PMI di Malaysia Rentan Terpapar Covid-19 di Pusat Tahanan Sementara
Kebijakan Pemerintah Sabah, Malaysia, yang menangkap dan mengumpulkan buruh migran tanpa dokumen di satu tempat selama pandemi membuat para pekerja migran rentan terpapar Covid-19 dan menciptakan kluster baru.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kebijakan Pemerintah Sabah, Malaysia, yang menangkap dan mengumpulkan buruh migran tanpa dokumen di satu tempat selama pandemi membuat para pekerja migran rentan terpapar Covid-19. Koalisi Buruh Migran Berdaulat menuntut Pemerintah Malaysia membuat kebijakan yang tepat agar buruh migran terjamin kesehatannya.
Dari informasi yang dihimpun Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB), razia terhadap migran tak berdokumen berlangsung sejak awal pandemi. Sepanjang 2020, ada 12.877 migran tak berdokumen asal Indonesia dan Filipina ditangkap dan ditahan di pusat tahanan imigrasi.
Informasi terbaru, pada 4-6 Agustus 2021, Jawatan Imigrasi Malaysia (JIM) Sabah menangkap 155 pekerja migran bersama keluarganya yang berkewarganegaraan Indonesia dan Filipina. Mereka terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Para buruh migran itu dikumpulkan di pusat tahanan sementara sehingga tak bisa menerapkan protokol kesehatan.
”Ruang isolasi di pusat tahanan sementara hanya dibatasi dinding tripleks dengan tinggi sekitar 1,5 meter. Mereka yang tertular (Covid-19) dan tidak, masih menggunakan toilet yang sama,” ujar Abu Mufakhir dalam siaran pers daring, Senin (30/8/2021).
Pusat tahanan sementara merupakan tempat untuk menampung para buruh migran yang tak memiliki dokumen untuk menunggu pemulangan ke negara asal. Saat pandemi Covid-19, permasalahan baru muncul dalam sistem ini. Abu menjelaskan, tak semua buruh migran bisa segera dideportasi karena berbagai alasan.
Itu membuat penumpukan orang tak terhindarkan di pusat tahanan sementara. Sebab, Pemerintah Malaysia terus melakukan operasi penangkapan buruh migran tak berdokumen. Akibatnya, timbul kluster baru di pusat tahanan sementara itu.
”Data yang kami kompilasi dari newslab.malaysiakini.com, per 10 Agustus 2021, terdapat 14 kluster Covid-19 di pusat tahanan sementara. Kami tidak mendapatkan data berapa yang sembuh dan yang meninggal,” ujar Abu.
Selain itu, terdapat beberapa buruh migran yang semula memiliki dokumen keimigrasian menjadi tak berdokumen. Dari hasil penelusuran KBMB, sejumlah buruh migran gagal memperbarui izin kerja mereka. Hal itu disebabkan kantor imigrasi sering kali tutup dan tidak beroperasi normal. Ini membuat jumlah migran tak berdokumen di Sabah semakin banyak.
Mukmin Nantang dari Borneo Komrad, kolektif anak muda yang membuat sekolah anak tanpa dokumen di Sabah, berharap Pemerintah Malaysia menindaklanjuti persoalan ini. Sebab, katanya, buruh migran tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, para buruh migran tersebut tak bisa mendapat vaksin Covid-19.
”Lebih baik (para buruh migran) dibiarkan dahulu, kemudian diurus dokumen mereka. Selain itu, dibuatkan juga pusat vaksinasi di kebun-kebun sawit. Majikan dan perusahaan harus bertanggung jawab,” ujar Mukmin.
Ruang isolasi di pusat tahanan sementara hanya dibatasi dinding tripleks dengan tinggi sekitar 1,5 meter. Mereka yang tertular dan tidak masih menggunakan toilet yang sama.
