Mudik Lebaran, Senyuman Pulang ke Wajah Pedagang
Senyuman seakan pergi dari wajah para pedagang di jalur mudik dua tahun terakhir akibat beragam pembatasan. Tahun ini, wabah Covid-19 lebih terkendali, jutaan orang mudik Lebaran, dan senyum pun pulang ke wajah mereka.
Gunisa (51), misalnya, tersenyum melihat antrean kendaraan di Jalan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tepat di depan Pasar Batik Trusmi, Selasa (26/4/2022) siang. ”Kalau pemudik ramai di jalan rasanya senang. Semoga ada keajaiban sehingga pasar ini ramai lagi,” kata pemilik Batik Nefa ini.
Gunisa ialah satu dari 200-an pedagang di Pasar Batik Trusmi yang menaruh harapan pada pemudik. Sehari sebelumnya, ia menjual 65 pakaian batik kepada warga asal Subang, Jabar, yang melintas. Ia yakin dagangannya bakal makin laris terjual tiga hari menjelang Lebaran.
Namun, pasar yang beroperasi sejak 2015 itu sejatinya sudah akrab dengan sepi sejak lama. Sebagian dari total 190 kios tutup. Menurut Gunisa, itu di antaranya karena kurang promosi. ”Balihonya saja menghadap ke sana (seberang jalan). Jadi, orang yang lewat sini enggak lihat,” kata bapak dua anak ini.
Sepi kian parah saat ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta dan Jabar awal 2020 silam untuk menekan laju penularan Covid-19. Virus korona lalu terasa kian mendekat ke Trusmi pada Juli.
Kala itu, 16 warga di Trusmi dan sekitarnya terpapar Covid-19. Trusmi yang menjadi sentra wisata Cirebon pun pernah dinyatakan sebagai kluster penyebaran. Sejumlah pedagang pasar diminta pulang ke rumah agar tidak tertular.
Ketika Lebaran 2020 dan 2021, pedagang tambah merana. Pemerintah melarang masyarakat mudik demi mencegah penyebaran virus. Berkah Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Cirebon tidak dirasakan pedagang.
Baca juga: Batik Trusmi, Mati Tidak tapi Hidup Berteman Sepi
”Waktu itu, pasar bukan sepi lagi, (melainkan) nangis. Hampir enggak ada pembeli. Saya sampai nunggak bayar sekolah anak sembilan bulan,” ujar Gunisa. Setiap bulan, biaya pendidikan anaknya yang duduk di bangku sekolah menengah kejuruan Rp 200.000.
Seiring pelonggaran mobilitas, usaha Gunisa menggeliat. Ia berharap, kehadiran pemudik di jalur pantura Cirebon membantunya mencicil biaya sekolah anaknya. Apalagi, ia juga harus memikirkan biaya sewa kios 16 meter persegi, sekitar Rp 4,7 juta per tahun.
Gunisa pun menyiapkan aneka karyanya, dari batik cap hingga batik tulis. Motif batik tulisnya beragam, seperti bunga, ikan, harimau, hingga mega mendung, motif khas Cirebon yang berupa gumpalan awan. ”Batik tulis ini diproduksi paling banyak lima potong sebulan,” katanya.
Batik Trusmi bernilai sejarah karena dirintis Ki Gede Trusmi, penyebar agama Islam abad ke-15. Uniknya, sejumlah motifnya adalah perpaduan beragam budaya, termasuk dari Tionghoa.
Selain itu, Pasar Batik Trusmi bisa menjadi tempat singgah pemudik. Selain parkirannya luas, kawasan ini dilengkapi area istirahat, masjid, hingga rumah makan.
Di Kota Cirebon, Empal Gentong Mang Darma (EGMD) juga menanti aliran rezeki dari arus mudik Lebaran 2022. Berlokasi di Jalan Diponegoro Kota Cirebon, EGMD berjarak hanya sekitar 1,5 kilometer dari Balai Kota Cirebon. Jalan itu juga jalur alternatif menuju Jawa Tengah.
Empal gentong adalah kuliner khas Cirebon serupa gulai dengan potongan daging sapi. ”Ini (EGMD) pelopor empal gentong di Cirebon,” ucap Randy Agustian (30), pemilik EGMD dan cucu Mang Darma.
Setiap hari, EGMD bisa menyuguhkan 500-an porsi empal gentong. ”Kalau Lebaran nanti, kami optimistis peningkatannya bisa mencapai 2.000 porsi per hari. Ini momentum bangkit. Apalagi, dua tahun lalu kita terdampak pandemi. Turunnya (omzet) hampir 75 persen,” ujarnya.
Menyambut lonjakan konsumen, Randy pun bakal menambah karyawannya dari semula 15 orang menjadi 20 orang. Jam buka menjadi pukul 07.00-24.00. Sebelumnya tutup pukul 21.00.
Baca juga: Empal Gentong Melintasi Zaman
Didera paceklik
Rumah makan ”Ikan Bakar Laut Eretan” yang dikelola pasangan suami-istri Adnan (49) dan Endar (44) turut bersiap menyambut pemudik. ”Pandemi ini, wah, zonk. Saya enggak bisa bayar utang ke bank selama setahun. Saya bilang ke bank, enggak bisa bayar, ini warung sepi,” kata sang istri, Endar.
Dulu, tempat kuliner itu mengandalkan pengunjung yang hendak berwisata di sekitar Pantai Eretan, Indramayu, dan mereka yang singgah untuk beristirahat. Lokasinya yang di pinggir pantai sekaligus jalur pantai utara (pantura) mengalirkan arus pengunjung. Jika masa mudik dan Lebaran, 1 ton ikan dapat habis terjual dalam sehari. Endar pun mengaku pernah punya 30 karyawan.
Endar mengaku dulu punya 12 lemari es untuk menyimpan ikan yang setiap lemari berisi 2 kuintal ikan, kini tersisa 2 lemari es. ”Benar-benar enggak ada yang datang, enggak bakar ikan sama sekali. Tetep buka, tapi saya sendiri, paling dibantu satu orang. Tinggal dua kotak freezer itu saja. Habisnya lama, he-he-he,” tutur Endar.
Meski demikian, Endar percaya masa paceklik akan berakhir dengan dibolehkannya kegiatan mudik pada Lebaran tahun ini. Ia sudah menghubungi pemasok ikan dan beberapa nelayan agar mendapat ikan sebanyak 8 kuintal segar pada mudik dan Lebaran. Selain itu, ia berencana menambah karyawan setidaknya 10 orang.
”Kalau pas mudik lebaran, biasanya yang mampir itu pemudik dengan motor sama mereka yang mudik ke daerah sini, terus mau makan di sini sambil wisata. Ya, enggak apa-apa, yang penting masih ada saja yang ke sini,” ungkap Endar.
Baca juga: Jalur Mudik, Bersiap Macet dan Menikmati Kuliner Lokal
Bergerak ke timur melintas batas provinsi, harapan pada arus mudik juga menghidupkan asa Wanto (47), penjual Soto Sedap Malam Bang Udin di Kecamatan Adiwerna, Tegal, Jawa Tengah. Pandemi Covid-19 telah memangkas penjualannya sampai 50 persen, dari biasanya 300-350 porsi di hari biasa serta 2.500 porsi di masa mudik dan hari raya Idul Fitri.
Apalagi, lokasi warungnya tidak jauh dari Gerbang Tol Tegal. Perlahan namun pasti, sejak aktivitas masyarakat dilonggarkan, terjadi peningkatan pembeli. ”Harapan saya, pas Lebaran nanti naik lagi. Semoga bisa seperti ketika sebelum pandemi,” kata Wanto.
Di pinggir jalan nasional Tegal-Brebes, tak jauh dari Gerbang Tol Brebes Timur, Jateng, Budi (50) menata rapi ratusan butir telur asin di etalase.
Budi menuturkan, ketika musim mudik Lebaran sebelum pandemi, ia dapat menjual sampai 1.000 butir telur asin. Jika hari biasa, minimal terjual 100 butir. Selama wabah Covid-19 ini, 50 butir telur laku dalam sehari sudah terbilang banyak. Kadang, dalam sehari hanya 10 butir yang dibeli dengan harga Rp 4.500 per butir, atau bisa saja sama sekali tiada pembeli.
Kalau Lebaran nanti, kami optimistis peningkatannya bisa mencapai 2.000 porsi per hari. Ini momentum bangkit. ( Randy Agustian)
Ketika mudik dilarang, banyak penjual yang kecele. Mereka telanjur menyiapkan ribuan butir telur asin, sedangkan pemudik tak mampir karena tidak bisa pulang kampung. Akhirnya, ribuan telur asin itu diiris tipis, dikeringkan, dan dijadikan krupuk telur asin. ”Itu sebenarnya rugi karena jatuhnya lebih murah dibanding dijual telur. Tapi, daripada rusak,” kata Budi.
Dengan kembali adanya mudik, Budi percaya diri menghubungi pemasok telur asin dan untuk sementara memesan 1.000 butir. Jika pembeli memang banyak, ia akan memesan lagi.
”Rest area”
Rezeki dari pergerakan warga menyambut Lebaran tahun ini tentunya juga dinantikan para pedagang yang menempati kios-kios di tempat istirahat dan pelayanan (TIP) di jalan tol, atau populer dengan sebutan rest area. Contohnya, para penjual makanan dan minuman di rest area Kilometer 456 ruas tol Semarang-Solo.
Arif (22), karyawan kios kopi Gus Pur di rest area Km 456, menuturkan bahwa kios ini menjual 150 cangkir minuman per hari saat dibuka bulan Februari 2020. Karyawan kala itu berjumlah enam orang. Sejak pandemi mendera, hanya tersisa tiga karyawan.
Namun, Arif berani berharap mudik Lebaran 2022 akan membawa banyak pengunjung. ”Biar karyawan enggak banyak nganggur-nya,” kata Arif.
Baca juga: Waspadai Kepadatan di Tempat Istirahat Jalan Tol
Masih di Rest AreaKM 456, Salma (20), karyawan outlet wedang ronde Jago, mengatakan, selama pandemi yang sudah berjalan dua tahun terakhir, wedang ronde yang terjual paling banyak 30 mangkuk sehari, itu pun di akhir pekan. Yang paling sering, tidak ada pembeli sama sekali.
Sama seperti Arif, Salma berharap mudik tahun ini membuat tempat kerjanya ramai pembeli. Apalagi, Rest Area Km 456 disebut-sebut sebagai salah satu rest area terindah. Jika pengguna jalan tol singgah di sana pada pagi hari, mereka bisa menikmati pemandangan Gunung Merbabu yang didampingi Gunung Telomoyo dan Ungaran.
Di tengah kemacetan lalu lintas akibat membeludaknya volume kendaraan selama arus mudik tahun ini, senyuman pun pulang ke wajah-wajah pedagang di sejumlah tempat.