Menteri ESDM: Stok BBM Aman, tetapi Subsidi Jangan sampai Bocor
Penyaluran BBM subsidi perlu didukung dengan pengawasan ketat agar tepat sasaran, tak digunakan oleh angkutan yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjamin stok bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi cukup untuk masyarakat. Namun, itu perlu didukung dengan pengawasan agar penyalurannya tepat sasaran, tak digunakan oleh angkutan yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi.
Hal itu ia sampaikan saat meninjau lima stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (7/3/2022). Lawatan tersebut dihadiri pula oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Menurut pengamatan Arifin, antrean BBM di SPBU sudah mulai berkurang di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Samarinda. Ia juga memastikan ketersediaan BBM bakal aman, terutama pada bulan Ramadhan ini. Akan tetapi, distribusi BBM bersubsidi perlu diawasi supaya disalurkan sesuai dengan peruntukannya.
”Asal (BBM bersubsidi) jangan bocor kepada pihak yang tidak berhak. Ini penanganannya nanti oleh aparat,” ujar Arifin.
Bocor yang Arifin maksud adalah jangan sampai BBM bersubsidi disalurkan ke kendaraan yang seharusnya memakai BBM nonsubsidi. Dalam Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021, subsidi BBM hanya diperuntukkan bagi usaha kecil. Adapun kendaraan untuk industri, seperti truk untuk perkebunan, kehutanan, dan pertambangan tak boleh menggunakan BBM subsidi.
Untuk memastikannya, ujar Arifin, pemerintah membuat satuan tugas (satgas) guna memantau penyaluran BBM bersubsidi di daerah-daerah. Satgas akan diisi oleh pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah.
Dalam kasus sebelumnya di Kalimantan Timur, biosolar bersubsidi juga kerap digunakan untuk operasional alat berat tambang ilegal. Truk pengangkut tambang pun menggunakan biosolar bersubsidi dengan harga Rp 5.150. Itu dilakukan agar mereka bisa mengeruk keuntungan lebih. Para sopir biasanya mengisi BBM ketika truk dalam keadaan kosong.
”Kami berkoordinasi dengan (pemerintah) daerah karena yang mengetahui lokasi tambang ilegal itu adalah (pemerintah) daerah. Nanti ada tim gabungan, antara pemerintah pusat dan daerah,” lanjut Arifin.
Ia menekankan kepada para pengusaha tambang batubara di Kalimantan Timur agar menggunakan BBM untuk industri. Pertamina DEX, misalnya, dengan harga Rp 14.000 per liter dan dexlite Rp 13.250 per liter. Sebab, komoditas tambang batubara di dunia saat ini harganya naik lebih dari tiga kali lipat.
Arifin mengatakan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan peraturan agar BBM subsidi benar-benar tepat sasaran. Di dalam peraturan itu akan diperjelas kriteria dan kategori kendaraan yang diperbolehkan menggunakan BBM subsidi.
Cegah penyalahgunaan
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, satgas pemantau distribusi BBM bersubsidi akan bekerja sama untuk mencegah adanya penimbunan atau penyalahgunaan. Selain itu, tim gabungan itu juga akan diisi oleh Dinas Perhubungan yang akan menertibkan kendaraan berat yang memiliki dimensi dan muatan berlebih (ODOL).
”Satgas gabungan dibentuk untuk menertibkan agar BBM subsidi tepat sasaran. Ini kalau tidak kita atur, beban negara luar biasa dan hak rakyat kurang mampu akan dinikmati oleh pengusaha besar. Ini tidak boleh,” kata Nicke.
Di Kalimantan, Pertamina Patra Niaga Kalimantan sudah mulai membagikan kartu kendali pembelian biosolar subsidi. Kartu kendali ini digunakan untuk mencatat setiap mobil yang membeli biosolar subsidi.
Satgas gabungan dibentuk untuk menertibkan agar BBM subsidi tepat sasaran.
Setiap pengisian BBM subsidi, petugas mencatat nomor polisi kendaraan dan jumlah pembelian. Sebelumnya, penerapan sudah dilakukan di Balikpapan. Truk dengan tangki berkapasitas 200 liter, misalnya, hanya boleh mengisi dengan kapasitas maksimal tangki dalam sehari.
”Di Kalimantan Timur kami menargetkan 36.000 kartu kendali. Saat ini sudah sekitar 10.000 kartu yang kami bagikan di Balikpapan dan Samarinda,” ujar General Manager Pertamina Patra Niaga Kalimantan Freddy Anwar.