Hal ini juga mendapat sorotan dari Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (Suhakam/Komnas HAM) Malaysia. Komisioner Suhakam Malaysia,
Jerald Joseph, menilai, perlu ada solusi dari Pemerintah Malaysia. Sebab, pusat tahanan sementara di sana didesain hanya untuk menampung sementara waktu sehingga tak memiliki ruangan yang baik sesuai protokol kesehatan.
”Mereka memang benar melanggar undang-undang karena tak berdokumen, tetapi apakah penahanan itu diperlukan di waktu sekarang ini di pusat tahanan yang sudah sesak? Itu strategi yang tidak betul,” ujar Jerald.
Tanggung jawab pemerintah
Komisioner Komnas HAM menilai, persoalan ini bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Malaysia, tetapi juga Pemerintah Indonesia. Pihaknya pernah berkomunikasi dengan Kedutaan Besar RI di Malaysia. KBRI dalam hal ini membantu pengetesan Covid-19 buruh migran sebelum dipulangkan ke Indonesia.
”Kasus buruh migran ini dalam konteks pandemi Covid-19 ini, (mereka) paling menderita. Ketika dia mempertahankan hidupnya di luar negeri, dia dianggap warga negara asing. Ketika kebijakannya (negara tempat bekerja) adalah mengutamakan warga negara sendiri, mereka menjadi nomor dua,” kata Choirul.
Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau Emir Faisal membenarkan bahwa terdapat buruh migran asal Indonesia yang terpapar Covid-19 di pusat tahanan sementara. Pada 31 Juli 2021, misalnya, terdapat 139 kasus positif Covid-19 di Tawau, Malaysia. Sebanyak 112 kasus di antaranya tercatat dari pusat tahanan sementara.
Ia menjelaskan, di wilayah kerja KRI Tawau hanya terdapat satu pusat tahanan sementara. Pemulangan ratusan buruh migran asal Indonesia yang semula direncanakan pada 4 Agustus tertunda karena kebijakan lockdown Pemerintah Malaysia.
”Saat ini di Depot Imigresen Tawau yang sebelumnya bernama pusat tahanan sementara terdapat 301 WNI. Sebanyak 174 orang di antaranya dijadwalkan akan dideportasi pada 1 September 2021,” ujar Emir, dihubungi melalui pesan singkat.
Emir menjelaskan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Pemerintah Malaysia di Tawau. Dari hasil koordinasi itu, ada kunjungan dokter dari Hospital Tawau setiap harinya ke pusat tahanan sementara buruh migran.
Para dokter, kata Emir, memeriksa dan memantau kondisi kesehatan para deportan tersebut. Selain itu, jika ada WNI yang terjangkit Covid-19 dan perlu perawatan, akan dibawa ke Hospital Tawau. KRI Tawau juga beberapa kali memberikan bantuan berupa alat-alat kebersihan diri, masker, hand sanitizer, vitamin, dan popok.
Terkait pemulangan yang tidak bisa berjalan tepat waktu, Emir mengatakan, kendalanya adalah kasus Covid-19 baik di Malaysia maupun Nunukan, Kalimantan Utara. Sebab, proses pemulangan para buruh migran selama ini melalui jalur laut ke Nunukan terlebih dahulu.
Di Nunukan, para buruh migran harus melalui tes PCR dan karantina terlebih dahulu. Emir menjelaskan, deportasi sempat tertunda karena kasus Covid-19 di Tawau, Malaysia, meningkat sehingga mobilitas antarnegara dibatasi. Selain itu, pihaknya juga harus memastikan kesiapan fasilitas karantina di Nunukan.
”Komunikasi KRI Tawau dengan pemerintah setempat terkait pemulangan WNI senantiasa dilakukan secara berkala. Salah satu contoh, kebijakan Pemerintah Malaysia hanya melakukan tes RTK antigen karena keterbatasan anggaran. Untuk itu, tes PCR bagi para WNI yang siap dipulangkan dilakukan oleh KRI Tawau,” kata Emir.