Kendali Krisis Pandemi, Suara Warga hingga Kebijakan Istana
Sepanjang 2021, pandemi Covid-19 masih terus mengancam berbagai sendi kehidupan di masyarakat. Hanya melalui kerja sama seluruh elemen bangsa, Indonesia dapat menyelesaikan dan mengendalikan masalah pandemi Covid-19.
Sepanjang 2021, pandemi Covid-19 masih mengancam Indonesia dan berdampak di berbagai sendi kehidupan. Bahkan, kemunculan varian Delta sempat menjadikan kasus harian Covid-19 memuncak hingga 76.000 kasus di pertengahan Juli 2021. Merujuk data di laman covid19.go.id yang diakses 30 Desember 2021, secara akumulasi, sejak Covid-19 masuk ke Indonesia di Maret 2020, sebanyak 144.081 orang di negeri ini meninggal dunia akibat penyakit yang diakibatkan virus korona jenis baru ini.
Raungan sirine ambulans. Pengumuman duka cita dari pengeras suara di berbagai penjuru yang kerap bergema mengabarkan warga yang meninggal akibat Covid-19. Antrean panjang orang mendapatkan tabung oksigen demi menyambung nyawa kerabatnya. Dan, areal pemakaman khusus Covid-19 yang dalam kurun waktu relatif singkat semakin banyak terisi, menjadi pengalaman termuram di tahun ini. Puncak wabah sedemikian berat yang baru pertama kali terjadi sepanjang 76 tahun usia republik ini. Boleh dikata, masa-masa itu ibaratnya Indonesia tengah memasuki lorong tergelap pandemi sejak Covid-19 memasuki Indonesia di Maret 2020.
Setahun lalu, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies Philips J Vermonte dalam acara Satu Meja The Forum bertajuk “Menanti Cahaya di Lorong Pandemi” yang ditayangkan 30 Desember 2020 malam, melihat bahwa 2021 belum saatnya bagi partai politik berkonsentrasi menghadapi Pemilu 2024. Maka, parpol pendukung pemerintah yang juga menguasai mayoritas kursi di parlemen diperkirakan masih akan solid mendukung pemerintah. Stabilitas politik tersebut diyakini bisa menjadi peluang emas untuk mempercepat penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.(Kompas, (2/1/2021).
Berdasarkan riset
Di kesempatan tersebut Philips menekankan agar setiap kebijakan pemerintah harus didasarkan hasil riset. Hal ini karena masalah-masalah besar, seperti pandemi, membutuhkan kebijakan teknokratis dan bukan sekadar politis. Ilmuwan dan pendiri Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, pun menyoroti persoalan komunikasi publik yang mesti menjadi perhatian pemerintah
Setiap kebijakan pemerintah harus didasarkan hasil riset. Hal ini karena masalah-masalah besar, seperti pandemi, membutuhkan kebijakan teknokratis dan bukan sekadar politis.
Dia melihat sejak Covid-19 mewabah di Tanah Air, Maret 2020, pemerintah terkesan berjalan dengan narasinya sendiri. Beberapa kali, pemerintah bahkan terkesan menyangkal rekomendasi dari para ilmuwan yang mengakibatkan masyarakat dibuat bingung. Padahal, pemulihan situasi krisis akibat pandemi membutuhkan kolaborasi segenap elemen bangsa. Bagi pemerintah, kondisi ini memang sulit. Hal itu diakui, khusus untuk mengambil keputusan pembatasan berskala besar saja harus dilakukan berkali-kali dengan data yang akurat. Sementara data yang bersliweran dari berbagai sumber, sulit untuk direkonsiliasi.
Di pertengahan tahun 2021, ketika kasus Covid-19 membubung, masukan dan pandangan kritis dari organisasi kesehatan di Indonesia, akademisi, pengamat kebijakan publik, dan lainnya pun terus diserukan. Lima organisasi kesehatan di Indonesia misalnya pada 18 Juni 2021 menyerukan bahwa kondisi penularan Covid-19 di Indonesia sudah memasuki masa darurat. Hal ini ditandai lonjakan kasus yang sangat cepat dan rumah sakit kewalahan. Risiko kematian bakal meningkat tinggi ketika tidak ada pembatasan sosial ketat.
Ada pula masukan dari kalangan akademisi agar keterlibatan tokoh agama diperkuat supaya dalam ceramahnya menyampaikan arti penting penjagaan protokol kesehatan. Pendekatan semacam ini dibutuhkan menimbang masyarakat Indonesia lebih mendengar tokoh agama. Selain itu perlu ada penguatan kejelasan kejelasan sistem vaksinasi, pencegahan penularan, penguatan penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan, dan sekaligus memberikan jaminan sosial pada kelompok rentan.
Demikian pula pandangan agar ada kebijakan mobilitas yang cepat, tepat, dan tegas demi menyelamatkan rakyat di tengah penularan Covid-19 yang kian membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa warga. Ada penilaian bahwa kebijakan pembatasan sulit diawasi di lapangan. Pasalnya, kemampuan daerah berbeda-beda mengatasinya.
