Mengonversi hasil penelitian di laboratorium ke dalam karya sastra membawa tantangan baru bagi siswa SMPN 11 Batanghari. Mereka tertantang meraciknya ke dalam narasi yang menarik lewat cerita pendek.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Praktikum meneliti ikan dalam laboratorium menjadi saat paling ditunggu-tunggu siswa SMP N 11 Batanghari, Jambi. Beberapa hari sebelumnya, Ummi Titien, sang guru, telah berpesan kepada siswanya agar membawa seekor ikan untuk dibedah. Praktik dalam lab bagaikan saat-saat emas bagi para siswa.
Pada hari yang ditunggu-tunggu, Kamis (13/1/2022), semua kelompok telah berkumpul dalam lab SMPN 11 Batanghari. Lengkap dengan jubah berwarna putih. Mereka pun telah siap dengan ikannya. Proses pembedahan pun berjalan. Setiap kelompok berbagi tugas. Ada yang membedah, ada yang meneliti, dan ada yang mencatat hasil temuannya ke dalam lembar kerja. Selanjutnya, mereka saling bergantian peran.
Tak terasa, dua jam berlalu. Hasil praktikum selesai. Lembar kerja pun dikumpulkan.
Betapa gembiranya mereka berhasil menelisik seisi organ tubuh ikan. Praktikum pun terasa paling menantang dan menggairahkan.
Titien lega mendapati kecintaan siswanya pada sains. Namun, ia tak ingin berhenti sampai di situ. Titien lantas memberikan tantangan baru. Laporan hasil penelitian bedah ikan agar dikonversikan ke dalam karya sastra.
Haaa… para siswa sesaat bingung dengan tugas barunya. Bagaimana hasil riset sains dapat mereka transformasikan ke dalam karya sastra?
”Cobalah dituangkan menjadi cerita pendek alias cerpen. Hasilnya dikumpulkan pekan depan, ya,” ujar Titien menunjukkan jalan.
Bukan tanpa alasan sang guru IPA itu memberikan tugas yang berbeda dari biasanya. Menurut Titien, selama masa pandemi yang mengakibatkan pembelajaran harus berlangsung jarak jauh empat semester terakhir, telah melahirkan persoalan baru. ”Banyak terjadi penurunan kompetensi diri pada siswa,” katanya.
Titien memperhatikan tulisan anak-anak belakangan ini jadi makin berantakan. Tampak acak-acakan di atas kertas sehingga sulit dibaca. Narasinya pun tampak tersendat-sendat. ”Belajar di rumah selama masa pandemi yang lalu sepertinya membuat para siswa makin jarang menulis dan membaca,” katanya.
Titien tak ingin bakat menulis yang dimiliki siswa meredup. Ia pun berkolaborasi dengan guru Bahasa Indonesia. Kolaborasi itu, antara lain, menuangkan sains ke dalam karya sastra. ”Kita lihat seperti apa jadinya ketika IPA dan Bahasa Indonesia berduet,” ucapnya.
Titien tak ingin bakat menulis yang dimiliki siswa meredup. Ia pun berkolaborasi dengan guru Bahasa Indonesia. Kolaborasi itu, antara lain, menuangkan sains ke dalam karya sastra.
Pada hari yang ditunggu-tunggu, Rabu (19/1/2022), sains akhirnya melebur dalam sastra. Lembaran hasil kerja siswa dikumpulkan. Tampaklah kertas yang berisi narasi. Lembar-lembar kertas pun dihiasi ornamen dan diwarnai sehingga tampak menarik. Membuat sang guru tak sabar untuk membacanya. ”Hasilnya lumayan banget. Paling tidak ini untuk pemantik agar mereka kembali cinta menulis,” tuturnya. Hasil cerpen selanjutnya akan mendapatkan umpan balik dari guru Bahasa Indonesia, Tilawati.
Karya cerpen para siswa memiliki beragam genre dan alur. Salah seorang siswa, Izza Rahma, menyelipkan pengalamannya terluka sewaktu membedah ikan di lab. Saat itu, ia dan kelompoknya telah membeli ikan, lalu langsung menuju laboratorium. Di saat baru memulai pembedahan, jarinya tiba-tiba tersayat mata pisau. ”Di saat sedang membedah, tanganku tiba-tiba terluka dan mengeluarkan banyak darah. Aku panik. Kami bergegas ke UKS (usaha kesehatan sekolah) untuk mengobati lukaku,” kisahnya dalam cerpen.
Selain itu, ia pun menyelipkan keseruan selama proses praktikum. ”Kami mencatat semua yang kami temukan dalam tubuh ikan. Mulai dari usus, hati, mata, empedu. Fungsi organ-organ tubuh ikan tersebut juga kami catat,” lanjutnya.
Berbeda dengan cerita yang dibawakan Naila Fika, siswa lainnya. Ia lebih banyak memasukkan dialog dalam cerpennya. ”Ummi, benar ya membedahnya seperti ini,” tanya Naila sembari memeragakan posisi pisau bergagang biru yang dipegangnya di hadapan gurunya. Dari situ, sang guru mengarahkan agar mereka untuk memulai dengan pengamatan luar, barulah dilanjutkan pengamatan bagian organ dalam. ”Bedahnya dimulai dari bagian anus,” ucap sang guru dalam sepenggal dialog.
Baik Izza maupun Naila merasakan setelah menyelesaikan praktikum, konversi laporan ke dalam cepern membawa tantangan baru. Mereka pun jadi mulai serius belajar mengemasnya ke dalam narasi yang enak dibaca.
Titien mengapresiasi hasil karya para siswanya. Dari situ, ia pun memetik pelajaran bahwa siswa dapat meningkatkan kompetensi dirinya jika selalu diberi ruang untuk terus berlatih. Salah satunya latihan menulis dengan baik dan benar serta menggunakan narasi yang menarik dan efektif. Selain itu, guru perlu memfasilitasi siswanya untuk lebih banyak membaca.
Untuk mendongkrak kompetensi siswa, ia juga mendorong sesama guru mengoptimalkan kolaborasi dan kreativitas dalam mengasup pembelajaran. ”Supaya kemampuan literasi siswa kembali membaik,” katanya.