Menyusuri IKN: Jalan Mulus, tapi Ada yang Takut Tergerus
Warga lokal merasa pembangunan IKN semakin dekat. Jalan raya yang kerap dilalui para elite itu mulus dalam waktu singkat. Namun demikian, penyelesaian persoalan warga tak secepat pembangunan infrastruktur itu.
Menyusuri jalan utama Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, awal Juni, banyak perubahan ketimbang saat Presiden Joko Widodo mengumumkan wilayah itu menjadi lokasi ibu kota negara (IKN) yang baru pada Agustus 2019. Kala itu, jalan aspal penuh lubang hingga kecepatan mobil tak bisa lebih dari 60 kilometer per jam.
Di setiap jalan menanjak terdapat tanah yang meluber dari sisi kanan-kiri jalan. Kubangan air sisa hujan juga amat mudah ditemui di setiap jalan berundak. Saat terik, debu pasir atau tanah merah pasti membubung di belakang truk pengangkut sawit atau kayu.
Waktu berjalan, perubahan pun terjadi setelah hampir tiga tahun setelahnya. Seperti tampak pada 7 Juni 2022, jalan utama di Kecamatan Sepaku mulus. Ada yang berupa aspal, ada pula yang berupa jalan cor. Hal itu ditemui sejak Kilometer 38 Bukit Soeharto hingga menuju pintu masuk Titik Nol IKN sepanjang 50 kilometer.
Perjalanan dari Kota Balikpapan ke Kecamatan Sepaku lebih cepat ditempuh, hanya sekitar 2 jam dengan jarak sekitar 90 kilometer. Pada tahun 2019, perjalanan itu memakan waktu sekitar tiga jam dengan melalui jalan yang rusak.
Tak hanya itu, terdapat marka kuning membujur di tengah jalan, sesuatu yang sebelumnya tak ada sama sekali. Tandanya, itu adalah jalan nasional, yakni jalan yang pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaannya ditangani oleh pemerintah pusat, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Erwan (39), petani sawit di Desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku, bercerita, sejak 2021, pembangunan jalan di tempat tinggalnya terus dibenahi. Ia yang lahir di sana baru merasakan akses jalan mulus.
”Jalan bagus, ya, baru sekarang ini. Dulu, saya berangkat ke SD itu masih jalan tanah dan berbatu,” katanya, Selasa (7/6).
Setelah jalan mulus, pengangkutan hasil panennya jadi lebih mudah. Mobil pengangkut sawit bisa parkir sampai di tepi kebunnya. Sebelumnya, ia harus membawa sawit ke tepi jalan raya dengan gerobak terlebih dulu. Setelahnya, baru ditumpuk ke truk.
Jaringan telepon dan internet pun kini sudah lancar di Kecamatan Sepaku. Tower-tower pemancar sinyal sudah terpasang di sejumlah sudut. Sebelumnya, untuk sekadar menelepon kerabat di luar kota, ia harus mencari lokasi yang sedikit lebih tinggi agar percakapan tak putus-putus.
Ramai kunjungan
Kecamatan Sepaku yang sebelumnya hampir tak pernah terdengar di media massa kini seperti ”kecamatan selebriti”. Hampir setiap bulan pejabat sekelas menteri hingga presiden berkunjung dan melewati jalan mulus Sepaku. Bahkan, Presiden Jokowi berkemah di sana pada Maret 2022.
Para elite pejabat itu mengunjungi Bendungan Sepaku Semoi yang disiapkan sebagai salah satu sumber air baku untuk IKN kelak. Mereka juga mengunjungi hutan tanaman industri yang dikelola PT ITCI Hutani Manunggal yang ditetapkan sebagai calon lokasi istana negara.
Tempat presiden kemah itu pun kini laiknya destinasi wisata baru. Sekretaris Camat Sepaku Adi Kustaman mengatakan, kunjungan warga pada Senin-Jumat ke Titik Nol IKN mencapai 1.000 orang per hari. Di akhir pekan, kunjungan melonjak antara 3.000 dan 5.000 orang.
Baca juga : Antisipasi Persoalan Tanah Masyarakat Adat di IKN
Sejumlah warga menerima manfaat dari banyaknya kunjungan itu. Partini (38) berinisiatif membuat kaus bertuliskan ”I Love IKN Nusantara”. Selain warga Sepaku, kaus seharga Rp 85.000 per potong itu pun dibeli pengunjung dari luar kota.
”Sejak Presiden Jokowi kemah sampai sekarang sudah terjual sekitar 1.000 pieces kaus,” ujar penjual pakaian di Pasar Rebo Sepaku itu.
Minim sosialisasi
Meski demikian, berbagai perubahan dan manfaat ekonomi dadakan itu menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak warga. Plang, patok, dan papan yang menandai kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN terpasang di banyak sudut, termasuk di halaman rumah warga.
Namun, warga merasa pemasangan tanda batas itu tanpa sosialisasi yang cukup. Halaman depan rumah Raniah (57) di tepi jalan utama Sepaku, misalnya, turut dipatok. Ia merasa khawatir bakal tergusur dari rumah yang sudah ia tinggali sejak lahir itu.
”Belum ada sosialisasi nanti tanah saya mau diapakan. Rumah saya mau ke mana. Saya takut tergusur atau dipindah ke tempat yang lebih sepi, jadi ndak bisa jualan,” ujar keturunan suku Paser itu.
Kekhawatiran lain dirasakan warga Sepaku lama, sebutan bagi kampung lama di Kelurahan Sepaku. Warga di sana dikenal sebagai suku asli Sepaku karena sudah menetap jauh sebelum era transmigrasi tahun 1970-an. Warga suku Balik dan suku Paser menetap di sana.
Warga khawatir bakal tersisih lantaran tak pernah memiliki surat-surat tanah untuk rumah dan lahan garapan mereka. Kepala Adat Suku Balik Kelurahan Sepaku Sibukdin (60) meminta pemerintah tidak buru-buru membangun IKN meski UU Ibu Kota Negara sudah disahkan.
Saat ini, peraturan bupati itu masih dalam proses harmonisasi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kaltim. Setelahnya, ada pembahasan lanjutan dan evaluasi di biro hukum. Kami targetkan Agustus 2022 sudah ada penetapan Perbup PPU tentang identifikasi masyarakat hukum adat. (Pitono)
Dalam berbagai pertemuan dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, ia selalu meminta agar pendataan, pengakuan, dan perlindungan masyarakat lokal diselesaikan dulu. Mereka khawatir mereka tersingkir untuk kesekian kalinya setelah ada program transmigrasi dan pemberian izin konsesi hutan tanaman industri.
”Lahan garapan kami banyak yang digunakan untuk program transmigrasi. Itu diambil aja karena kami gak punya surat-surat tanah. Sampai sekarang banyak orang kami yang tidak punya surat tanah. Kami takut tergusur,” ujarnya.
Peneliti di Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria serta Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat, Yando Zakaria, mewanti-wanti pemerintah dalam pengadaan tanah IKN. Sebab, problem pertanahan sudah ada sebelum ada pembangunan IKN. Apalagi, belum semua tanah masyarakat adat diakui negara melalui peraturan daerah. Padahal, secara de facto, ada masyarakat adat yang tinggal di daerah tersebut.
”Jika tidak ada kemauan politik dari pemerintah, saya khawatir tanah masyarakat ada tidak diakui dan masyarakat adat dianggap tidak ada karena ketiadaan perda yang mengakui keberadaannya,” katanya (Kompas, 6/5/2022).
Baca juga : Potensi Korupsi Pembangunan IKN
Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara Pitono mengakui bahwa saat ini belum ada masyarakat hukum adat yang diakui oleh pemerintah daerah setempat. Pihaknya masih melakukan harmonisasi Peraturan Bupati PPU tentang identifikasi masyarakat hukum adat.
Sebab, Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014, pengakuan masyarakat hukum adat harus melalui identifikasi terlebih dahulu.
”Saat ini, peraturan bupati itu masih dalam proses harmonisasi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kaltim. Setelahnya, ada pembahasan lanjutan dan evaluasi di biro hukum. Kami targetkan Agustus 2022 sudah ada penetapan Perbup PPU tentang identifikasi masyarakat hukum adat,” ujar Pitono.
Ternyata, jalan di Sepaku yang mulus begitu cepat itu tak sejalan dengan perlindungan masyarakat adat. Pejabat yang lalu lalang berkunjung meninjau lahan untuk megaproyek IKN tak serta-merta menyelesaikan persoalan warga yang ternyata sudah menahun.
Baca juga : Tanahnya Diakui Negara,Masyarakat Adatnya Tidak