Terpaksa Menikmati Natal Soliter di Perantauan
Kondisi pandemi yang belum berakhir jelang perayaan Natal tahun ini memaksa para perantau kembali urung mudik. Mereka rela memendam rindu dengan keluarga demi tidak membawa petaka.
Di tahun kedua pandemi Covid-19 ini, ibadah dan perayaan Natal masih jua terbatas. Sejumlah perantau merelakan mudik yang menjadi impian sejak tahun lalu ”hangus” jelang masa yang kudus.
Sejak November lalu, Yunanto Adi Bowo Laksono (36) telah sibuk mencari informasi aturan menjelang akhir tahun. Ia menelusuri informasi akan adanya larangan cuti, bepergian, dan sejumlah syarat yang ketat.
Ia menanyakan secara detail berbagai persyaratan itu kepada seorang rekannya yang pulang ke Semarang, Jawa Tengah. Syarat terbang, aturan isolasi, teknis penerbangan anak, dan beragam persyaratan lainnya ia tanyakan. Ia sempat berencana mudik di masa Natal 2021 ini bersama istri dan anaknya.
”Semuanya sudah jelas, syarat yang perlu dipenuhi sampai detail perjalanan. Namun, tiba-tiba, ada rencana atran PPKM level tiga di semua daerah. Buyar semua,” kata Toto, panggilannya, di Kendari, Sulawesi Tenggara, pekan lalu.
Di awal Desember, tutur Toto, aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kembali berubah. Kondisi itu membuat dirinya lebih banyak pertimbangan.
Ia khawatir bisa berangkat, tetapi akan tertahan saat pulang. Setelah berdiskusi dengan istri, ia membulatkan tekad tidak mudik lagi tahun ini.
Baca Juga: PPKM Level 3 Selama Natal dan Tahun baru, Sumut Larang Mudik
”Padahal, kami terakhir mudik itu 2018. Itu pun pas libur Lebaran karena waktunya panjang. Mau bagaimana lagi, kondisi sekarang seperti ini,” ucap ayah satu anak ini.
Mudik bagi Toto bukan sekadar bertemu dengan keluarga. Melihat kota kelahiran, bertemu rekan-rekan, membaui udara kota, dan beragam hal lainnya merupakan hal yang dirindukan. Mudik merupakan ritual tahunan yang dinantikan.
Saat mudik Natal, setelah ibadah bersama, ia dan keluarganya akan menyantap ragam makanan yang dibuat sang ibu. Kue kastengel, juga nastar, menjadi pelengkap. Sembari makan, mereka akan bersenda gurau, dan bernostalgia suka duka di masa kecil.
Hal itu yang tidak akan terjadi di Natal kali ini, persis dengan masa Natal tahun sebelumnya.
Mudik bukan sekadar bertemu dengan keluarga semata. Melihat kota kelahiran, bertemu rekan-rekan, membaui udara kota, dan beragam hal lainnya merupakan hal yang dirindukan.
Menjalankan aturan
Hal yang sama dirasakan Julius Siregar (42), aparatur sipil negara (ASN) di kantor Wali Kota Jakarta Pusat, yang dilarang untuk mengambil cuti dan pergi ke luar daerah untuk mencegah penularan pandemi Covid-19 yang masih mengancam masyarakat.
Di Jakarta, larangan cuti itu didasari Surat Edaran (SE) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Nomor 79 dan SE 45 Tahun 2021. Aturan berlaku mulai 20 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022.
Ia pun akan patuh mengikuti arahan pemerintah, seperi tahun lalu. Mulai tanggal 24 Desember sampai batas akhir larangan cuti, ia dan ASN lain di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wajib mengonfirmasi kehadiran tiga kali sehari dengan foto timestamp atau foto yang menampilkan lokasi dan keberadaan pengguna.
Itu membuat Julius tidak bisa mengambil cuti penuh selama 12 hari untuk pulang ke kampungnya di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Sebelum pandemi, ia selalu mudik bersama istri dan lima anaknya melalui jalur darat dengan mobil. Cara ini biasa dipilih untuk menghemat biaya perjalanan.
Andai mendapat kesempatan cuti, ia akan mengajak keluarganya merayakan Natal dengan beribadah di gereja. Lalu, puncaknya bertemu keluarga besar pada malam perayaan Tahun Baru. Itu menjadi tradisi bagi keluarga Julius dan istrinya yang sama-sama bersuku Batak.
”Kalau orang Medan, perayaan puncaknya bukan di Natal. Puncaknya itu di malam Tahun Baru karena keluarga besar akan berkumpul,” tutur tutur Julius.
