Tingkat Penetrasi Internet 77 Persen, Pemerintah Akan Dorong Lebih Tinggi
Upaya meningkatkan keterjangkauan akses internet di masyarakat membutuhkan kolaborasi serius pemerintah dan swasta. Sejauh ini, tingkat penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 77,2 persen.
’
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 77,02 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2021 yang sebesar 272,68 juta jiwa. Demikian laporan riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia bertajuk Profil Internet Indonesia 2022 yang dirilis Juni 2022. Pemerintah mengharapkan persentase penduduk yang terkoneksi dengan internet bisa mendekati 90 persen pada 2024.
”Apabila upaya pemerataan keterjangkauan infrastruktur telekomunikasi sampai ke pelosok (daerah tertinggal, terdepan, dan terluar/3T) diserahkan kepada swasta seluruhnya, hal itu akan tetap memakan waktu lama. Pemerintah mau tidak mau tetap perlu intervensi. Walaupun, struktur industri telekomunikasi sudah ’sangat swasta’ (pasar bebas),” ujar Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif yang ditemui di sela-sela diskusi Indonesia Digital Outlook 2022, Kamis (9/6/2022), di Jakarta.
Di dalam laporan riset Profil Internet Indonesia 2022, terdapat hasil survei penetrasi dan perilaku pengguna internet. Survei ini menggunakan teknik probabilitas sampling dengan multistage random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan bantuan kuesioner pada 11 Januari - 24 Februari 2022. Jumlah sampel survei 7.568 orang berusia 18-55 tahun dan margin kesalahan 1,13 persen.
Dari sisi latar belakang pendidikan, lebih dari setengah responden telah lulus sekolah menengah atas. Dilihat dari segi jumlah pendapatan, lebih dari setengah responden berpendapatan Rp 1 - Rp 5 juta per bulan.
Berdasarkan pembagian wilayah Indonesia, tingkat penetrasi internet di Indonesia bagian barat telah mencapai 77,9 persen, diikuti Indonesia bagian tengah 74,25 persen, dan Indonesia bagian timur 68,65 persen.
Perlu ada satu regulasi khusus yang mampu mengharmonisasikan semua peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga percepatan pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi terjadi.
APJII rutin mengeluarkan laporan riset tingkat penetrasi internet di Indonesia setiap tahun. Sebagai gambaran, tingkat penetrasi internet tahun 2018 adalah 64,8 persen, periode 2019–2020 (dirilis laporannya 2021) 73,7 persen, dan periode 2021-2022 (dirilis laporannya Juni 2022) 77,02 persen.
”Jika pemerintah ingin swasta bersedia membangun sampai ke pelosok, upaya yang bisa diambil pemerintah adalah memberikan stimulus atau insentif kepada mereka. Di sektor industri lainnya kan ada kebebasan pembayaran pajak. Kebijakan yang sama seharusnya bisa diberikan kepada operator telekomunikasi,” ujar Arif.
Arif mengakui, masih ada sejumlah peraturan pemerintah daerah yang kerap menghambat operator penyelenggara jaringan tetap telekomunikasi menggelar infrastruktur. Menurut dia, perlu ada satu regulasi khusus yang mampu mengharmonisasikan semua peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga percepatan pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi terjadi.
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2021, sebanyak 12.548 desa di Indonesia belum menikmati layanan jaringan 4G. Dari jumlah itu, 9.113 desa ada di wilayah 3T yang pembangunan infrastrukturnya menjadi tanggung jawab Bakti Kemenkominfo sampai 2022. Adapun 3.435 desa sisanya termasuk desa nonkomersial yang pembangunan infrastrukturnya menjadi tanggung jawab operator telekomunikasi seluler.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Bobby Adhityo, mengatakan, pemerintah sempat menjanjikan Indonesia merdeka sinyal telekomunikasi pada 2024. Oleh karena itu, senada dengan Arif, pemerintah yang dalam hal ini Kemenkominfo harus memaksimalkan pemakaian dana kewajiban pelayanan universal atau USO untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah pelosok yang biasanya dianggap operator tidak komersial.
”Apabila dana USO dipakai untuk membangun jaringan di daerah 3T, saya rasa sangat cukup. Dana itu kan berasal dari 1,5 persen pendapatan kotor setiap operator. Justru akan salah jika pemerintah tidak memakainya untuk membangun pemancar dengan maksimal,” ujarnya.
Baca juga: Pembangunan Jaringan 4G di 7.904 Desa Tanggung Jawab Pemerintah
Pengurangan
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat M Farhan menyampaikan, dari sisi jaringan tetap telekomunikasi, tingkat rumah tangga yang terhubung dengan jenis jaringan itu masih rendah. Perkiraannya baru empat persen. Padahal, jika lebih dari 50 persen rumah tangga terhubung dengan jaringan tetap telekomunikasi, produk domestik bruto per kapita akan naik 0,9-2 persen.
”Pagu anggaran negara untuk Kementerian Komunikasi dan Informatika mengalami kenaikan dari Rp 5,1 triliun pada 2018 menjadi Rp 21,63 triliun pada 2022. Lalu, pada 2023, pagu indikatif anggaran kementerian itu yang disetujui oleh Kementerian Keuangan turun menjadi Rp 18 triliun. Dengan penurunan ini, kami berharap, Kemenkominfo punya prioritas program yang memang mendukung konektivitas internet warga,” ujarnya saat menghadiri rapat kerja Komisi I DPR dengan Kemenkominfo, Komisi Informasi Pusat, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Dewan Pers, Rabu (8/6/2022), di Jakarta.
Direktur ICT Institute Heru Sutadi, saat dihubungi Kamis, berpendapat, di era digital, jaringan telekomunikasi menjadi tulang punggung. Maka, anggaran pemerintah yang dalam hal ini Kemenkominfo semestinya tidak terlalu berbeda dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang membangun infrastruktur dasar, seperti jalan. Oleh karena itu, anggaran negara untuk penyediaan pemancar dan infrastruktur jaringan telekomunikasi lainnya jangan sampai dikurangi.
”Saran kami, penyusunan anggaran negara untuk infrastruktur digital tetap harus ada. Perencanaannya harus hati-hati. Penganggarannya tetap harus dilihat mana yang lebih dibutuhkan masyarakat,” ujarnya.
Upaya meningkatkan penetrasi internet dengan cara memperluas keterjangkauan infrastruktur telekomunikasi tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Dana USO pun tidak bisa diandalkan sepenuhnya.
Menteri Kominfo Johnny G Plate menegaskan, upaya meningkatkan penetrasi internet dengan cara memperluas keterjangkauan infrastruktur telekomunikasi tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Dana USO pun tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Sebab, selain pemancar untuk daerah 3T, upaya memperluas keterjangkauan infrastruktur telekomunikasi juga akan memakai satelit telekomunikasi Satria I dan II serta perluasan jaringan tulang punggung Palapa Ring.
”Total perolehan dana USO setiap tahun Rp 3,5 triliun. Kami tidak bisa menaikkan persentase pungutan USO sebab akan membebankan operator telekomunikasi, sementara di sisi lain pemerintah sedang ’menghemat’ APBN murni. Kami sedang mengupayakan ada cara inovatif, seperti blended financing,” katanya.
Baca juga: Operasionalisasi Pemancar Jaringan 4G Belum Sesuai Target