Usai Bayar Utang Proyek Jalan, Kades Kinipan Malah Jadi Tersangka
Perjuangan mempertahankan hutan adat di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, menemui banyak rintangan, termasuk jerat hukum. Kini, Kepala Desa Kinipan jadi tersangka dalam dugaan korupsi dana desa.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki ditetapkan tersangka oleh aparat Kepolisian Resor Lamandau dalam kasus dugaan korupsi dana desa pembangunan jalan desa. Ia jadi tersangka setelah membayar utang proyek dari jabatan kepala desa sebelumnya.
Sebelum Kepala Desa Kinipan jadi tersangka, polisi juga pernah menangkap Ketua Adat Laman Kinipan Effendi Buhing tahun lalu dalam kasus dugaan pencurian. Proses penangkapannya pun menjadi viral, tetapi pada akhirnya ia dibebaskan dengan status sebagai tersangka.
Tak hanya itu, sebelum Effendi Buhing, lima orang lainnya, termasuk beberapa perangkat desa, juga jadi tersangka dalam kasus pencurian. Semuanya masih jadi tersangka dengan status yang belum jelas hingga sekarang.
Kini, kasus terbaru dihadapi Wilem Hengki. Kuasa hukum dari LBH Palangkaraya, Aryo Nugroho, menjelaskan, proyek jalan sepanjang 1.300 meter itu dilaksanakan pada 2017 di mana saat itu Wilem Hengki belum menjadi kepala desa.
Lalu pada 2018, Desa Kinipan dipimpin oleh penjabat sementara kepala desa yang tidak bisa membayarkan proyek jalan tersebut yang sudah selesai dikerjakan. Alasannya, sebagai penjabat sementara tak punya kuasa mencairkan anggaran.
Itu yang menjadi titik berat kasus dugaan korupsi ini, padahal ini jelas-jelas tidak ada unsur memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Bahkan, pekerjaan fisiknya ada dan sudah selesai. (Aryo Nugroho)
Lalu pada 2019, saat Wilem Hengki menjadi kepala desa, sejumlah pejabat desa dan kontraktor yang membuat jalan itu mendatanginya untuk menagih pembayaran jalan yang dimaksud.
Wilem Hengki tidak langsung membayarkan utang proyek yang terjadi di periode kepala desa sebelumnya. Ia kemudian membuat musyawarah desa meminta kesepakatan warga untuk membayarkan utang proyek itu. Utang yang harusnya dibayar pada 2017 pun dibayar 2019.
”Itu yang menjadi titik berat kasus dugaan korupsi ini, padahal ini jelas-jelas tidak ada unsur memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Bahkan, pekerjaan fisiknya ada dan sudah selesai,” kata Aryo di sela-sela jumpa media yang dilaksanakan Koalisi Keadilan untuk Kinipa, Kamis (2/9/2021).
Aryo menjelaskan, nilai proyek tersebut lebih kurang Rp 400 juta di mana kepala desa meminta untuk dilakukan perhitungan ulang sehingga menjadi Rp 350 juta. Utang itu dibayarkan pada 2019 dengan nilai menjadi Rp 321 juta setelah dipotong pajak ke kontraktor.
”Lebih aneh lagi kepala desa menjadi tersangka tunggal, tidak ada tersangka lain,” ujar Aryo.
Selisih pekerjaan
Kepala Kepolisian Resor Lamandau Ajun Komisaris Besar Arif Budi Purnomo membenarkan penetapan tersangka Kepala Desa Kinipan Wilem Hengky. Ia juga memeriksa Wilem Hangki pada Rabu (1/9/2021) siang.
Arif menjelaskan, dari perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terdapat selisih pekerjaan sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 260 juta. Selain itu, tidak ada dokumen hasil pekerjaan jalan tersebut pada 2017 di mana penyampaian hanya dilakukan secara lisan.
”Yang jelas fisik pekerjaan dengan biaya yang dikeluarkan negara terdapat selisih sehingga menimbulkan kerugian negara,” ungkap Arif.
Wilem Hengki dikenakan Pasal 3 juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Ia diancam penjara minimal 1 tahun dan ancaman maksimal 20 tahun dengan denda paling besar Rp 1 miliar.
Melihat hal itu, Paulus Danar, salah satu pengurus di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Kalteng, mengungkapkan, upaya aparat dan pemerintah daerah dalam kasus ini merupakan pelemahan perjuangan hutan adat dan pengakuan masyarakat adat Kinipan.
Seluruh warga dan pejabat desa yang jadi tersangka tergabung dalam gerakan perjuangan mempertahankan hutan adat dari alih fungsi lahan.
”Jauh sebelum ditetapkan tersangka memang ada instruksi khusus dari atasan ke inspektorat untuk memeriksa penggunaan dana desa di Desa Kinipan, padahal kejadian serupa terjadi hampir di seluruh desa,” kata Danar.
Danar menjelaskan, Wilem Hengki merupakan salah satu tokoh perjuangan masyarakat yang selama ini ikut mendukung masyarakat adat dalam mendapatkan pengakuan, termasuk wilayah kelola adatnya. Ia juga berupaya dan terus mendorong agar pemerintah daerah memfasilitasi masyarakat agar mendapatkan pengakuan.
”Sebelum diperiksa, bahkan puluhan warga Kinipan berbondong-bondong mengantarkan kepala desa ke kantor polisi dan meminta polisi tidak menahan kepala desanya. Mereka bahkan bikin ritual adat,” ujarnya.