Indonesia Masih Perlu Tingkatkan Perlindungan Pekerja Migran
Riset Migrant Care menunjukkan komitmen Indonesia masih rendah untuk mengimplementasikan instrumen internasional perlindungan pekerja migran. Pekerja migran sektor domestik dan awak kapal migran menjadi korban.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Hasil riset Migrant Care menunjukkan komitmen Indonesia masih rendah untuk mengimplementasikan instrumen internasional perlindungan pekerja migran. Hal itu terutama terlihat dalam lemahnya perlindungan terhadap pekerja migran sektor domestik dan awak kapal migran.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo pada Jumat (7/1/2022) mengatakan, saat ini, merupakan momen tepat menakar komitmen Indonesia terhadap perlindungan pekerja migran. Tahun 2022, menandai lima tahun Indonesia terlibat dalam evaluasi implementasi Konvensi Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
”Di level kawasan, tahun depan Indonesia juga akan menjadi Ketua ASEAN. Ini harus menjadi momentum (bagi Indonesia) untuk mendesak perlindungan pekerja migran agar tidak lagi sekadar menjadi agenda marginal,” kata Wahyu, saat seminar daring bertema ”Menakar Komitmen Indonesia dalam Implementasi Instrumen Internasional Perlindungan Pekerja Migran”.
Hasil riset Migrant Care menunjukkan, masih ada sejumlah persoalan yang menghambat perbaikan tata kelola perlindungan pekerja migran di Indonesia. Salah satu masalah yang paling mendasar adalah belum ada kebijakan yang komprehensif. Hal ini tercermin dalam karut-marut penempatan pekerja migran sektor domestik Indonesia di Timur Tengah.
”Masih ada ketidaksesuaian kebijakan penempatan pekerja migran ke Timur Tengah. Di satu sisi, Indonesia masih menerapkan moratorium, tetapi di sisi lain pemerintah membuka ruang penempatan dengan sistem satu kanal. Di akar rumput, ini menjadi celah perekrutan ilegal,” papar Wahyu.
Terkait perlindungan terhadap pekerja migran sektor domestik, Wahyu menilai pemerintah perlu meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) Nomor 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Pemerintah dan DPR juga didesak segera merampungkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah dibahas sejak 18 tahun lalu.
Tim Riset Migrant Care Daniel Awigra menilai, Indonesia belum sepenuhnya menunjukkan komitmen mengimplementasikan prinsip dasar dan rekomendasi yang diberikan Konvensi Komite PBB untuk Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Selain dalam lemahnya perlindungan pekerja migran sektor domestik, hal itu juga tampak dalam minimnya perlindungan terhadap pekerja migran di kapal niaga maupun perikanan.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja di Kementerian Ketenagakerjaan Eva Trisiana mengakui, pemerintah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah terkait regulasi, kebijakan, dan program perlindungan pekerja migran. Pekerjaan rumah itu salah satunya merampungkan Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan.
Adapun terkait komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan instrumen internasional perlindungan pekerja migran, menurut Eva, hal itu sudah dilakukan secara maksimal. Saat ini, pemerintah telah meratifikasi 16 konvensi ILO dan satu konvensi PBB terkait ketenagakerjaan. Namun, memang masih ada lima konvensi ILO terkait pekerja migran yang belum diratifikasi pemerintah.
”Kami tidak menganggap (meratifikasi konvensi) itu sulit. Kalau (sekadar) ratifikasi secara politis, kami bisa saja kami meratifikasi semua konvensi. Namun, maknanya tidak seperti itu, kami punya tanggung jawab memastikan apa yang sudah diratifikasi harus dijalankan,” kata Eva.