Rawan Tertular Korona Varian Baru, Pasien Pekerja Migran di Surabaya Diawasi Lebih Ketat
RS Lapangan Kogabwilhan 2 Surabaya menerapkan isolasi bagi pasien dari pekerja migran untuk menekan potensi penularan lokal varian baru virus korona penyebab Covid-19. Mereka rawan tertular virus korona varian baru.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Rumah Sakit Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 Surabaya, Jawa Timur, merawat 36 pasien perjalanan mancanegara hingga Rabu (5/5/2021). Mereka diawasi lebih ketat karena rentan tertular virus korona varian baru.
Pasien itu terdiri dari pekerja migran atau warga Indonesia yang bekerja di luar negeri. Mereka terpaksa pulang dalam masa larangan mudik karena alasan tertentu, terutama masa kerja habis. Datang sejak Sabtu (1/5/2021), mereka dikarantina di Asrama Haji Sukolilo dan menjalani tes usap PCR. Warga yang positif Covid-19 dirawat di RS Lapangan.
Saat para pekerja itu datang, RS Lapangan masih merawat 31 pasien Covid-19 dari masyarakat umum. ”Pasien pekerja migran dipisah dengan pasien lokal. Di antara mereka dilarang kontak dekat untuk mencegah potensi penularan varian baru,” kata Penanggung Jawab RS Lapangan Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara di Surabaya.
Menurut Nalendra, pasien buruh migran akan ditangani lebih saksama karena berpotensi membawa varian baru SARS-CoV-2. ”Di sini setidaknya dua pekan mereka akan menjalani dua kali tes usap PCR sampai dinyatakan boleh keluar oleh tim dokter penanggung jawab pasien,” ujarnya.
Sampel tes usap pasien pekerja migran akan dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untuk diteliti lagi keterkaitan dengan potensi varian baru virus korona. Jika ditemukan ada pasien yang terjangkit varian baru, lanjut Nalendra, akan ditempuh sejumlah cara. Hal itu mulai dari isolasi, pemeriksaan lebih detail, hingga penanganan yang lebih intensif.
Jumlah pasien pekerja migran di RS lapangan, lanjut Nalendra, berpotensi bertambah. Salah satu alasannya, Jatim akan kedatangan lebih kurang 14.000 penumpang dari mancanegara. Dari angka kedatangan itu, yang berpotensi terjangkit Covid-19 berkisar 5-7 persen atau 700-980 orang.
”Jika perkiraan itu terjadi, kapasitas RS lapangan sebanyak 400 orang akan penuh. Namun, kapasitas masih bisa ditingkatkan sehingga semua kasus bisa ditangani di Surabaya untuk melokalisasi potensi penularan varian baru,” kata Nalendra.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan, lebih dari 400 anggota terpadu dari unsur pemerintah, TNI, dan Polri akan bertugas di 17 lokasi penyekatan di perbatasan dengan Gresik dan Sidoarjo. Penyekatan bertujuan membatasi mobilitas masyarakat guna menekan potensi penularan Covid-19. Pembatasan ini mendukung kebijakan larangan mudik Lebaran 6-17 Mei 2021.
”Kami berusaha agar langkah-langkah seperti penyekatan ini dapat berjalan efektif menekan penularan Covid-19,” ujar Eri.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, dari hasil survei Kementerian Perhubungan diprediksi lebih kurang 18 juta jiwa warga Indonesia tetap mudik. Jika itu terjadi, lonjakan kasus baru berpotensi terjadi.
Kami menyiapkan truk-truk Satpol PP untuk membawa pemudik yang nekat dan tertangkap ke fasilitas karantina di Asrama Haji Sukolilo.
Irvan mengatakan, anggota terpadu akan memaksimalkan pemeriksaan di seluruh lokasi penyekatan. Harapannya, pengendalian itu berkontribusi positif terhadap pengendalian pandemi Covid-19 yang sejak Maret 2020 belum juga mereda sampai saat ini.
”Kami menyiapkan truk-truk Satpol PP untuk membawa pemudik yang nekat dan tertangkap ke fasilitas karantina di Asrama Haji Sukolilo,” kata Irvan yang juga Wakil Sekretaris Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Surabaya.
Kepala Polres Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Jhonny Edison Isir mengatakan telah memerintahkan anggotanya untuk bekerja maksimal dalam penyekatan. ”Agar nantinya bisa menahan potensi peningkatan kasus yang biasanya terjadi seusai masa libur seperti Lebaran ini,” ujarnya.
Petugas akan berusaha cermat memeriksa kendaraan dengan harapan masyarakat tidak terpicu melanggar larangan mudik. Mereka yang nekat akan dikarantina dan menanggung biaya karantina selama lima hari di asrama haji.
Menurut Satgas, biaya karantina di Surabaya yang harus ditanggung pemudik nekat Rp 300.000 per hari. Dengan masa karantina selama lima hari, pemudik nekat bisa mengeluarkan biaya Rp 1,5 juta.
”Pembebanan biaya itu diharapkan dapat dipahami oleh masyarakat, terutama tujuan Surabaya, agar menahan diri mudik sampai situasi pandemi dinyatakan membaik,” kata Irvan.