Terkait kekhawatiran bagi kelompok rentan sebagai dampak pengetatan mobilitas, modal sosial masyarakat dinilai dapat dikerahkan untuk bersama menanggung kesulitan di tengah kondisi gawat akibat lonjakan Covid-19. Gotong royong seluruh komponen masyarakat dibutuhkan untuk saling bantu.
> Baca juga: Pemerintah Terapkan PPKM Darurat Jawa Bali
Di tengah kondisi pandemi yang kian genting, pemerintah pun kemudian menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Melalui PPKM ini ada pembatasan yang lebih ketat dibanding kebijakan sebelumnya, baik lewat PPKM, PPKM mikro, maupun PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di masa awal pandemi merangsek negeri ini.
Setelah mendapatkan banyak masukan dari para menteri, para ahli kesehatan, dan juga para kepala daerah, Presiden Joko Widodo pada 1 Juli 2021 mengumumkan keputusan penerapan PPKM darurat untuk wilayah Jawa dan Bali dari 3-20 Juli 2021. Aktivitas masyarakat diperketat dibandingkan dengan yang selama ini berlaku ketika pemerintah menerapkan PPKM mikro.
Gubernur, bupati, dan wali kota yang tidak melaksanakan ketentuan pengetatan aktivitas masyarakat selama periode PPKM darurat disebutkan akan dikenakan sanksi. Sanksi dimaksud mulai sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut hingga pemberhentian sementara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 68 ayat 1 dan ayat 2.
> Baca juga: Mendamba Birokrasi Peka Krisis
Ada pula penegasan dari Presiden Jokowi bahwa dalam PPKM darurat mesti ada sense of crisis (kepekaan terhadap krisis) dari seluruh kementerian, lembaga, dan para pemimpin. Oleh karena itu, seluruh menteri dan kepala lembaga pun dilarang bepergian ke luar negeri. Pihak yang boleh bepergian ke luar negeri hanya Menteri Luar Negeri karena memang sesuai dengan bidang tugasnya. Adapun pihak lainnya, kalau ada hal yang bersifat khusus, harus mendapatkan izin secara langsung dari Presiden.
Di berbagai kesempatan, termasuk di puncak pandemi pada pertengahan Juli 2021, Presiden Jokowi terus mengajak warga segera mendapatkan vaksin Covid-19 sembari terus mematuhi protokol kesehatan. Kedua hal tersebut, vaksinasi dan protokol kesehatan, dibutuhkan agar Indonesia dapat mengakhiri pandemi Covid-19.
Terkait vaksinasi ini sempat pula muncul wacana vaksinasi berbayar yang kontan memicu polemik dan tanggapan dari berbagai kalangan. Namun, setelah mendapatkan masukan dan respon dari masyarakat, Presiden Jokowi lalu mengarahkan bahwa vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma dibatalkan dan dicabut. Terkait arahan tersebut, maka semua vaksinasi tetap dengan mekanisme digratiskan.
> Baca juga: Presiden Jokowi Batalkan Vaksinasi Berbayar
Kepuasan publik
Penanganan pandemi Covid-19 menjadi hal penting yang menentukan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di tahun 2021 ini. Hal ini setidaknya tergambar dari survei Charta Politika Indonesia pada 12-20 Juli 2021 yang menemukan tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin berada pada angka 62,4 persen.
Meskipun masih di atas 60 persen, ada kecenderungan penurunan tingkat kepuasan kinerja pemerintah dibandingkan survei periode sebelumnya. Hal menarik lainnya adalah tren ketidakpuasan yang naik cukup tinggi dibandingkan dengan tiga survei terakhir. Persoalan paling pokok yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia saat survei berlangsung adalah penanganan pandemi Covid-19, yakni 31,5 persen, disusul kemudian dengan harga-harga kebutuhan pokok mahal (22,1 persen), dan susah mencari lapangan kerja (11,9 persen).
Kondisi ini berbeda dibanding masa normal atau sebelum pandemi Covid-19 ketika variabel harga kebutuhan pokok dan susah mencari lapangan kerja selalu bertengger di nomor satu dan nomor dua. Ada hipotesis bahwa angka ketidakpuasan yang naik cukup tinggi pada survei 12-20 Juli 2021 tersebut dimungkinkan disebabkan angka ketidakpuasan dari penanganan pandemi Covid-19.
> Baca juga : Pidato Jokowi, Gemblengan Pandemi, dan Semangat Bangkit Kembali
Sebagai perbandingan, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah Jokowi-Amin meningkat ketika pada akhirnya kasus Covid-19 di Indonesia belakangan melandai. Survei Charta Politika Indonesia periode 29 November-6 Desember 2021 menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah meningkat menjadi 70,1 persen atau hampir mendekati kondisi sebelum pandemi di Februari 2020 yang 70,7 persen.
Penilaian positif dalam konteks penanganan pandemi berkorelasi linier dengan kepuasan publik secara umum terhadap kinerja pemerintah. Angka di atas 70 persen tersebut didapatkan semenjak masa Covid-19 atau bisa dikatakan baru di survei kali ini dihasilkan tingkat kepuasan tertinggi semenjak masa Covid-19.
“Kalau mau dispekulasikan hipotesisnya, tentu saja, ada yang linier antara angka positif Covid-19, angka (kasus) aktif, dan penilaian yang positif dalam konteks penanganan pandemi,” kata Yunarto pada rilis Survei Nasional Charta Politika bertajuk “Refleksi Akhir Tahun 2021: Kondisi Politik, Ekonomi, dan Hukum di Masa Pandemi”, Senin (20/12/2021).
Sebelumnya, survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan penurunan kepercayaan publik pada kinerja politik, hukum, dan keamanan pemerintah di tengah pandemi. Kepercayaan publik pada kinerja politik dan keamanan turun dari 77 persen di April 2021 menjadi 69,9 persen pada Oktober 2021. Kepuasan publik di bidang hukum juga turun dari 65,6 persen di April 2021 menjadi 59,4 persen di Oktober 2021.
Kepuasan publik pada kinerja kesejahteraan rakyat turun dari 71,3 persen di April 2021 menjadi 68,6 persen pada Oktober 2021. Sementara itu kepuasan publik di sektor ekonomi naik dari 57,8 persen pada April 2021 menjadi 58,7 persen pada Oktober 2021.
> Baca juga: Target Tak Tercapai di Periode Pertama, Pandemi Dihadapi di Periode Kedua
Ketika dimintai pandangan terkait hasil survei ini, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan bahwa kepuasan publik di sektor ekonomi memang terus meningkat. Tetapi, hal yang perlu dicatat adalah bahwa persentase kepuasan publik di bidang ekonomi tersebut tetap lebih rendah dibandingkan dengan kepuasan publik di aspek politik, keamanan, hukum, dan lainnya.
Kecenderungan peningkatan kepuasan publik di sektor ekonomi tersebut dinilai sejalan dengan penanganan pandemi Covid-19 atau surutnya kasus Covid-19 di Indonesia. Posisi ekonomi sedikit demi sedikit kian membaik sejalan dengan pelonggaran pembatasan aktivitas. Seperti diketahui, PPKM di Jawa Bali direlaksasi ketika kasus Covid-19 terus melandai.
> Baca juga: Makin Optimistis Menyikapi Normal Baru
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada konferensi pers mingguan meng-update penanganan pandemi Covid-19, di Jakarta, Senin (27/12/2021) awal pekan ini. Ia kembali mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga agar kasus Covid-19 tetap rendah dan tidak terjadi gelombang baru. Warga diajak terus disiplin menerapkan protokol kesehatan dan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi.
Hanya melalui kerja sama seluruh elemen bangsa, dengan saling mengingatkan dan tidak saling egois terhadap segala bentuk pengabaian protokol kesehatan, Indonesia dapat menyelesaikan atau mengendalikan masalah pandemi Covid-19.
Hanya melalui kerja sama seluruh elemen bangsa, dengan saling mengingatkan dan tidak saling egois terhadap segala bentuk pengabaian protokol kesehatan, Indonesia dapat menyelesaikan atau mengendalikan masalah pandemi Covid-19. Saat ini, penanganan pandemi cukup terkendali. Pemerintah membuat semua kebijakan berdasarkan masukan-masukan dari berbagai pakar.
Melandainya kasus Covid-19, yang sempat memuncak di pertengahan tahun 2021 akibat varian Delta, tentu tak lepas dari peran semua pemangku kepentingan. Namun, semua juga melihat bahwa menjelang akhir tahun 2021 ini varian Omicron membayangi kembali. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pelibatan semua pihak, ketepatan arah kebijakan pemerintah, berikut cara mengomunikasikannya secara efektif kepada masyarakat bernilai penting dalam upaya bahu-membahu mengendalikan pandemi Covid-19 yang telah menimbulkan penderitaan sedemikian besar.
> Baca juga: Nilai Gotong Royong Menjadi Modal Kolektif Atasi Pandemi Covid-19
Suara warga yang tergambar dari aneka pendapat, masukan, hingga kritikan berbagai elemen masyarakat; kebijakan pemerintah yang dibuat dan disuarakan dari Istana Kepresidenan; serta konsolidasi seluruh anak bangsa telah mewarnai perjalanan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 di tahun 2021. Pandemi tak pelak telah mengondisikan seluruh elemen bangsa menggali dan mempraktikkan lagi nilai luhur negeri ini, yakni gotong royong.
Gotong royong menjadi sebuah nilai yang menyatukan warga di tengah tantangan seberat apapun. Sebuah naluri yang – meminjam teriakan gegap gempita yang kerap disuarakan suporter olahraga - ketika terlontar pertanyaan: “Siapa kita?” akan langsung memantik semangat warga untuk menjawabnya dengan: “Indonesia!”. Berbekal semangat ke-Indonesiaan itu, seluruh elemen bangsa dipanggil sejarah untuk melangkah ke tahun 2022.