320 Simpatisan Dibawa Polisi, Izin Ponpes Shiddiqiyyah Dicabut
Penangkapan tersangka kekerasan seksual terhadap santri di sebuah pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur, berlangsung alot. Hingga pukul 17.00, polisi belum berhasil menemukan pelaku. Sebanyak 320 simpatisan ditangkap.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
JOMBANG, KOMPAS — Proses penangkapan tersangka kekerasan seksual terhadap santri di sebuah pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur, berlangsung alot. Hingga pukul 17.00, polisi belum berhasil menemukan pelaku yang disinyalir bersembunyi di dalam pesantren. Di sisi lain, sebanyak 320 simpatisan telah ditangkap dan diperiksa di markas kepolisian. Adapun izin operasional Ponpes dicabut.
Pintu gerbang Pondok Pesantren Shiddiqiyyah di tepi Jalan Raya Ploso-Lamongan masih dijaga ketat oleh anggota kepolisian dari Polda Jatim dan Polres Jombang. Pasukan penjaga itu bersenjata lengkap dengan alat pelindung diri seperti tameng dan memakai pelindung kepala.
Penjagaan ketat yang berlangsung sejak pukul 08.00 itu tidak mengendur hingga petang. Hanya lalu lintas truk pengangkut pasukan yang mewarnai situasi di lapangan. Ratusan personel dikerahkan untuk menggeledah area pesantren yang luasnya mencapai 5 hektar dan didalamnya penuh dengan bangunan.
Hingga petang, penggeledahan dalam upaya memburu buronan tersangka MSA (42) belum membuahkan hasil. Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Dirmanto mengatakan, proses pencarian tersangka masih terus berjalan. Banyak ruangan yang harus diperiksa oleh anggota sehingga mereka harus bekerja dengan keras.
”Sementara ini pencarian masih difokuskan di lingkungan Ploso. Berfokus dalam pondok karena banyak ruangan yang harus diperiksa,” ujar Dirmanto.
Selain mengerahkan anggota untuk menggeledah seluruh area pesantren, Polda Jatim juga terus melakukan upaya pendekatan terhadap keluarga pelaku agar mau memberikan informasi keberadaannya. Dirmanto mengimbau kepada keluarga MSA agar membantu polisi.
Tersangka pelaku kekerasan seksual terhadap santri pondok pesantren bernama MSA (42) merupakan putra pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyyah. Peristiwa kekerasan seksual disinyalir terjadi sejak 2017 dan mencuat pada 2018. Namun, korban baru melapor secara resmi ke Polres Jombang pada November 2019 dan sebulan kemudian polisi menetapkan pelaku sebagai tersangka.
Proses penanganan perkara ini sangat panjang dan berliku. Polda Jatim dua kali menghadapi gugatan praperadilan yang dilayangkan oleh tersangka, yakni di PN Surabaya dan PN Jombang. Selain itu, penyidik mengalami tiga kali P19 dan empat kali koordinasi dengan kejaksaan.
”Saya rasa polisi sudah berupaya sehumanis mungkin dalam proses penegakan hukum ini sehingga saya mengimbau pihak keluarga tersangka untuk kooperatif membantu kami,” kat Dirmanto.
Di tengah upaya pencarian terhadap MSA, Polda Jatim telah menangkap seseorang bernama DD. Dia merupakan pengemudi mobil yang menghalangi upaya polisi pada Minggu (3/7/2022). DD sengaja menghentikan kendaraan yang dikemudikannya untuk menghadang polisi yang mengejar MSA.
DD akan diproses hukum karena disinyalir melanggar Pasal 19 UU No 12 Tahun 2022 tentang Kejahatan Seksual. Dia disangka menghalangi penyidik dan terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Selain itu, polisi juga telah menangkap ratusan santri dan simpatisan pesantren yang berada di lokasi. Hingga petang ini, total sebanyak 320 orang simpatisan telah dibawa ke Markas Polres Jombang dengan menggunakan tujuh truk. Selanjutnya, massa tersebut didata identitasnya dan diperiksa serta dipilah-pilah berdasarkan kontribusinya dalam penanganan perkara tersebut.
Saya rasa polisi sudah berupaya sehumanis mungkin dalam proses penegakan hukum ini sehingga saya mengimbau pihak keluarga tersangka untuk kooperatif membantu kami
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur. Pencabutan itu disampaikan oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono dalam pernyataan resminya yang mengungkapkan jika nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.
"”ebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” ucap Waryono di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Tindakan tegas ini diambil karena salah satu pemimpinnya yang berinisial MSA merupakan DPO kepolisian dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri. Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
Waryono mengatakan, pencabulan tidak hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama. ”Kemenag mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut,” kata Waryono.
Kementerian Agama kan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.
”Yang tidak kalah penting agar para orangtua santri ataupun keluarganya dapat memahami keputusan yang diambil dan membantu pihak Kemenag. Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri,” kata Waryono.
Sementara itu, pihak Ponpes Shiddiqiyyah belum mengeluarkan pernyataan apa pun kepada wartawan. Pesan yang dikirimkan kepada pengurus belum mendapatkan tanggapan.