Ribuan Sumber Energi bagi Kebangkitan Desa Wisata
Pemerintah telah membuka keran mudik pada Lebaran tahun ini. Kedatangan pemudik sama dengan lonjakan kunjungan wisatawan. Lebaran pun menjadi momentum kebangkitan bagi desa wisata.
Pada masa libur Lebaran 2022, angka kunjungan ke sejumlah desa wisata, atau obyek rekreasi di dalamnya, sudah mencapai ribuan orang per hari. Ribuan wisatawan ini menjadi sumber energi bagi terus bangkitnya penopang kesejahteraan warga tersebut setelah dua tahun sebelumnya dibekap pandemi Covid-19.
”Ayo... ayo... semangat!!! Sebentar lagi kita masuk ke pos satu,” teriak seorang perempuan dari balik bebatuan di Gunung Api Purba, Kawasan Desa Wisata Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (1/5/2022).
Dari sela-sela bebatuan, Nike muncul sembari mengusap peluh yang menetes deras di dahinya. Tangan kanannya menenteng ponsel untuk merekam keindahan alam sekaligus perjuangan anggota keluarga lainnya mendaki gunung api purba itu. Tepat 20 menit ia bersama suami dan dua anaknya berhasil mencapai pos satu.
Mereka segera saja menuju tempat istirahat di pos tersebut dan menenggak air mineral yang dibawa. Alih-alih menunjukkan kelelahan, rombongan keluarga itu justru menampilkan wajah semringah. Tak sepenuhnya beristirahat, mereka segera mencari tempat untuk berfoto dengan latar pemandangan sawah dan rimbun pepohonan di bawah gunung.
”Ini baru pertama kali, sih. Seru sekali. Keluarga kami memang sengaja cari tempat-tempat wisata berbasis alam begini. Ini mengobati rasa penat dibandingkan dengan melulu melihat gedung di kota asal kami,” ujar Nike sambil menyengir.
Baca juga: Libur Lebaran Tahun Ini Pulihkan Usaha Kecil dan Desa Wisata
Gunung Api Purba di Desa Nglanggeran menjadi destinasi wisata pertama yang dikunjungi Nike dalam liburan Lebaran kali ini. Informasi mengenai destinasi tersebut diperolehnya lewat tayangan Youtube dan media sosial Instagram.
Nike sengaja datang sehari sebelum perayaan Idul Fitri menghindari keramaian saat jumlah wisatawan melonjak. Menurut Tari (38), salah seorang petugas yang kebetulan tengah berjaga, kedatangan wisatawan meningkat meski perlahan setelah pemerintah membolehkan mudik. ”Saya tidak lagi banyak melamun. Ini sudah bagus sekali kunjungannya,” kata Tari yang juga anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Nglanggeran.
Ketua Pokdarwis Desa Wisata Nglanggeran Mursidi mengungkapkan, peningkatan kunjungan wisatawan sudah terjadi sejak sebelum Lebaran. Dari semula sekitar 50 orang per hari bisa menjadi 150 orang per hari.
Jumlah wisatawan melonjak lagi saat libur Lebaran. Pengunjung berjumlah lebih dari 500 orang pada H2 Idul Fitri atau hari Selasa (3/5). Setelah itu, kembali naik menjadi lebih dari 1.000 orang pada Rabu (4/5).
”Harapan kami, pengunjung desa wisata bisa lebih banyak. Syukur-syukur bisa melebihi dari kunjungan sebelum pandemi Covid-19. Paling tidak menyamainya. Lalu, karena aktivitas wisata diadakan dalam wabah yang belum usai, mohon agar protokol kesehatan senantiasa diterapkan,” ujar Mursidi.
Geliat wisata juga ditunjukkan dari papan pemesanan paket yang terpajang di samping loket Gunung Api Nglanggeran. Semasa pandemi, papan pemesanan itu kosong melompong. Kondisinya berbeda saat ini. Banyak instansi dari beberapa daerah telah menyurvei desa wisata tersebut. Hasilnya, ada lebih dari 500 paket wisata yang akan dijual hingga akhir Mei nanti.
Saya tidak lagi banyak melamun. Ini sudah bagus sekali kunjungannya. (Tari)
Mursidi menambahkan, para pemandu wisata di kawasan tersebut minimal sudah menerima dua dosis vaksinasi Covid-19. Sebesar 50 persen di antaranya juga sudah disuntik vaksin penguat atau booster. Itu merupakan ikhtiar menambah kenyamanan bagi wisatawan.
Untuk tempat menginap, total ada sekitar 80 homestay yang bisa digunakan di desa wisata itu. Namun, hanya 45 homestay yang siap beroperasi, dan dari H-2 sampai H+3 Lebaran, sebagian unit belum bisa menerima wisatawan.
”Kekhasan dari kami adalah wisatawan tinggal bersama masyarakat. Nah, Lebaran ini, sebagian pemilik homestay ada juga yang keluarganya mudik. Jadi, rumah-rumah mereka ditinggali keluarganya lebih dulu,” kata Mursidi.
Baca juga: Tak Lagi ke Luar Negeri berkat Mandiri di Kampung Sendiri
Seputar Borobudur
Di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, para pengelola obyek kunjungan atau destinasi wisata di desa-desa sudah bergerak menyambut lonjakan jumlah pengunjung sejak sebelum masa libur Lebaran.
Agus Prayitno, pemilik Gubuk Kopi Borobudur di Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, mengatakan, dirinya berupaya menyiapkan kapasitas ruang yang lebih luas bagi para tamu yang nantinya akan berkunjung. Tak tanggung-tanggung, ia ”menyulap” tiga kamar tidur di rumahnya menjadi ruang bagi tamu untuk bersantai menikmati kopi, teh, dan gula merah.
”Tiga kamar di bagian depan diubah sebagai ruang untuk tamu, dan tambahan tiga kamar pengganti untuk keluarga, saya bangun di bagian belakang rumah,” ujar Agus. Ketiga kamar yang disulap adalah kamar tidur dia dan istri, kamar tidur anaknya, dan satu kamar yang sebelumnya disiapkan sebagai kamar untuk tamu keluarga yang menginap.
Tamu biasanya datang ke Gubuk Kopi untuk menikmati kopi atau teh tawar sembari mengunyah gula kelapa buatan petani setempat. Ada pula tawaran wisata edukasi tentang proses pembuatan gula kelapa disertai cerita kehidupan masyarakat Desa Karangrejo, yang pada masa lalu terbiasa memetik kelapa dan membuat gula merah sendiri.
Untuk kebutuhan merenovasi tiga kamar dan membangun tiga kamar baru tersebut, dia menghabiskan dana lebih dari Rp 5 juta. Dengan langkah itu, total tamu yang bisa diterima pun bertambah, dari 70 orang menjadi 100 orang.
Agus menambahkan, dia pun berupaya menaikkan volume produksi gula merah. Selama bulan puasa, ia menambah jumlah petani yang semula 12 orang menjadi 16 orang. Tiap petani tersebut bisa menghasilkan 3 kilogram gula kelapa.
Pada tahun lalu, saat pemerintah masih melarang masyarakat mudik, dirinya juga masih tetap menerima kunjungan hingga 100 tamu. Semua tamu tersebut datang mendadak tanpa melakukan reservasi. Pengalaman itu membuat Agus makin optimistis menghadapi tahun ini.
Sejak beberapa hari setelah Idul Fitri, menurut Agus, jumlah kunjungan ke Gubuk Kopi sudah sama seperti sebelum pandemi, dengan rata-rata jumlah tamu lebih dari 1.000 orang per hari. ”Ribuan tamu terus mengalir tanpa putus sejak pukul 07.00 hingga hampir pukul 22.00,” ujarnya.
Aliran tamu tersebut membuat omzet penjualan gula merah di Gubuk Kopi mencapai Rp 5 juta-Rp 6 juta per hari. Kunjungan juga berdampak signifikan pada penjualan produk-produk kerajinan di desa, seperti batik dan cobek.
Baca juga: Kunjungan Wapres Amin dan Api di Bukit Menoreh
Di Desa Wisata Candirejo, Borobudur, persiapan dilakukan dengan menambah destinasi kunjungan dari kelompok perajin. Jika sebelumnya hanya ada tempat usaha kerajinan bambu, batu, dan slondok yang menjadi obyek wisata, Lebaran kali ini ditambah dua destinasi kunjungan lagi, yaitu tempat usaha kerajinan tas anyaman dan aneka keripik.
Ketua Koperasi Desa Wisata Candirejo Tatak Sariawan mengatakan, upaya menambah tempat usaha sebagai destinasi kunjungan dimaksudkan sekaligus sebagai upaya membantu warga, kelompok perajin, yang sebelumnya terdampak pandemi.