Ia melanjutkan, ”Pada momen itu, kami merefleksikan apa yang dibuat tahun ini, lalu minta maaf, kemudian kami berjanji berbuat lebih baik untuk tahun depan yang disaksikan keluarga dan saudara-saudara.”
Devita (21), karyawan swasta di bidang telekomunikasi di Jakarta, juga tidak bisa merayakan Natal bersama keluarga besar di Timika, Papua Barat, tahun ini. Devita belum mudik sejak merantau ke Jakarta pada 2019.
Kondisi itu membuat rasa rindu terhadap keluarga kian membuncah.
”Di tempat keluarga saya memang tidak ada tradisi khusus. Namun, biasanya banyak keluarga perantauan yang pulang, jadi suasananya pasti ramai sekali,” katanya.
Ongkos perjalanan yang mahal, mulai dari tiket hingga biaya tes Covid-19, menjadi beban tersendiri baginya.
Di sisi lain, ia pun iri karena peraturan larangan cuti pemerintah yang tidak diterapkan semua perusahaan membuat ada pekerja yang bisa cuti selama hari raya Natal.
”Beberapa teman indekos saya yang bekerja di perusahaan swasta dapat cuti selama Natal dan Tahun Baru. Saya merasa iri karena tidak bisa seperti mereka yang tetap kumpul dengan keluarga atau merayakan Natal tanpa memikirkan pekerjaan,” katanya.
Baca Juga: Warga Lampung di Perantauan Diimbau Tak Mudik saat Libur Natal dan Tahun Baru
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengimbau masyarakat untuk menunda bepergian pada masa liburan akhir tahun ini. Menurut dia, kesadaran masyarakat amat penting demi mencegah penyebaran Covid-19.
”Kami minta yang pertama kepada masyarakat itu sendiri, betapa pun baiknya regulasi, banyaknya petugas yang hadir di lapangan, kemudian sanksi yang berat, semuanya berpulang kepada masyarakat itu sendiri,” tuturnya.
Melindungi keluarga
Selain mengikuti anjuran pemerintah, para perantau memilih enggan mudik demi melindungi keluarga besar di kampung halaman dari Covid-19. Uzi Sompe, pegawai negeri di salah satu instansi pemerintah di Kendari, sempat merasakan terpapar virus tersebut.
Ia harus menjalani karantina sembari waswas akan kondisi tubuh. Meski begitu, Uzi merasa beruntung bisa melewati masa itu dengan tidak begitu sulit, sementara banyak jatuh korban jiwa karena virus yang sama.
Sesungguhnya, ia berusaha untuk bisa kembali ke tanah kelahiran di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, di masa jelang Natal tahun ini. Hampir empat tahun ia tidak bertemu dengan orangtua dan saudara. Akan tetapi, setelah berbincang dengan rekan kantor, ia batal mengajukan cuti.
”Sekarang ada larangan PNS untuk cuti, tentu agar penyebaran tidak meluas dan gelombang pandemi tidak terjadi lagi. Mau tidak mau harus diikuti,” ucapnya.
Kekhawatiran juga dirasakan Inggrid Chrisanti (26), karyawan swasta di Jakarta. Seperti perayaan Natal tahun sebelumnya, dia menunda pulang ke kampung halaman. Sekali lagi, ia harus menahan rindu sejenak demi kebaikan bersama. Bagi dia, itu jauh lebih baik di tengah ketidakpastian penyebaran seiring hadirnya varian Omicron.
Semula Inggrid berencana cuti ke Yogyakarta saat jelang malam perayaan Natal dan kembali ke Jakarta pada pekan awal tahun 2022.
Baca Juga: Obyek Wisata di DIY Tak Ditutup saat Libur Natal dan Tahun Baru
Bukan edaran pembatalan pembatasan (PPKM) yang membuat dia sepenuhnya batal cuti, melainkan justru kemunculan varian baru Omicron yang bikin ketar-ketir. Maklum, beberapa waktu lalu, ayah dan ibunya pernah terkena Covid-19. Ia tak ingin hal itu terulang kembali.
Sebagai gantinya, ia bakal merayakan Natal dan Tahun Baru secara sederhana bersama keluarga pacar. Mereka berencana mengikuti kebaktian daring dan dilanjutkan perjamuan makan malam di rumah.
”Yang terpenting adalah memaknai waktu berkualitas bersama orang-orang dekat,” ucapnya.
Nanta (33), petugas satuan keamanan di Bandung, Jawa Barat, juga mengurungkan niatnya merayakan Natal di Sumut. Ia khawatir perjalanan mudiknya ”ditumpangi” virus.
”Saya sudah divaksin, tetapi beberapa keluarga di kampung belum menerima vaksinasi,” ucapnya.