM sehingga mereka bisa naik kelas dengan go-digital atau terdigitalisasi,” kata Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno.