Harimau Sumatera di Pasaman Mati, Warga Halangi Nekropsi karena Ikatan Adat
Masyarakat mempunyai semacam ikatan dengan harimau. Harimau sering diberi makan di hulu dengan semacam sesajian. Oleh karena itu, mereka tidak bersedia bangkai harimau dibawa oleh petugas.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Seekor harimau sumatera yang ditemukan sakit oleh warga di Pasaman, Sumatera Barat, mati dalam kondisi dehidrasi berat. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar belum dapat memastikan penyebab kematian satwa terancam punah itu karena upaya nekropsi dihalangi masyarakat setempat.
Harimau tersebut ditemukan masyarakat di perkebunan dekat Bendungan Sontang, Nagari Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur, Pasaman, Sabtu (14/8/2021) pagi. Lokasinya sekitar 4 kilometer dari hutan lindung yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Pasaman Raya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Ardi Andono, Minggu (15/8/2021), mengatakan, informasi disertai video tentang harimau tersebut disampaikan ke BKSDA oleh anggota DPRD Pasaman, Salamat Simamora, pada Sabtu sekitar pukul 09.00. Dalam video terlihat harimau masih hidup dengan kondisi lemas. Masyarakat berkerumun di sekitar lokasi.
Menurut Ardi, harimau itu sempat mendapatkan perawatan dari petugas medis dari Puskeswan Dua Koto, sembari tim BKSDA menuju lokasi. Suhu badan harimau tinggi dan kotorannya berwarna hitam. Petugas memberikan obat dan vitamin. Namun, pukul 11.00 harimau dinyatakan mati.
”Petugas puskeswan tidak dibolehkan warga setempat mengambil sampel ataupun foto kotoran harimau. Jadi, kami tidak bisa menduga apa penyebab kematian harimau. Adapun dari hasil analisis video, menurut dokter hewan, harimau itu diduga mengalami dehidrasi berat,” kata Ardi.
Harimau jantan itu, kata Ardi, memiliki panjang badan sekitar 170 centimeter dan panjang ekor 60 centimeter. Usia harimau diperkirakan 7-8 tahun. Secara fisik, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada harimau.
Ardi menjelaskan, massa yang berkumpul di lokasi meminta agar harimau dikubur di kampung tersebut karena beranggapan harimau itu merupakan leluhur mereka. Negosiasi tim BKSDA bersama Kasat Reskrim dan Kasat Intel Polres Pasaman dengan ninik mamak berlangsung alot.
Massa yang berkumpul di lokasi meminta agar harimau dikubur di kampung tersebut karena beranggapan harimau itu merupakan leluhur mereka.
Awalnya, petugas meminta agar jasad harimau dibawa ke Padang untuk nekropsi, tetapi ditolak masyarakat. Penolakan terus terjadi meskipun tim menjanjikan jasad harimau dikembalikan setelah nekropsi dengan petugas sebagai jaminan.
Upaya terakhir, kata Ardi, tim BKSDA berupaya mendatangkan dokter hewan atau dokter umum untuk mengambil sampel harimau. Namun, masyarakat tetap memaksa agar harimau dikuburkan di depan rumah salah seorang ninik mamak.
”Harimau yang sudah dikafani dimasukkan warga ke liang lahat. Bagian atas kuburannya disemen,” ujar Ardi. Secara medis, tambahnya, sangat berbahaya menguburkan bangkai satwa di sekitar pemukiman jika ternyata satwa itu membawa penyakit yang bersifat zoonosis atau menular dari hewan ke manusia.
Ardi menyayangkan sikap masyarakat yang menghalangi upaya nekropsi. Ia menghargai adat setempat, tetapi semestinya itu tidak saling bertentangan. Masyarakat mestinya memberikan ruang kepada petugas untuk menjalankan prosedur yang berlaku.
”Mereka boleh saja melakukan ritual, memakamkannya, menshalatkannya, tidak masalah. Yang penting harus dipastikan tidak ada bagian-bagian tubuh harimau yang hilang. Kalau diperjualbelikan, ya, terpaksa kami tangkap,” ujarnya.
Ardi menyebutkan upaya nekropsi sangat penting untuk memastikan penyebab kematian harimau, apakah karena penyakit, diracun, atau sebab lain. Jika penyakit, petugas bisa mengetahui jenis penyakitnya, apakah penyakit menular, penyakit distemper, atau penyakit baru, seperti Covid-19 atau African Swine Fever (ASF).
”Di sisi lain, apakah ini diracun atau tidak. Paramedis puskeswan melaporkan kotorannya hitam. Kotoran hitam ini ada dua kemungkinan, bisa karena diracun bisa juga karena gangguan pencernaan,” kata Ardi.
Dilanjutkan Ardi, petugas akan melakukan pengambilan data lapangan, mulai dari jejak, kotoran, sumber air, keberadaan pakan satwa, hingga memasang kamera perangkap dan sosialisasi penanganan konflik satwa kepada masyarakat. Hal tersebut penting dilakukan sebagai upaya pencegahan konflik di masa mendatang.
Ardi pun mengimbau masyarakat menjaga kelestarian harimau sumatera sebagai bagian dari jati diri budaya dengan melapor dan memudahkan petugas dalam mengambil tindakan. ”Sehingga upaya penyelamatan satwa dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.
Ikatan
Wali Nagari Sontang Cubadak, Hendra, mengatakan, masyarakat mempunyai semacam ikatan dengan harimau. Harimau sering diberi makan di hulu dengan semacam sesajian. Oleh karena itu, mereka tidak bersedia bangkai harimau dibawa oleh petugas.
Ketika hendak diambil sampel di lokasi pun, kondisi sudah tidak kondusif. ”Ibu-ibu kemarin sudah heboh meskipun sudah diberikan pengertian. Mereka buru-buru menguburkannya karena takut jika terlalu lama harimau lainnya turun ke permukiman,” kata Hendra.
Kadang dikasih makan telur pakai nasi. Kalau menampakkan diri, tanda minta dikasih makan itu.
Secara terpisah, anggota DPRD Pasaman, Salamat Simamora, yang juga menyaksikan penemuan harimau itu, mengatakan, harimau ditemukan dalam kondisi hidup dan tidak ada luka atau cacat di fisiknya. ”Sabtu pukul 09.30, saya lihat langsung di lokasi, harimau itu datang sendiri ke kebun itu. Jadi tidak dicari, harimau datang sendiri,” katanya.
Masyarakat pekebun sudah biasa melihat harimau itu dan beberapa ekor harimau lainnya. Sewaktu sehat, harimau biasa dilihat warga makan siang dengan Pak Cuak, salah satu pekebun yang tinggal di daerah paling ujung Nagari Sontang Cubadak, arah ke bendungan.
”Kadang dikasih makan telur pakai nasi. Kalau menampakkan diri, tanda minta dikasih makan itu. Dua-tiga hari terakhir, harimau intens kelihatan di sana. Kata Pak Cuak, harimau sudah sakit tiga hari. Dia kasih pertolongan, dikasih obat,” ujar Salamat.
Sebagian masyarakat di Nagari Sontang Cubadak, kata Salamat, memang mempunyai kearifan lokal, menganggap harimau sebagai leluhur. Dari cerita para tetua, harimau memang sering terlihat, tetapi tidak pernah meresahkan masyarakat.
Terkait penolakan nekropsi, Salamat mengatakan, masyarakat takut jasad harimau tidak dikembalikan. Awalnya, ninik mamak menyetujui permintaan tim BKSDA agar jasad harimau dibawa ke Padang. BKSDA memfasilitasi dan membiayai tiga perwakilan warga untuk ikut rombongan ke Padang. Tiga petugas BKSDA juga ditinggal di lokasi sebagai jaminan.
”Akan tetapi, masyarakat lainnya tidak setuju. Harimau akhirnya dimakamkan di depan rumah ninik mamak. Di atas kuburan langsung dicor semen. Artinya, tidak ada maksud lain. Jika pun ada orang lain bermaksud buruk, itu kan kelihatan, semennya hancur, berarti ada yang mengambil,” ujar politikus Partai Nasdem ini.