Destinasi tempat usaha tersebut adalah sebagian destinasi yang ditawarkan bagi para pengunjung yang memesan paket wisata kunjungan dengan berjalan-jalan menggunakan sepeda, andong, ataupun menempuh wisata trekking.
Tatak memastikan, inovasi juga tidak akan berhenti pada tahun ini. Di saat sekarang, dia dan tim juga sudah merancang paket wisata baru, yaitu cooking class, kelas memasak menu-menu tradisional, seperti ayam ingkung (ayam kampung yang dimasak utuh), berikut dengan menjelaskan makna filosofisnya.
”Proses memasak ini juga akan kami ajari mulai dari cara menangkap ayamnya saat hidup,” ujarnya. Masyarakat desa memiliki cara tertentu untuk menangkap ayam.
Selain itu, Desa Wisata Candirejo saat ini juga berencana akan menampilkan pementasan wayang kertas. Kertas yang dimaksudkan adalah kertas tebal serupa karton.
Dua paket wisata tersebut direncanakan siap untuk ditawarkan kepada pengunjung mulai tahun depan.
Bendrat, Ketua Desa Wisata Wanurejo di Kecamatan Borobudur, mengatakan, setelah dua tahun lebih pandemi, kini di Desa Wanurejo justru muncul empat destinasi wisata baru, di mana sebagian di antaranya muncul dari tempat usaha atau kegiatan produksi sejumlah pelaku UKM, yang kemudian menjadikannya sebagai destinasi wisata edukasi.
Inisiatif dari kalangan pelaku usaha, antara lain, muncul dari kelompok pelaku usaha ukir bambu. Setelah hanya terfokus pada menjalankan kegiatan usahanya masing-masing, di masa pandemi ini, mereka justru bersepakat membuat destinasi wisata baru, yaitu wisata edukasi ukir bambu.
”Dari semula menjalankan usaha perorangan, kini mereka menjalankan usaha bersama,” ujarnya.
Selain berkolaborasi, tiap-tiap destinasi juga terus mengembangkan diri dengan menambah beragam fasilitas. Balkondes Wanurejo, misalnya, sejak setahun lalu mulai menambah area kebun binatang mini atau mini zoo di bagian halaman belakangnya. Bertujuan untuk memikat kunjungan anak-anak, di area ini terdapat 17 jenis binatang, terdiri mulai dari reptil, seperti ular, iguana, hingga unggas seperti angsa.
Wahana ini juga dilengkapi berbagai permainan, seperti becak mini, scooter, dan mobil-mobilan yang semuanya bisa dikemudikan, digunakan anak-anak di halaman di kompleks homestay di Balkondes Wanurejo.
Sekitar 70 persen wisatawan memilih desa wisata yang menyuguhkan keindahan alam, seperti pantai, pegunungan, persawahan, sungai, dan air terjun. (Sinoeng Noegroho Rachmadi)
Sulistyo Nugroho, pengelola mini zoo, mengatakan, semula mini zoo ini dibuat hanya untuk memanfaatkan area belakang yang sebelumnya menjadi lahan apotek hidup, tetapi akhirnya tak terurus. Setelah membersihkan lahan dan membangun fasilitas yang dibutuhkan di dalamnya, area ini memikat banyak pengunjung.
”Dengan harga tiket yang pada tahap awal ditetapkan Rp 2.000 per orang, selama satu bulan pertama area ini dibuka, kami sudah mendapatkan pemasukan sekitar Rp 5 juta,” ujarnya.
Baca juga : Mencicipi Makanan Raja-raja Mataram Kuno
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jateng Sinoeng Noegroho Rachmadi menyebutkan, tren berwisata para pemudik pada libur Lebaran 2022 ini mulai terbagi. Sebagian memilih berwisata ke tempat-tempat wisata yang sudah terkenal, tetapi tak sedikit pula yang memilih berwisata ke desa-desa wisata di sekitar mereka.
”Yang menarik dalam libur Lebaran tahun ini adalah kepadatan terjadi di desa-desa wisata. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian pemudik memiliki ketertarikan untuk berwisata di regional atau wilayah di tempat mereka mudik. Sekitar 70 persen wisatawan memilih desa wisata yang menyuguhkan keindahan alam, seperti pantai, pegunungan, persawahan, sungai, dan air terjun,” kata Sinoeng.
