Lagi, Warga di Riau Tewas Diserang Harimau Sumatera
Seorang warga tewas diduga akibat serangan harimau sumatera di sekitar kamp perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Siak, Riau.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Seorang warga tewas setelah diduga diserang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di sekitar kamp perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Siak, Riau. Insiden serangan harimau menimbulkan korban jiwa ini berulang kali terjadi di Riau.
Peristiwa terjadi pada Minggu (29/8/2021) di sekitar pantai Desa Teluk Lanus, Kecamatan Sungai Apit, Siak, sekitar pukul 19.00. Korban tewas adalah Malta Akfarel (16), anak laki-laki dari Rustam, kepala rombongan sawit PT Uniseraya.
Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau M Mahfud, Senin (30/8/2021), mengatakan, korban berasal dari Gunungsitoli, Sumatera Utara. ”Menurut saksi-saksi, korban diterkam harimau sumatera. Namun, saat itu, aliran listrik genset padam sehingga kejadian (pasti) korban diterkam harimau tidak terlihat,” kata Mahfud ketika dihubungi dari Padang, Sumatera Barat, Senin siang.
Mahfud menjelaskan, saat kejadian, Rustam dan Malta sedang memperbaiki mesin diesel kamp bekas karyawan PT Uniseraya. Ketika Rustam sibuk memperbaiki mesin, Malta meminta izin ke pelabuhan untuk mencari sinyal ponsel sebab di kamp kerap tidak ada sinyal.
Seusai Rustam memperbaiki mesin, Malta tak kunjung kembali. Ia pun memanggil anaknya sembari mencari ke arah pelabuhan. Saat itu, lampu di kamp masih padam. Sekitar 150 meter ke arah pelabuhan, Rustam menemukan ponsel anaknya tergeletak di tanah. Selain itu, di tanah, banyak bercak darah dan seretan ke arah hutan.
Rustam kembali ke kamp untuk meminta pertolongan. Ia bersama rekan-rekan kerja bekas karyawan PT Uniseraya mencari korban. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan pada pukul 23.01. Menurut Mahfud, ada bagian tubuh korban yang hilang.
Mahfud melanjutkan, pihaknya sudah menurunkan tim dari anggota BBKSDA Riau, bersama polisi, TNI, dan aparat desa untuk melakukan observasi. Tim juga akan memasang perangkap untuk mengevakuasi hewan liar itu.
”Kami sosialisasi kepada masyarakat di sana agar tetap tenang, tidak bertindak anarkistis terhadap satwa liar di sana. Warga juga diminta agar tidak sendirian ketika beraktivitas, tetapi berkelompok,” ujarnya.
Menurut Mahfud, sebelum peristiwa ini, harimau sudah beberapa kali dilaporkan muncul di Desa Teluk Lanus. Pada 2-3 bulan lalu, seorang karyawan perusahaan yang tinggal di lokasi pernah melihat harimau mendekati kandang ayam. Beberapa ternak warga, seperti ayam dan kambing, dilaporkan dimangsa harimau. Juli lalu, seorang warga juga luka dicakar harimau.
Secara terpisah, Penghulu atau Kepala Desa Teluk Lanus Irwan Syahroni juga mengonfirmasi kejadian tersebut. Tubuh korban sudah ditemukan, sekitar 200 meter dari lokasi korban hilang.
Irwan menjelaskan, harimau sumatera sering muncul di permukiman sekitar setahun terakhir. Warga desa pun sangat resah dan takut. Ia mengaku sudah meminta bantuan BBKSDA, tetapi konflik dengan harimau itu belum juga berakhir. Tidak hanya memangsa ternak, harimau juga sudah menyerang warga pada Juli lalu.
”Masyarakat berharap, pihak berwenang bisa secepat mungkin bertindak melakukan evakuasi. Ini, kan, satwa dilindungi negara, masyarakat tidak bisa berbuat. Jadi, masyarakat berharap pihak berwenang yang bertindak untuk menangkap atau mengusir harimau jauh dari kediaman masyarakat,” ujarnya.
Kejadian serangan harimau yang menimbulkan korban jiwa di Riau berulang kali terjadi. Kompas (1/2/2020) melaporkan, Darmawan (42), seorang pencari kayu di hutan bekas lahan PT Bhara Induk di Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir, tewas diterkam harimau pada 30 Januari 2020.
Sebelumnya, konflik antara harimau sumatera dan manusia terjadi di Kecamatan Pelangiran pada Mei 2019. Saat itu Muhammad Amri (32), buruh PT RIA, tewas karena terluka parah akibat diterkam harimau (Kompas, 25/5/2019).
Habitat berubah
Mahfud belum dapat memastikan pemicu harimau tersebut muncul di sekitar kamp perusahaan. Namun, kawasan ini memang merupakan habitat atau homering harimau sumatera. Areal konsesi perkebunan kelapa sawit ini juga berbatasan dengan konsesi hutan tanaman industri (HTI).
”Kantong harimau sumatera di Riau hampir semuanya di luar kawasan konservasi. Hutan produksi dan areal perkebunan, di situ habitatnya atau homering-nya. Harimau itu tidak akan pergi dari situ,” kata Mahfud.
Jika sebelumnya habitat harimau tersebut ada hutannya, kata Mahfud, sebagiannya sekarang sudah berubah menjadi areal perkebunan dan HTI. Selain habitat yang berubah, kondisi itu juga membuat satwa mangsa yang berkembang biak secara alami berkurang.
Sementara itu, di areal perkebunan, ada masyarakat yang beraktivitas, bermukim, dan beternak. Harimau pun tertarik mendekat karena menemukan mangsa yang lebih mudah diburu. ”Ketika ada orang, dia serang juga,” ujar Mahfud.
Pemburu liar
Sementara itu, tim gabungan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), BBKSDA Riau, dan Polda Riau menangkap BAT (85), pemburu liar, dan menggagalkan penjualan kulit harimau sumatera pada Minggu (29/8/2021). Kejadian berlangsung di Jembatan Sungai Aro, Kelurahan Muara Lembu, Kecamatan Singingi, Kuantan Singingi.
Tim menyita selembar kulit harimau lengkap dan dua janin rusa serta dua sepeda motor dan alat jerat. BAT dan barang buktinya dibawa ke Kantor Seksi Wilayah II Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera. ”Kami masih akan melanjutkan penyidikan untuk mengungkap jaringan perburuan satwa liar dilindungi dengan tuntas,” kata Subhan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, dalam siaran pers, Senin.
Penyidik Ditjen Gakkum KLHK akan mendakwa BAT dengan Pasal 21 Ayat 2 Huruf d jo Pasal 40 Ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku terancam pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
”Kejahatan lingkungan seperti kasus ini merupakan kejahatan luar biasa, melibatkan pelaku berlapor dan bernilai ekonomi tinggi. Kami telah membentuk tim intelijen dan cyberpatrol agar bisa memetakan jaringan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa dilindungi,” kata Sustyo Irianto, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK.