Digitalisasi UMKM Perkuat Kemandirian Ekonomi Bangsa
Sektor UMKM punya potensi besar untuk berkontribusi dalam perekonomian nasional. Digitalisasi ikut memperluas pasar sekaligus menjadi peluang terciptanya kemandirian ekonomi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah, atau UMKM punya potensi besar untuk berkontribusi dalam perekonomian nasional. Lewat digitalisasi, sektor usaha tersebut akan berkembang kian optimal seiring meluasnya pasar. Kenaikan kelas sektor usaha tersebut sekaligus menjadi jalan menuju kemandirian ekonomi.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi bertajuk ”Peran UMKM dalam Membangun Kemandirian Ekonomi Melalui Transformasi Digital” yang digelar harian Kompas dan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) dengan dukungan Bank Jateng, di Gedung Ki Hajar Dewantara UNS, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (15/6/2022). Acara tersebut juga bagian dari Festival Bulan Bung Karno.
Dalam pidato kuncinya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan, kemandirian ekonomi belum benar-benar bisa dicapai bangsa ini meski sudah merdeka puluhan tahun. Seiring peringatan Bulan Bung Karno, dia mengajak merefleksikan kembali salah satu konsep Trisakti gagasan Soekarno, yakni berdikari di bidang ekonomi. Menurut dia, kemandirian ekonomi bisa dicapai dengan mengangkat kelas UMKM yang punya kontribusi besar dalam perekonomian nasional.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah, saat ini terdapat 64,2 juta UMKM. Mereka berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07 persen atau setara dengan Rp 8,5 triliun. Tenaga kerja yang berhasil diserap mencapai 97 persen. Catatan-catatan itu menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki sektor usaha tersebut.
Agar UMKM naik kelas, kata Ganjar, perlu ada berbagai dorongan dan stimulus berupa pendampingan usaha, permodalan, hingga menciptakan pasar. Usaha mengangkat kelas UMKM hendaknya ditempuh dengan metode pentaheliks yang melibatkan para pemangku kepentingan lintas sektor. Mulai dari pemerintah, perguruan tinggi, hingga swasta.
”Jika pendampingannya baik, UMKM akan naik kelas dengan sangat bagus. Pelatihan ini bisa berjalan dan ujungnya kemandirian ekonomi bakal lebih banyak. Entrepreneur juga semakin banyak,” kata Ganjar.
Dalam kegiatan sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menyatakan, digitalisasi UMKM adalah sebuah keniscayaan di era normal baru. Serangkaian pembatasan selama pandemi Covid-19 membuat pelaku usaha memutar otak. Pemasaran digital menjadi jalan keluar dalam situasi serba sulit.
Dampak pandemi
Kondisi itu tampak dari survei Bank Indonesia kepada 2.970 responden. Sebesar 65,6 persen responden menerapkan strategi berjualan daring untuk menekan dampak pandemi. Strategi lain di antaranya menambah produk, efisiensi biaya, hingga fokus ke usaha sampingan.
”Di sini, kami melihat pentingnya digitalisasi sehingga perlu kita dorong dan fasilitasi hal tersebut. Ini juga untuk mewujudkan percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sebab, digitalisasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga memperluas akses pemasaran,” kata Juda.
Direktur Akses Pembiayaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Hanifah Makarim menyepakati hal tersebut. Menurut dia, dengan memasuki plaftorm digital, pasar yang dijangkau tidak lagi dibatasi jarak. Hal tersebut diyakini bakal ikut mendongkrak penjualan pelaku usaha tersebut. Adapun cara paling sederhana untuk terdigitalisasi ialah memasuki lokapasar (marketplace).
Hanifah menambahkan, digitalisasi hendaknya tidak sekadar memasukkan dagangan ke lapak daring. Konsep pengaturan keuangan juga perlu didigitalisasi, yang memungkinkan keluar masuk uang tercatat rapi dan profesional. Selama ini, masalah yang dihadapi pelaku UMKM adalah pengelolaan keuangan usaha yang dijadikan satu dengan rumah tangga.
”Dengan teknologi digital, sebenarnya mereka dimudahkan. Sekarang juga sudah banyak aplikasi pengaturan keuangan tersebut. Selain itu, pembayaran nontunai juga harus digalakkan. Ini memudahkan konsumen dan penjual karena semuanya tercatat dengan baik,” kata Hanifah.
Pengajar FEB UNS Putra Pamungkas menjelaskan, adaptasi digital oleh pelaku UMKM paling dipengaruhi oleh usia pemilik usaha. Pemilik usaha berusia muda akan cenderung adaptif dengan perubahan karena lebih melek teknologi. Lain halnya dengan pemilik usaha yang berusia tua. Mereka akan kesulitan dan perlu pendampingan intensif.
Faktor lainnya, lanjut Putra, ialah aspek kompetisi usaha. Semakin banyak UMKM yang terdigitalisasi, akan membuat UMKM yang belum terdigitalisasi merasa tertekan. Tekanan itu yang nantinya bakal mendorong pelaku usaha untuk mempertimbangkan masuk ke ranah digital. ”Untuk itu, upaya dorongan digitalisasi ini perlu menyesuaikan dengan kondisi dari para pelaku usaha yang disasar,” katanya.
Rektor UNS Jamal Wiwoho meyakini, transformasi dan penguatan ekosistem digital akan berdampak baik bagi perkembangan daya saing ekonomi nasional. Digitalisasi dinilai akan meningkatkan produktivitas dan kinerja UMKM. Untuk itu, langkah tersebut perlu diprioritaskan oleh pemerintah.
Dari ranah akademis, kata Jamal, pihaknya mendukung berbagai program pemerintah yang sudah dijalankan. Salah satunya, UNS mengkreasikan kurikulum demi menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang sesuai kebutuhan industri. FEB UNS, misalnya, telah membuka program studi Bisnis Digital. Ini sekaligus menyikapi persoalan lapangan mengenai banyaknya kebutuhan tenaga untuk melakukan literasi digital pada kalangan UMKM.
”Hadirnya SDM lulusan perguruan tinggi dengan penguasaan teknologi digital yang mumpuni sangat ditunggu para pelaku UMKM untuk memberikan pendampingan aktivitas bisnisnya,” kata Jamal.