Santri Shiddiqiyyah Difasilitasi Pindah ke Pesantren Lain
Seluruh santri yang bermukim di pondok dan di luar pondok difasilitasi melanjutkan pendidikan ke lembaga pendidikan lain.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Seluruh aktivitas pesantren dan kegiatan pendidikan atau belajar-mengajar di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur, dihentikan menyusul dicabutnya izin operasional lembaga tersebut oleh Kementerian Agama. Seluruh santri yang bermukim di pondok dan di luar pondok difasilitasi melanjutkan pendidikan ke lembaga pendidikan lain.
Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur saat ini tengah mendata jumlah santri dan siswa yang mengikuti kegiatan pesantren dan pendidikan di Ponpes Shiddiqiyyah. Berdasarkan asesmen sementara, peserta didik di lembaga tersebut mulai dari usia roudlotul anfal atau setara taman kanak-kanak hingga usia madrasah aliyah atau setara sekolah menengah atas.
Ponpes Shiddiqiyyah belum memiliki lembaga pendidikan setara perguruan tinggi meskipun di sana ada jabatan rektor dan wakil rektor. Kata rektor dan wakil rektor hanya istilah untuk menyebut pimpinan lembaga pendidikan. Penjelasan itu disampaikan terkait dengan tersangka kasus dugaan kekerasan seksual MSA (42) yang menjabat sebagai wakil rektor.
Para santri dan siswa ini akan difasilitasi untuk pindah ke lembaga pendidikan lain atau pesantren lain. (Muhammad As’adul Anam)
Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, terhitung sejak Kamis (7/7/2022). Pencabutan itu disampaikan oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono dalam pernyataan resminya yang mengungkapkan jika nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.
”Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” ujar Waryono.
Tindakan tegas ini diambil karena salah satu pemimpinnya yang berinisial MSA masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri. Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
Waryono mengatakan, pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
”Kemenag mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut,” ujarnya.
Kemenag akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kantor Kemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.
”Yang tidak kalah penting agar para orangtua santri ataupun keluarganya dapat memahami keputusan yang diambil dan membantu pihak Kemenag. Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri,” kata Waryono.
Muhammad As’adul Anam menambahkan, pencabutan izin operasional ini telah disampaikan kepada pengurus pondok pesantren. Menurut Anam, pihak pondok bisa menerima keputusan tersebut dengan sikap baik dan bersedia mengikuti aturan pemerintah pusat dan daerah.
Seperti diberitakan sebelumnya, putra pengasuh Ponpes Shiddiqiyyah yang bernama Muhammad Subchi Azal Tsani atau MSA (42) ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual terhadap santrinya sendiri sejak 2019. Berkas perkara dinyatakan sudah lengkap dan memenuhi ketentuan untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jatim untuk segera disidangkan di pengadilan pada awal 2022.
Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta mengatakan, pihaknya punya kewajiban menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan. Namun, tersangka sejak awal proses penyidikan tidak pernah memenuhi panggilan penyidik. Polda Jatim telah melakukan upaya persuasif kepada keluarga pelaku.
”Dalam prosesnya terjadi beberapa kali kesepakatan, tetapi yang bersangkutan belum menepati waktu yang telah disepakati bersama. Dari Februari, Maret, hingga April telah diterbitkan surat panggilan pertama dan kedua, tetapi yang bersangkutan lagi-lagi tidak hadir,” kata Nico.
Polda Jatim kemudian menerbitkan surat perintah membawa yang bersangkutan. Namun, dia juga menolak. Sejak Minggu (3/7/2022), tim Polda Jatim turun untuk menangkap pelaku. Polisi juga melakukan penjemputan tersangka untuk diserahkan ke kejaksaan.
Namun, sekali lagi yang bersangkutan tidak mau menyerahkan diri sehingga pada Kamis (7/7/2022) dilakukan penggeledahan Ponpes Shiddiqiyyah. Penggeledahan yang berlangsung sejak pukul 08.00 itu baru membuahkan hasil menjelang dini hari.
Tersangka akhirnya menyerahkan diri pada pukul 23.00. Pelaku langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan Medaeng di Sidoarjo untuk menjalani pemeriksaan dalam upaya melengkapi barang bukti. Berkaca dari kasus tersebut, Nico meminta semua warga negara agar patuh pada ketentuan hukum dan menghargai proses hukum yang berlaku.