Memasuki masa pancaroba, masyarakat diimbau waspadai cuaca ekstrem. Di Wonosobo, belasan rumah rusak diterjang angin kencang.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
WONOSOBO, KOMPAS — Wilayah di Jawa Tengah mulai memasuki masa pancaroba atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau sehingga potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan angin kencang perlu diwaspadai. Salah satunya puting beliung telah terjadi di Wonosobo, Rabu (30/3/2022) sore, menyebabkan belasan rumah rusak.
”Masih ada potensi hujan lebat dan kadang disertai angin kencang serta kilat petir karena saat ini memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau,” kata prakirawan Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tunggul Wulung, Cilacap, Rendi Krisnawan, saat dihubungi dari Banyumas, Kamis (31/3/2022).
Menurut Rendi, di masa transisi itu terdapat pertumbuhan awan kumulonimbus yang dampaknya bisa menyebabkan kondisi cuaca ekstrem saat awan konvektif itu sudah memasuki masa aktif. Hal itu diprediksi akan terjadi hingga memasuki masa musim kemarau.
Di Jawa Tengah bagian selatan, misalnya, untuk Banyumas dan Purbalingga, awal musim kemarau diprediksi terjadi pada dasarian pertama Juli. Kemudian Cilacap diprediksi pada Mei dasarian kedua. Sementara itu, Wonosobo memasuki awal musim kemarau pada Juni dasarian tiga. Adapun puncak musim kemarau di Jawa Tengah diprediksi terjadi pada Juli-September.
Secara terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Wonosobo Bambang Tri menyampaikan, hari ini pihaknya menyalurkan aneka bantuan bagi warga yang rumahnya rusak terkena puting beliung. ”Saat kejadian ada hujan deras disertai angin kencang sekitar 15 menit,” kata Bambang.
Dari laporan yang masuk, kata Bambang, puting beliung melanda Dusun Genting di Desa Lamuk, Kecamatan Kalikajar, dan merusak 15 rumah yang terdiri dari 13 rumah rusak ringan, 1 rumah rusak sedang, dan 1 rumah rusak berat. ”Total kerugian material di desa ini mencapai Rp 195 juta,” tutur Bambang.
Selain di Desa Lamuk, angin juga menerjang Dusun Bakalan di Desa Bowongso dan menyebabkan dua rumah rusak dengan total kerugian mencapai Rp 5 juta. ”Kami mengimbau warga untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem,” ujar Bambang.
Sebelumnya seperti dilaporkan Kompas.id, Rabu (23/3/2022), laporan utama Komisi Global Adaptasi 2019 ”Adapt Now” menemukan bahwa sistem peringatan dini cuaca buruk memberikan pengembalian investasi lebih dari sepuluh kali lipat. Laporan tersebut juga menemukan bahwa peringatan dini 24 jam sebelum datangnya badai atau gelombang panas dapat mengurangi kerusakan yang terjadi hingga 30 persen.
Sekalipun sudah banyak bukti mengenai manfaat sistem peringatan dini, menurut Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres pada Hari Meteorologi Sedunia, Rabu (23/3/2022), sepertiga penduduk dunia, terutama di negara kurang berkembang dan negara berkembang kepulauan kecil, belum memiliki sistem peringatan dini.