Kesempatan itu disebut Sinoeng bisa menjadi peluang peluang untuk mendongkrak pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, dan menumbuhkan kemampuan berkreativitas warga.
Pada masa pandemi Covid-19, pengelola desa wisata juga diharapkan mampu membantu menekan penularan. Cara yang bisa dilakukan, antara lain, ialah menjadikan protokol kesehatan sebagai gaya hidup, mengendalikan jam operasional agar wisatawan tidak menumpuk, dan membatasi jam operasional desa wisata menjadi maksimal pukul 16.00.
Berdasarkan data Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jateng ada sekitar 480 desa wisata di wilayahnya. Jumlah itu akan ditambah menjadi, paling tidak, 500 unit pada 2023. Selain menambah desa wisata, Pemerintah Provinsi Jateng juga membantu desa-desa wisata yang sudah terbentuk untuk berkembang. Bantuan pengembangan itu, antara lain, ialah meliputi bantuan dana, mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.
”Bantuan senilai Rp 100 juta diberikan kepada desa wisata baru atau rintisan. Kemudian, bantuan sebesar Rp 500 juta diberikan kepada desa wisata yang berkembang. Adapun desa wisata yang sudah maju diberi bantuan senilai Rp 1 miliar,” ujar Sinoeng.
Baca juga: Mudik Lebaran, Senyuman Pulang ke Wajah Pedagang
Kuliner tengah sawah
Semilir angin pegunungan berpadu dengan suara musik tradisional yang mengalun di tengah sawah, membius wisatawan yang baru menginjakkan kaki di tempat itu. Perasaan penat yang semula menyergap hilang, perlahan pudar berganti segar dan damai.
Rasanya makin enggan beranjak akibat suguhan menu-menu kuliner tradisonal di sana memanjakan lidah yang selama ini lebih banyak mencecap makanan siap saji. Inilah sensasi begitu kaki menapak di ”Cafe Sawah”, tempat kuliner di tengah sawah dengan latar pemandangan pegunungan.
Tempat kuliner itu berlokasi di Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Persiapan menyambut lonjakan jumlah wisatawan teramati di beberapa sudut kafe. Di bagian luar, pekerja memperlebar tempat parkir kendaraan. Dibantu alat berat yang dipakai untuk meratakan tanah, mereka menata paving block demi paving block.
Sementara di sisi lain, pemilik kios berbenah, mulai dari membersihkan lingkungan sekitar sampai memerbaiki jalan dengan semen. ”Lebaran tahun ini boleh mudik. Bakal banyak wisatawan berkunjung ke tempat ini,” ujar Azis (27), salah satu pemilik kios makanan kecil.
Menurut Azis, pandemi membuat kunjungan wisatawan ke kafe—yang berjarak sekitar 13 kilometer dari Kota Batu—itu jauh berkurang. Semenjak ada kelonggaran dari pemerintah, kunjungan wisatawan kembali bergeliat meski kondisinya belum bisa menyamai sebelum ada pandemi.
Cafe Sawah berdiri enam tahun lalu. Dengan luas lahan enam hektar (lahan kas desa), tempat wisata ini terbagi atas beberapa kelompok, yakni warung/kios milik warga, The Roudh 78, Lumintu Cafe & Resto, taman budaya, dan Cafe Sawah itu sendiri.
Tidak hanya menu kuliner yang tersedia di tempat itu, tetapi juga hiburan, seperti menunggang kuda, kincir, film empat dimensi, kebun stroberi, dan lainnya.
Sejak berdiri, area wisata ini menambang banyak wisatawan. Mereka datang dari berbagai tempat. Bahkan, tidak sedikit pemangku kepentingan dari daerah lain yang khusus datang untuk menimba ilmu mengenai pengelolaan desa wisata yang dilakukan Pujon Kidul—yang gaungnya sampai tingkat nasional.
Baca juga: Jalur Mudik, Bersiap Macet dan Menikmati Kuliner Lokal
Kepala Desa Pujon Kidul Udi Hartoko mengatakan, pengunjung Cafe Sawah pada Senin (2/5) atau H1 Lebaran berjumlah 1.000-an orang pada Selasa (3/5) atau H2 Lebaran 2.500-an orang, dan hari Rabu (4/5) atau H+1 Lebaran sekitar 3.700 orang. Selama pandemi tahun lalu, jumlah tamu terbanyak dalam sehari sekitar 2.000 orang.
