Tersangka Kekerasan Seksual Santri di Jombang Segera Disidang
Berkas perkara telah dinyatakan sempurna dan diserahkan kepada penyidik kejaksaan berikut tersangka dan barang buktinya. Proses persidangan pun diantisipasi karena berpotensi dihadiri massa dalam jumlah besar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI, SIWI YUNITA CAHYANINGRUM
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Tersangka kekerasan seksual terhadap santri Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, segera disidangkan. Berkas perkara telah dinyatakan sempurna dan diserahkan kepada penyidik kejaksaan. Tata cara persidangan bakal diatur lebih cermat karena berpotensi dihadiri banyak orang.
Penyerahan berkas perkara dilakukan Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Jatim Komisaris Besar Totok Suharyanto kepada Asisten Pidana Umum Kejati Jatim Sofyan di Rumah Tahanan Medaeng di Sidoarjo, Jumat (8/7/2022). Proses itu disaksikan Kepala Kejari Jombang Tengku Firdaus dan Kepala Rutan Medaeng Wahyu Hendra Jati.
Totok mengatakan, penyerahan berkas perkara dengan tersangka Muchamad Subchi Azal Tsani atau MSAT (42) dilakukan pukul 09.30. Tersangka dibawa ke Rutan Medaeng pada Jumat dini hari, setelah menyerahkan diri pada Kamis (7/7) pukul 23.00 di Ponpes Shiddiqiyyah.
Menurut Sofyan, tersangka bakal dikenai dakwaan berlapis, yakni Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman pidana 12 tahun penjara. Dakwaan kedua Pasal 289 KUHP tentang pencabulan juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara. Adapun dakwaan ketiga adalah Pasal 294 Ayat 2 KUHP tentang pencabulan di satu institusi juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
”Dengan penyerahan tersangka dan barang bukti ini, kami akan segera limpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan ditindaklanjuti dengan persidangan. Mudah-mudahan ini dapat terbukti di persidangan,” ujar Sofyan.
Kepala Kejari Jombang Tengku Firdaus mengatakan, persidangan sengaja digelar di PN Surabaya untuk menjaga situasi keamanan. Hal ini berdasarkan permohonan yang diajukan Kejari Jombang, Polresta Jombang, dan PN Jombang ke Mahkamah Agung. Permohonan itu dikabulkan dengan dikeluarkannya amar putusan MA nomor 170/ KMA/SK/V/2022 tertanggal 31 Mei 2022.
Hingga saat ini, Polda Jatim menerima lima laporan kasus kekerasan seksual terhadap santri Ponpes Shiddiqiyyah. Para korban melaporkan MSAT sebagai pelakunya. Dia menduduki jabatan sebagai wakil rektor di lembaga pendidikan Shiddiqiyyah.
Kasus kekerasan seksual terhadap santri di pesantren tersebut terjadi sejak 2017 dan dilaporkan ke polisi sejak 2018. Polisi sempat menghentikan proses penyidikan. Namun, pada November 2019, ada korban lain yang melapor ke polisi. Penyidik memproses laporan itu dan menetapkan MSAT sebagai tersangka.
Setelah ditetapkan tersangka, MSAT beberapa kali dipanggil penyidik untuk diperiksa dan melengkapi alat bukti. Namun, dia tak pernah datang. Polisi akhirnya melakukan upaya paksa pada Kamis.
Penggeledahan sejak pukul 08.00 itu berlangsung hingga tengah malam. Saat itu, ratusan personel polisi menggeledah pondok untuk mencari tersangka. Puncaknya, tersangka menyerahkan diri pada pukul 23.00. Dia langsung ditahan di Rutan Medaeng Sidoarjo pada pukul 02.30 untuk memudahkan penanganan perkaranya.
Totok menambahkan, dalam proses memburu tersangka MSAT, pihaknya mendapat perlawanan dari ratusan simpatisan dan santri. Sebanyak 321 simpatisan ditangkap dan dibawa ke Markas Polres Jombang. Mereka didata identitasnya dan diperiksa terkait keterlibatan menghalangi tugas polisi.
Sebanyak lima orang di antaranya ditetapkan menjadi tersangka. Salah satunya bernama DD. Dia pengemudi mobil yang menghadang polisi dengan kendaraannya pada 3 Juli 2022.
”Lima tersangka ditahan dengan tuduhan melanggar Pasal 19 UU Nomor 12 Tahun 2022. Mereka melakukan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan seksual berupa merintangi proses penyidikan dan terancam hukuman lima tahun penjara,” ucap Totok.
Totok mengatakan, 315 orang lainnya masih berstatus sebagai saksi. Mereka telah dipulangkan ke rumah masing-masing.
Sementara itu, Kepala Rutan Medaeng Wahyu Hendrajati mengatakan, pihaknya tidak mengistimewakan perlakuan terhadap tersangka. Tersangka harus mengikuti prosedur standar yang ditetapkan, seperti menjalani pemeriksaan awal dan proses registrasi dalam Sistem Database Pemasyarakatan.
”MSAT kini ditempatkan di sel isolasi mandiri khusus tahanan baru berukuran 4 x 5 meter dengan penghuni 10 tahanan baru lainnya,” ucap Wahyu.
MSAT juga belum boleh menerima kunjungan tamu selama masa isolasi. Dia hanya diperbolehkan berurusan dengan penegakan hukum, terkait penanganan perkaranya. Pihak rutan bekerja sama dengan Polda Jatim menjaga tersangka dan mengantisipasi kedatangan pengikutnya.
Kasus kekerasan seksual di pesantren juga terjadi di Banyuwangi. Polres Banyuwangi, Kamis (7/7/2022), menangkap MF, pengurus Ponpes Ihya Ulumudin di Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, terkait kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap enam santrinya. MF ditangkap saat bersembunyi di Lampung.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Banyuwangi Komisaris Agus Subarna mengatakan, kasus itu bermula dari laporan lima santri perempuan dan satu santri laki-laki ke Polres Banyuwangi pada Mei 2022. Dugaan pelecehan itu terjadi pada kurun waktu 2021-2022. Ketika hendak ditangkap, MF melarikan diri.
”MF ditetapkan tersangka, tetapi pondok pesantrennya tetap berjalan karena dia bukan pemilik pondok pesantren. Ia hanya suami pemilik pondok yang diminta membantu mengelola pesantren itu,” kata Agus.