Masyarakat Adat di IKN Butuh Sosialisasi dan Perlindungan
Masyarakat adat di sekitar IKN Nusantara butuh sosialisasi dan perlindungan hak sebelum ibu kota benar-benar dibangun. Pembangunan sumber daya manusia sama pentingnya dengan pembangunan infrastruktur.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Masyarakat adat di sekitar Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur meminta pemerintah melakukan kajian dan sosialisasi khusus terkait pemindahan ibu kota. Mereka butuh pengakuan sebagai masyarakat adat dan terlindungi haknya. Untuk itu, selayaknya masyarakat dilibatkan dalam pembangunan ibu kota baru dan memiliki akses terhadap pendidikan layak.
Hal itu disampaikan perwakilan suku Paser dan suku Balik dalam Kuliah Umum dan Bincang-bincang Ibu Kota Negara (IKN) di Universitas Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (21/6/2022). Kegiatan itu dihadiri Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto.
Dalam sesi diskusi, Eko Supriadi dari Humas Lembaga Adat Paser mengatakan, selama ini masyarakat di Penajam Paser Utara, lokasi yang ditetapkan untuk istana negara baru, hanya mendengar hal-hal futuristik dan indah terkait IKN. Namun, pembahasan mengenai masyarakat adat dan sosialisasi mengenai dampaknya masih minim ke telinga mereka.
”Ancaman terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam belum disampaikan kepada kami. Belum ada penjelasan mengenai dampak yang akan timbul. Apa rencana pemerintah yang bersifat konsepsional dan strategis terhadap permasalahan masyarakat adat di IKN?” ujar Eko.
Ia juga berharap pemerintah tak hanya membangun fisik IKN. Masyarakat asli Penajam Paser Utara, seperti suku Balik dan suku Paser, meminta pemerintah membangun sumber daya manusia yang sudah lebih dulu tinggal di sana turun-temurun. Pasalnya, selama ini akses mereka terhadap pendidikan sangat minim karena letaknya jauh dari kota.
Sementara itu, Kepala Adat Suku Balik Kelurahan Sepaku, Sibukdin (60), meminta pemerintah daerah hingga pusat mengakui masyarakat adat di sekitar IKN. Pasalnya, selama ini mereka hanya hidup berkomunitas dengan masyarakat adat, tetapi belum diakui melalui perda Penajam Paser Utara.
Hal itu membuat Sibukdin dan sukunya tak bisa mengelola hutan adat secara mandiri. Bahkan, mereka saat ini tak memiliki sertifikat lahan meski sudah tinggal turun-temurun di lokasi yang akan dijadikan IKN.
”Lahan untuk ladang berpindah sudah tidak ada. Hutan juga sudah menyempit karena dikuasai perusahaan kayu. Kami akhirnya beli beras untuk makan, tak bisa lagi menanam padi gunung,” ujar Sibukdin.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengatakan, pihaknya sudah membuat kajian awal mengenai masyarakat adat di sekitar IKN. Sebagai lembaga pemikir presiden, Andi sudah menyampaikan hasil kajian itu kepada Presiden Joko Widodo.
Pihaknya juga sudah membuat tim untuk berdiskusi dan mengkaji berbagai aspek budaya, kearifan lokal, hingga daya dukung lingkungan. Hasil kajian tersebut nantinya akan dijadikan bahan pertimbangan pemerintah untuk membuat peraturan turunan UU IKN, seperti peraturan pemerintah dan peraturan presiden.
”Diharapkan dalam 3-4 bulan ke depan bangunan regulasi itu sudah tuntas, termasuk di dalamnya harus segera menangkap apa yang menjadi aspirasi nilai komunitas atau warga di seputaran IKN Nusantara,” ujar Andi.
Dari peraturan turunan itu, kata Andi, juga meliputi pembangunan sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, program pembangunan IKN Nusantara di Kaltim itu tidak hanya membangun ibu kota secara fisik, tetapi juga mewujudkan kota hijau, kota pintar, dan kota dunia.
Dalam persiapan dan pembangunan IKN itu, pemerintah menggandeng kalangan universitas di Kaltim, seperti Universitas Balikpapan dan Universitas Mulawarman Samarinda. Para akademisi di sana dilibatkan untuk membuat kajian dan turut membangun SDM di IKN. Rektor Universitas Balikpapan M Isradi Zainal mengatakan akan turut melakukan kajian terhadap masyarakat lokal dan mendampingi mereka selama pembangunan IKN.