Namun, jumlah kunjungan masih jauh dari masa sebelum pandemi, yang bisa mencapai 5.000 orang per hari. Meski demikian, Udi tetap optimistis. ”Dengan adanya pelonggaran, akan naik terus,” ujarnya.
Udi menambahkan, pihaknya tetap memerhatikan protokol kesehatan meski saat ini pandemi melandai, termasuk saat libur Lebaran. Selain menerapkan aplikasi Peduli Lindungi, wisatawan juga mesti sudah menjalani vaksinasi Covid-19 setidaknya sampai dosis kedua.
”Kami berkoordinasi dengan pihak keamanan dan Dinas Pariwisata, menyediakaan pos pengamanan. Kemungkinan jumlah pengunjung meningkat jadi ada persiapan terkait dengan penanganan Covid-19. Ada ruang isolasi dan istirahat yang kita siapkan sehingga kita bisa maksimal sambut kedatangan wisatawan,” ujarnya.
Selain pos pengamanan dan tempat isolasi, menurut Udi, pihaknya juga berupaya memperlebar tempat parkir. Hal ini dilakukan untuk menambah kenyamanan wisatawan. Sebelumnya, mobil keluarga acap kali dipakir di jalan-jalan kampung apabila jumlah mereka melonjak.
Dengan adanya pelonggaran, akan naik terus. (Udi Hartoko)
Adapun terkait fasilitas, Cafe Sawah mendapat tambahan Pusat Informasi Wisata dan Pamoedjan Oleh-oleh. Ini merupakan sebuah wadah untuk menampung makanan khas hasil olahan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang ada di Desa Pujon Kidul. Fasilitas ini diresmikan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno setahun lalu.
Masih di tahun 2021, Cafe Sawah juga memiliki guest house berstandar hotel. Ada tiga kamar yang bisa disewa wisatawan bersama keluarganya yang ingin mendapatkan privasi. Fasilitas ini melengkapi 38 unit home stay yang memanfaatkan rumah-rumah warga yang telah ada sebelumnya.
”Meski fasilitas ini (guest house) berdiri tahun lalu, itu belum banyak dirasakan warga karena Lebaran 2021 masih dalam pembatasan akibat pandemi. Menyambut Lebaran kali ini, tentu fasilitas ini lebih siap lagi,” ujar Udi.
Wisatawan yang berkunjung ke Pujon Kidul, menurut Udi, tidak hanya bisa menikmati kafe, tetapi juga petualangan menggunakan kendaraan segala medan (ATV), peternakan sapi perah, dan suasana desa di kampung budaya. Kegiatan mereka makin nyaman setelah pihak desa memasang 17 kamera pemantau (CCTV) di sejumlah titik di desa tersebut.
Meski lokasinya agak jauh dari jalan provinsi yang menghubungkan Malang-Kediri, Pujon Kidul cukup dekat dengan sejumlah obyek wisata menarik lainnya, seperti paralayang Gunung Banyak dan Wisata Songgoriti di Kota Batu, maupun air terjun Coban Rondo dan wisata flora San Terra yang ada di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon.
Baca juga: Memetik Berkah Mudik di Tol Trans-Sumatera
Triliunan rupiah
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang memprediksi perputaran uang di kisaran Rp 42 triliun jika tiap keluarga yang mudik membawa Rp 1,5 juta. Sebab, 85 jutaan orang setara sekitar 28 juta keluarga jika satu keluarga rata-rata terdiri dari tiga anggota. Adapun angka 85 jutaan pemudik bersumber dari perkiraan Kementerian Perhubungan berdasarkan hasil survei (Kompas, 4/5/2022).
Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memperkirakan 48 juta-56 juta orang dari 85 juta pemudik tahun ini akan mengunjungi obyek-obyek wisata domestik.
Menteri Parekraf Sandiaga Uno menuturkan, dari pengalaman 2019, sebanyak 60-70 persen dari 30 juta pemudik pergi ke tempat wisata. Itu bermanfaat bagi perekonomian setempat, mulai dari penginapan, restoran, hingga pusat oleh-oleh (Kompas, 12/4/2022).
Semoga libur Lebaran tahun ini jadi penanda kehidupan desa-desa wisata di Tanah Air tak akan terancam lagi oleh pandemi.