Tak Memperkaya Diri, Kades Kinipan Tetap Dituntut Satu Tahun Enam Bulan Penjara
Kepala Desa Kinipan Willem Hengki dituntut satu tahun enam bulan penjara. Meski demikian, jaksa menyatakan Willem Hengki tak memperkaya diri.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Dalam sidang pembacaan tuntutan kasus dugaan korupsi Kepala Desa Kinipan Willem Hengki, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman penjara satu tahun enam bulan dan denda Rp 50 juta. Jaksa juga menyebut terdakwa tidak perlu membayar uang pengganti karena kerugian negara tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.
Hal itu disampaikan salah satu jaksa penuntut umum (JPU), Erikson Siregar, dalam sidang ke-15 kasus dugaan korupsi Kepala Desa Kinipan Willem Hengki di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kota Palangkaraya, Selasa (31/5/2022). Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Erhammudin.
Erikson, saat membacakan tuntutannya, menyatakan Willem Hengki secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tahun 1991 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider JPU.
Erikson juga menyampaikan, Willem Hengki tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer JPU dan membebaskan terdakwa dalam dakwaan primer tersebut. Untuk itu, pihaknya menilai, Willem Hengki tidak terbukti memperkaya diri sendiri, tetapi menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala desa dan memperkaya orang lain.
”Menjatuhkan pidana penjara satu tahun enam bulan kepada terdakwa, menghukum terdakwa dengan membayar denda Rp 50 juta, dan menetapkan agar terdakwa Willem Hengki tidak membayar uang pengganti karena kerugian negara tidak digunakan untuk kepentingan pribadi,” jelas Erikson saat membacakan tuntutan.
Hal itu ditanggapi kuasa hukum terdakwa, Parlindungan Hutabarat, yang menilai bahwa persoalan ini bukan merupakan tindak pidana korupsi. Tidak ada kerugian negara dalam persoalan yang bermula dari tahun 2017, saat terdakwa belum menjabat kepala desa.
”Selama persidangan sudah terbukti bahwa terdakwa hanya membayar utang dari proyek yang dijalankan kepala desa sebelumnya. Itu pun terdakwa konsultasi dulu ke inspektorat juga ke dinas yang mendampingi pemerintah desa,” kata Parlindungan.
Parlindungan menilai, hakim harus memutus bebas terdakwa karena terbukti tidak ada kerugian negara. Bahkan, jalan usaha tani yang menjadi obyek perkara pun masih digunakan hingga saat ini dan bukan merupakan jalan fiktif.
”Tidak ada penyalahgunaan wewenang dan tidak ada kerugian negara sehingga kami meyakini ini bukan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Pasukan merah
Sidang pembacaan tuntutan dalam kasus dugaan korupsi Kepala Desa Kinipan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kota Palangkaraya diwarnai aksi ratusan warga Kinipan dan pasukan merah yang bahkan datang dari Kalimantan Barat. Mereka mendesak Kepala Desa Kinipan Willem Hengki diputus bebas.
Aksi dimulai sekitar pukul 15.00 WIB. Peserta aksi datang dari Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, yang jaraknya lebih kurang 537 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng. Bahkan, pasukan merah yang datang ke lokasi aksi juga datang dari Kalimantan Barat. Mereka menggunakan satu bus besar untuk bisa menghadiri persidangan pembacaan tuntutan Kepala Desa Kinipan Willem Hengki.
Selain melontarkan orasi, peserta aksi juga menggelar ritual adat mulai dari memotong ayam hitam hingga memasang dupa. Mereka bahkan sempat berdoa dan memohon kepada leluhur agar membuka mata hakim.
Selama persidangan sudah terbukti bahwa terdakwa hanya membayar utang dari proyek yang dijalankan kepala desa sebelumnya.
Dalam orasinya, Ketua Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan Effendi Buhing mengungkapkan, mulai dari proses penangkapan Willem Hengki hingga dibawa ke meja sidang, banyak kejanggalan terjadi. Menurut dia, penangkapan dan persidangan Willem Hengki merupakan bentuk kriminalisasi.
Buhing mengatakan, saksi-saksi yang didatangkan kuasa hukum Willem Hengki sudah membuktikan bahwa jalan usaha tani itu tidak fiktif, bahkan masih digunakan hingga saat ini. Dalam proses persidangan, Willem Hengki melalui kuasa hukumnya juga mampu membuktikan bahwa uang yang dibayarkan ke kontraktor itu merupakan pembayaran utang karena proyek tersebut dilaksanakan sebelum masa kepemimpinannya menjadi kepala desa.
”Ini bentuk kriminalisasi. Kami tahu siapa di balik kasus seperti ini karena ini bukan yang pertama. Ini adalah upaya untuk mematahkan perjuangan masyarakat Kinipan yang sedang memperjuangkan hak adat juga tanah atas hutan di Kinipan yang sedang digarap perusahaan,” kata Buhing.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Kota Palangkaraya Yudi Eka Putra menyampaikan, sidang kali ini baru pembacaan tuntutan, belum ada keputusan dari hakim sehingga majelis hakim masih memiliki banyak waktu untuk menilai dan memilah informasi juga bukti selama persidangan digelar. Ia menerima tuntutan dan desakan peserta aksi dan meminta mereka untuk melakukan aksi dengan baik.
”Apa pun keputusan hakim nanti, tolong dihormati,” ujar Yudi.