Kades Kinipan Didakwa Persoalan Dokumen Laporan Dana Desa
Willem Hengki ditangkap dan dipenjara lantaran membayar utang proyek. Tak hanya itu, dalam dakwaan jaksa penuntut umum, Kepala Desa Kinipan itu diduga korupsi hanya karena persoalan dokumen.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Tim kuasa hukum Kepala Desa Kinipan Willem Hengki mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Lamandau dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Diduga, banyak kejanggalan yang disebut dalam dakwaan tersebut.
Sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi jalan usaha tani di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, dilaksanakan Senin (31/1/2022) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Kota Palangkaraya. Dalam kesempatan itu, ratusan warga Kinipan bersama mahasiswa juga melakukan aksi di depan kantor pengadilan menuntut kebebasan Willem Hengki.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Lamandau yang dipimpin Okto Silaen menjelaskan, Willem Hengki sebagai Kades Kinipan tidak mengelola keuangan secara transparan, akuntabel, partisipatif, tertib, dan disiplin anggaran. Terdakwa dengan sengaja menganggarkan pekerjaan yang sudah dilaksanakan pada tahun 2017. Willem Hengki telah membayarkan pekerjaan itu tanpa disertai dokumen pendukung.
Dalam dakwaan tersebut, Okto menambahkan, tanpa dokumen itu Willem Hengki diduga memperkaya kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut sehingga merugikan negara Rp 261.356.798,57. Direktur CV Bukit Pendulangan Dedi Gusmanto, yang disebut dalam dakwaan, masih berstatus sebagai saksi.
”Sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Desa Kinipan, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Willem Hengki,” kata Okto saat membacakan dakwaan.
Menanggapi hal tersebut, tim kuasa hukum Willem Hengki yang diwakili Aryo Nugroho dari LBH Palangka Raya mengungkapkan, pihaknya mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan jaksa. Menurut dia, banyak kejanggalan dalam dakwaan tersebut.
Kejanggalan pertama, ujar Aryo, Willem Hengki dituduh telah membayar proyek fiktif pada tahun 2019, tetapi dalam dakwaannya JPU menyebut pekerjaan tahun 2017. ”Artinya, kejaksaan mengakui kalau proyek jalan itu tidak fiktif dan ada. Bahkan, kenyataannya jalan itu masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat Kinipan,” ungkapnya.
Kejanggalan lainnya, lanjut Aryo, Willem Hengki menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini. Padahal, dari dakwaan JPU jelas bahwa tidak ditemukan bukti Wilem Hengki memperkaya dirinya sendiri dan menyebut beberapa pihak sebagai saksi.
”Ini masih proses awal, kami harap semua permintaan kami dikabulkan, yakni pengalihan penahanan menjadi tahanan kota, lalu meminta sidang dilaksanakan secara luring,” ucap Aryo.
Menurut Aryo, persoalan ini merupakan masalah administrasi keuangan, bukan tindak pidana korupsi. Seharusnya, kasus ini bisa selesai di internal pemerintahan daerah tanpa harus memenjarakan Willem Hengki.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erhammudin itu sempat diskors setelah kuasa hukum mengajukan pengalihan penahanan terdakwa menjadi tahanan kota. Skors dilakukan selama setengah jam agar majelis hakim bisa bermusyawarah. Namun, setelah skors dicabut, ketua majelis hakim belum bisa mengambil keputusan dan menundanya selama lebih kurang satu minggu.
Di sela-sela sidang, ratusan warga Kinipan bersama mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Aksi untuk Kinipan melakukan aksi di depan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangkaraya. Mereka meminta majelis hakim membebaskan Willem Hengki karena tidak bersalah.
Dalam orasinya, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing menyebutkan, jalan yang menjadi pusat masalah tersebut hingga kini digunakan masyarakat Kinipan untuk pergi ke ladangnya. Jalan sepanjang 1.300 meter dengan lebar 8 meter itu masih dalam kondisi baik dan berfungsi maksimal.
”Kami ini orang bodoh, tapi jangan bodohi kami. Kepala desa kami tidak bersalah, dia hanya membayar utang,” kata Buhing.
Buhing menyampaikan, kasus yang menimpa Willem Hengki ini merupakan bentuk kriminalisasi untuk memperlambat upaya perjuangan masyarakat Kinipan mendapatkan pengakuan negara sebagai masyarakat hukum adat dalam menjaga hutan adatnya.
”Satu per satu masyarakat Kinipan ditangkap dan diadili dengan kasus yang omong kosong. Kami minta hakim membuka mata dan hati untuk kami masyarakat dari pelosok, kami melintasi 600 kilometer hanya untuk memperjuangkan Willem Hengki tidak bersalah,” tutur Buhing.
Ketua Pengadilan Negeri Kota Palangkaraya Paskatu Hardinata menerima segala tuntutan masyarakat Kinipan dan bertemu dengan beberapa perwakilan seusai sidang pembacaan dakwaan tersebut. Paskatu berjanji akan memastikan tidak ada intervensi dalam putusan hakim terhadap segala tuntutan masyarakat.
Tahun 2022, lanjut Paskatu, pihaknya sudah menggelar lebih kurang 20 sidang tindak pidana korupsi di desa-desa di Kalteng yang menjerat kepala desa, sekretaris desa, dan bendahara desa. Tahun 2021, ada 48 kasus korupsi yang menjerat pejabat mulai dari pejabat desa hingga pejabat pemerintah kabupaten.
”Sebelum di pengadilan, tentunya ada proses pendahuluan, baik di pemerintahan maupun di kejaksaan. Harusnya kalau (kasus korupsi dana desa) bisa selesai di sana, mungkin harusnya enggak sampai sini,” ujar Paskatu.
Saat sidang selesai, massa tidak langsung kembali. Mereka bahkan menggelar ritual adat memohon kepada yang kuasa agar Willem Hengki dibebaskan. Mereka juga akan terus menggelar aksi sampai kepala desanya dibebaskan.