Sultan HB X: Pelaku Kejahatan Jalanan Harus Diproses Hukum meski di Bawah Umur
Gubernur DIY Sultan HB X meminta para pelaku kejahatan jalanan atau kadang disebut ”klitih” untuk diproses hukum meskipun mereka masih di bawah umur. Proses hukum itu penting untuk memberikan efek jera.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta para pelaku kejahatan jalanan atau kerap disebut klitih untuk menjalani proses hukum meski masih di bawah umur. Hal itu penting untuk memberikan efek jera agar mereka tidak mengulangi perbuatannya.
”Saya hanya ingin hukum itu ditegakkan. Aturan itu sudah ada. Biarpun pelakunya di bawah umur, bisa kita selesaikan,” kata Sultan HB X seusai menghadiri Rapat Paripurna DPRD DIY, Jumat (8/4/2022), di Yogyakarta.
Sultan menyatakan, meski masih di bawah umur, para pelaku kejahatan jalanan tetap bisa diproses secara hukum. Namun, dia mengakui, proses hukum terhadap pelaku di bawah umur tidak selalu berakhir dengan persidangan dan hukuman penjara.
Sebab, sesuai aturan, pelaku tindak pidana yang masih anak-anak bisa menjalani diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
”Saya hanya ingin proses hukum ini dilakukan, perkara dilanjutkan dengan proses di pengadilan atau tidak, prosedur sudah dijalani. Jadi ada kepastian,” ujar Sultan yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.
Sultan menambahkan, selama ini, Pemerintah Daerah DIY dan sejumlah lembaga juga telah melakukan pembinaan kepada pelaku kejahatan jalanan yang masih di bawah umur. Pembinaan dilakukan karena sebagian pelaku kejahatan jalanan itu tidak diterima lagi oleh orangtuanya.
”Kami dan beberapa lembaga sudah membina mereka karena orangtuanya tidak mau terima anaknya lagi. Kalau orangtuanya sudah enggak mau terima lagi, emangnya mau kita diamkan saja? Ya sudah pemerintah daerah sebagai pengganti orangtua,” ujar Sultan.
Sultan juga telah mengirimkan surat kepada bupati dan wali kota di DIY untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kejahatan jalanan. Surat yang ditandatangani pada Kamis (7/4/2022) itu berisi permintaan pada bupati dan wali kota di DIY untuk melakukan lima langkah guna mencegah dan menangani kejahatan jalanan.
Langkah pertama adalah menyosialisasikan kepada warga tentang pentingnya setiap keluarga untuk mengetahui keberadaan anggota keluarganya. Sosialisasi itu bisa melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), pengurus kampung, RT, RW, organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan karang taruna.
Langkah kedua adalah menginisiasi aktivitas-aktivitas yang positif dan bermanfaat bagi remaja. Adapun langkah ketiga adalah menggiatkan patroli lingkungan dengan melibatkan petugas Linmas dan Jaga Warga di lingkungan masing-masing.
Langkah keempat, bupati dan wali kota di DIY diharapkan bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk melakukan monitoring terhadap pergerakan kumpulan massa yang masih beraktivitas hingga lewat tengah malam. Langkah kelima, bupati dan wali kota juga diminta menganggarkan aktivitas-aktivitas pencegahan dan penanganan kejahatan jalanan dalam APBD masing-masing.
Kasus di Badran
Selama beberapa hari terakhir, kasus kejahatan jalanan di DIY kembali menjadi sorotan. Hal ini terjadi setelah peristiwa kejahatan jalanan di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, Minggu (3/4/2022) dini hari, yang mengakibatkan seorang pelajar meninggal. Korban mengalami luka di kepala karena diserang menggunakan senjata tajam yang diduga gir sepeda motor.
Hingga Jumat ini, kasus klitih atau kejahatan jalanan di DIY masih terus menjadi perbincangan di media sosial. Apalagi, selama beberapa hari terakhir beredar informasi di media sosial terkait sejumlah peristiwa yang dikaitkan dengan klitih.
Salah satu peristiwa yang dikaitkan dengan klitih atau kejahatan jalanan itu terjadi pada Kamis pukul 23.00 di Kampung Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Saat itu, ada seorang pria yang membawa sabit atau arit lalu ditangkap masyarakat karena dicurigai sebagai pelaku kejahatan jalanan.
Namun, Kepala Seksi Humas Polresta Yogyakarta Ajun Komisaris Timbul Sasana Raharjo mengatakan, pria itu bukan pelaku kejahatan jalanan. Timbul menyebut, pria berinisial BP (18) itu membawa arit karena ingin membantu temannya yang memiliki masalah tertentu dengan orang lain.
”Menurut saya, itu bukan kejahatan jalanan. Jadi, temannya itu punya masalah dan orang itu ingin membantu sehingga dia membawa sabit,” ujar Timbul.
Pada Kamis malam, BP bersama temannya sempat naik sepeda motor untuk mencari orang yang memiliki masalah dengan sang teman. Namun, mereka tidak menemukan orang tersebut. BP dan temannya kemudian berputar-putar dengan sepeda motor ke sejumlah wilayah.
Setelah itu, BP berpisah dengan temannya dan berjalan kaki sambil membawa arit. Namun, sesampainya di wilayah Badran, BP dikejar oleh warga karena diduga sebagai pelaku kejahatan jalanan. Berdasarkan laporan kepolisian, pelaku juga sempat dikeroyok oleh warga.
Menurut Timbul, BP merupakan warga yang tinggal di Kampung Badran. Saat dikejar oleh masyarakat, dia sebenarnya sedang berjalan kaki menuju rumahnya. Namun, karena BP membawa arit, warga pun mencurigainya sebagai pelaku kejahatan jalanan.
”Dia menenteng arit saat malam hari sehingga menimbulkan kecurigaan masyarakat dalam kondisi seperti ini. Padahal, niat dia mau pulang,” ujar Timbul.
Timbul menambahkan, setelah kejadian itu, BP ditangkap petugas kepolisian. Dia dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena membawa senjata tajam. Ancaman hukuman untuk BP adalah pidana penjara selama 10 tahun.
Terkait kejadian itu, Timbul mengimbau kepada masyarakat untuk melapor ke kepolisian apabila melihat atau mengetahui kejadian yang mencurigakan. Laporan itu bisa disampaikan melalui nomor telepon 110 yang merupakan nomor layanan kepolisian. Namun, Timbul juga mengimbau agar masyarakat tidak main hakim sendiri.
”Kami imbau masyarakat Kota Yogyakarta untuk turut serta membantu pihak kepolisian mengamankan lingkungannya. Apabila mengetahui ada hal-hal yang mencurigakan, segera melaporkan ke pihak kepolisian atau melalui telepon 110. Namun, masyarakat jangan main hakim sendiri,” kata Timbul.