Bukan Anggota Koperasi, 1.300 PKL Malioboro Tak Dapat Dana Hibah
Sekitar 1.300 pedagang kaki lima di Malioboro tidak ikut mendapat dana hibah dari Pemda DIY. Hal ini karena dana hibah itu hanya ditujukan untuk koperasi, sementara para pedagang tersebut tak bergabung ke koperasi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sekitar 1.300 pedagang kaki lima di kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, tidak ikut mendapat dana hibah dari Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasannya, dana itu hanya ditujukan untuk koperasi, sedangkan paguyuban yang menaungi ribuan PKL di Malioboro itu tak memiliki badan hukum koperasi.
Presidium Paguyuban Kawasan Malioboro, Sujarwo, mengatakan, di kawasan wisata Malioboro terdapat 11 paguyuban PKL dengan anggota mencapai 2.000 orang. Namun, dari 11 paguyuban PKL itu, hanya ada dua paguyuban yang memiliki badan hukum koperasi. Sementara itu, sembilan paguyuban lainnya tidak memiliki badan hukum koperasi.
Oleh karena itu, Sujarwo menyebut, hanya ada dua paguyuban PKL di Malioboro yang bisa mendapat dana hibah dari Pemda DIY. Sebab, Pemda DIY memutuskan dana hibah tersebut hanya diberikan untuk koperasi. ”Ada dua paguyuban yang berbadan hukum koperasi yang dapat,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (5/8/2021), di Yogyakarta.
Seperti diberitakan, Pemda DIY telah menyalurkan dana hibah sebesar Rp 16,45 miliar kepada 115 koperasi yang anggotanya terkena dampak kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dana hibah itu bisa dimanfaatkan oleh setiap koperasi untuk memberi pinjaman dengan bunga rendah kepada anggotanya.
Koperasi yang menerima dana hibah itu terdiri dari beberapa jenis. Ada koperasi yang beranggotakan PKL, pedagang pasar, dan pelaku wisata. Namun, ada juga koperasi yang beranggotakan karyawan perusahaan yang terdampak PPKM.
Sujarwo memaparkan, pihaknya mengapresiasi pemberian dana hibah oleh Pemda DIY kepada dua paguyuban PKL di Malioboro yang memiliki badan hukum koperasi. Sebab, pemberian dana hibah itu tentu akan sangat membantu para PKL yang menjadi anggota dua paguyuban tersebut. ”Tentu saja kami mengapresiasi hibah yang diberikan Pemda DIY karena sangat membantu,” tuturnya.
Namun, Sujarwo juga berharap, Pemda DIY bisa memberikan dana hibah kepada sembilan paguyuban PKL di Malioboro yang tak memiliki badan hukum koperasi. Hal ini karena para PKL yang tergabung dalam sembilan paguyuban itu juga sangat membutuhkan pinjaman modal untuk mempertahankan usahanya.
Apalagi, jumlah PKL yang tergabung dalam sembilan paguyuban tersebut cukup banyak. Berdasarkan data Paguyuban Kawasan Malioboro, total ada sekitar 1.300 PKL yang menjadi anggota sembilan paguyuban tersebut. Para PKL itu terdiri dari beberapa jenis, misalnya penjual kaus dan cendera mata, pedagang makanan lesehan, pedagang angkringan, dan pedagang asongan.
”Kami berharap ada terobosan atau formulasi khusus supaya pedagang kaki lima bisa mengakses bantuan ini tanpa harus melalui paguyuban yang berbadan hukum koperasi,” ujar Sujarwo.
Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) DIY Mohlas Madani juga berharap Pemda DIY bisa memberikan bantuan kepada para PKL yang tidak bergabung ke koperasi. Hal ini karena para PKL itu telah mengalami kesulitan ekonomi setelah adanya kebijakan PPKM darurat dan PPKM level 4 yang diterapkan di DIY.
Oleh karena itu, Mohlas berharap Pemda DIY bisa menyalurkan bantuan kepada para PKL melalui organisasi PKL yang sudah terdaftar. ”Selama pandemi ini, para PKL sangat terdampak karena modalnya sudah tidak ada. Padahal, untuk memulai usaha kan pasti butuh modal. Makanya, kami berharap bantuan itu tidak hanya melalui koperasi, tetapi melalui organisasi PKL yang sudah terdaftar,” katanya.
Bantuan lain
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah DIY Srie Nurkyatsiwi menyatakan, dana hibah yang disalurkan Pemda DIY itu khusus ditujukan untuk koperasi. Dia menuturkan, pekerja dan pelaku usaha yang terdampak PPKM tetapi tak tergabung dalam koperasi bisa mengakses bantuan dengan skema lainnya.
Pekerja dan pelaku usaha yang terdampak PPKM tetapi tak tergabung dalam koperasi bisa mengakses bantuan dengan skema lainnya. (Srie Nurkyastiwi)
Nurkyatsiwi mencontohkan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah DIY memiliki program pembinaan dan bantuan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di provinsi tersebut. Agar bisa memperboleh pembinaan dan insentif, para pemilik UMKM itu bisa mendaftarkan diri secara daring melalui Sistem Informasi Pembinaan Koperasi dan Pelaku Usaha (SiBakul) Jogja.
UMKM yang mendaftarkan diri ke SiBakul Jogja bisa mendapat bantuan ongkos kirim untuk produk-produk mereka. Bantuan ongkos kirim itu diharapkan bisa meningkatkan penjualan produk-produk UMKM di DIY.
Selain itu, pemerintah pusat juga sudah menyalurkan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) kepada para pemilik usaha mikro. Nurkyatsiwi menyebut, tahun ini, ada sekitar 21.000 usaha mikro di DIY yang telah mendapat BPUM. Besaran bantuan itu adalah Rp 1,2 juta untuk setiap penerima.
Terkait dana hibah untuk koperasi, Nurkyatsiwi menyatakan, dana itu bisa digunakan untuk memberi pinjaman ke para anggota koperasi. Pinjaman dari dana hibah itu akan dikenakan bunga yang rendah, yakni 3 persen per tahun. Bunga yang rendah itu ditetapkan agar tidak memberatkan para anggota koperasi.
Selain itu, jangka waktu peminjaman tersebut ditetapkan selama enam bulan. Jangka waktu yang relatif pendek itu ditetapkan agar dana hibah yang diterima oleh koperasi bisa terus bergulir sehingga dapat membantu lebih banyak anggota.
”Koperasi juga kami kasih guidance (panduan) agar ini tidak sekadar bantuan yang langsung habis, tetapi bisa menjadi tambahan modal di koperasi,” tutur Nurkyatsiwi.