BNN Langkat Masih Terus Lakukan Asesmen, Penghuni Panti Rehab Takut Datang
BNN Langkat masih terus melakukan asesmen terhadap 48 penyalah guna narkoba yang ditemukan di panti rehabilitasi narkoba di rumah pribadi Bupati Langkat. Baru sembilan dari 48 orang yang sudah menjalani asesmen.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
STABAT, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, masih terus melakukan asesmen terhadap 48 penyalah guna narkoba yang ditemukan di panti rehabilitasi narkoba di rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin. Namun, baru sembilan dari 48 orang yang sudah menjalani asesmen. Penyalah guna narkoba ketakutan dibawa ke panti rehab resmi.
”Kami kesulitan mendatangkan mereka karena mereka sudah berada di rumah keluarganya masing-masing. Petugas kami tetap mengundang dan menyiapkan layanan di Kantor Camat Kuala, Langkat,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat Rosmyati, Kamis (27/1/2022).
Rosmyati mengatakan, asesmen sangat penting untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap para penyalah guna narkoba itu agar bisa sembuh dari kecanduan narkoba. Asesmen dilakukan dengan wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis. Petugas juga melakukan tes urine. Sembilan yang sudah melakukan asesmen tidak ada lagi yang positif pengguna narkoba.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menemukan dua ruangan mirip penjara saat menggeledah rumah pribadi Terbit dalam operasi tangkap tangan kasus korupsi, Rabu (19/1/2022). Ruangan itu berisi 48 residen rehabilitasi narkoba.
Migrant Care melaporkan adanya dugaan penyiksaan, penganiayaan, dan kerja paksa terhadap para penghuni panti. Kepolisian Daerah Sumut dan Komisi Nasional Hak Asasi Nasional masih melakukan penyelidikan terhadap kasus itu.
Rosmyati mengatakan, pihaknya sudah menghubungi semua keluarga penghuni panti rehab agar bersedia mengikuti asesmen. Pihaknya juga menyampaikan informasi melalui pengelola panti. Namun, sebagian besar residen belum mau datang karena takut akan dibawa ke panti rehab resmi.
Rosmyati menyebut, sejauh ini belum ada keputusan apakah panti rehab di rumah Terbit itu akan ditutup atau tidak. Keputusan itu akan diambil dengan mempertimbangkan hasil penyelidikan di kepolisian dan Komnas HAM yang saat ini masih berjalan. Panti rehab yang sudah beroperasi 10 tahun itu tidak memiliki izin dari Kementerian Sosial atau dinas sosial.
Sebagian besar rekan-rekannya tidak mau mengikuti asesmen karena takut akan dibawa ke kantor polisi, BNN, atau ke panti rehab resmi. (Jefri Sembiring)
Pengelola panti rehab, Suparman, menyebut, mereka telah menutup operasional sejak dilaporkan ke Komnas HAM dan kepolisian. Para penghuni panti rehab itu pun dipulangkan ke keluarga masing-masing. ”Kami juga sudah menghubungi semua keluarga agar mengikuti asesmen, tetapi belum semua datang,” katanya.
Jefri Sembiring (27), penghuni panti rehab, mengatakan, sebagian besar rekan-rekannya tidak mau mengikuti asesmen karena takut akan dibawa ke kantor polisi, BNN, atau ke panti rehab resmi. ”Waktu kami keluar dari panti rehab itu sempat disebut akan dibawa ke kantor polisi, tetapi akhirnya diizinkan pulang ke rumah keluarga masing-masing,” kata Jefri yang sudah empat bulan menjalani rehab.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, pihaknya masih mendalami penyelidikan terkait laporan dugaan penganiayaan, penyiksaan, atau kerja paksa di panti rehab itu. ”Ini masih terus didalami. Belum bisa disimpulkan apakah ada tindak pidana atau tidak terkait panti rehab itu,” kata Hadi.
Hadi mengatakan, pihaknya berfokus mendalami bagaimana metode dan prosedur yang dilaksanakan dalam melakukan pembinaan terhadap para penyalahguna narkoba. Penyidik pun akan melihat apakah tindakan yang dilakukan itu termasuk pembinaan atau ada unsur penganiayaan.
Komisioner Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam sebelumnya menyebut, mereka berfokus menyelidiki kegiatan di panti rehab seperti mempekerjakan residen di kebun, mengurung residen di ruangan seperti penjara, dan dugaan penganiayaan.
”Ini harus jelas mana tindakan pembinaan dan mana yang dipekerjakan. Seandainya itu adalah pembinaan, harus jelas metodenya. Kalau itu pekerjaan, baru membicarakan hak pekerja,” kata Anam.
Komnas HAM sudah bekerja selama tiga hari dengan meminta keterangan kepada pihak terkait, seperti pengelola panti, residen panti, keluarga residen, puskesmas, dan Pemerintah Kabupaten Langkat. Mereka juga meninjau langsung panti rehab. Namun, Komnas belum bisa menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak.