Pontang-panting Warga Berburu Layanan Kesehatan di Yogyakarta
Pasien positif Covid-19 ataupun negatif korona sama-sama kesulitan mengakses layanan kesehatan dan kamar perawatan di rumah sakit.
Lonjakan kasus Covid-19 membuat fasilitas kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta kewalahan. Banyak warga kesulitan mendapat pelayanan kesehatan karena sejumlah rumah sakit tak mampu lagi menerima pasien baru. Kalaupun ada rumah sakit bisa menerima pasien, sebagian warga harus antre berjam-jam sebelum mendapat perawatan.
Situasi itu dirasakan betul pasangan suami-istri Prayitno (62) dan Amiyati (62). Pada Kamis (1/7/2021) sore, keduanya memeriksakan diri ke salah satu rumah sakit di Kota Yogyakarta. ”Badan saya rasanya enggak enak. Saya juga batuk dan pilek,” kata Prayitno saat dihubungi, Jumat (2/7/2021).
Di rumah sakit itu, mereka menjalani tes antigen untuk mengetahui statusnya. Berdasar tes itu, keduanya dinyatakan positif Covid-19. Pihak rumah sakit memberi obat dan vitamin, lalu menyarankan keduanya menjalani isolasi mandiri di rumah.
Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi beberapa waktu belakangan tidak seimbang dengan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.
Tak selesai di sana. Kamis malam, Amiyati sakit pada bagian perut dan ulu hati. Didorong khawatir, Prayitno segera mengantar istrinya memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit. ”Tapi dibilang sudah tidak ada tempat sehingga tidak bisa menerima pasien lagi,” ujar Prayitno yang tinggal di wilayah Baciro, Kota Yogyakarta.
Baca Juga: Kasus Melonjak dan RS Hampir Penuh, Pemda DIY Didesak Tarik ”Rem Darurat”
Prayitno bergegas membawa istrinya ke rumah sakit lain yang tak terlalu jauh dari rumah sakit pertama. Namun, rumah sakit kedua itu ternyata juga penuh. Rumah sakit ketiga yang berada di perbatasan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman pun menjadi tujuan berikutnya.
Di rumah sakit tersebut, Prayitno melihat ada banyak pasien mengantre sehingga pelayanan membutuhkan waktu. Pada saat bersamaan, rasa sakit yang dirasakan Amiyati juga semakin bertambah. Melihat kondisi tersebut, Prayitno memutuskan menuju Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Kabupaten Sleman.
Baca Juga: Ada Penumpukan Pasien, RS di DIY Berlakukan Sistem Buka-Tutup IGD
RSUP Dr Sardjito merupakan rumah sakit tipe A dan rumah sakit rujukan tertinggi untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah bagian selatan. Keduanya tiba di sana Kamis sekitar pukul 23.00. Di sana, Prayitno terkaget-kaget melihat banyaknya pasien mengantre. ”Antrean banyak sekali, mungkin ratusan orang. Kami dapat nomor antrean 219,” tuturnya.
Amiyati pun harus mengantre bersama para pasien lain sebelum diperiksa. Mengantre hingga Jumat pukul 02.00, Amiyati tak kunjung dilayani. Selama menunggu sekitar 3 jam itu, ia hanya sempat diukur tekanan darahnya. ”Akhirnya saya tanya ke dokternya. Katanya, antrean pasien masih menumpuk. Jadi, mungkin istri saya baru bisa dilayani subuh,” kata Prayitno.
Setelah berembuk, Prayitno akhirnya mengajak istrinya untuk mencari obat di apotek di luar RSUP Dr Sardjito. Di apotek yang buka 24 jam, Prayitno membeli obat maag. Seusai meminum obat itu, sakit di perut Amiyati mulai berkurang. Mereka pulang ke rumah.
”Sampai di rumah, istri saya makan beberapa suap, kemudian minum obat lagi. Sakit di perutnya sudah agak reda dan akhirnya bisa tidur. Jadi, saya tidak jadi meneruskan periksa lagi ke rumah sakit,” kata Prayitno.
Ditempatkan di lorong
Kesulitan mendapat layanan kesehatan tak hanya dirasakan pasien Covid-19. Pasien bukan Covid-19 pun juga merasakan kesulitan yang sama. Kondisi itulah yang dialami oleh Baharuddin (42), warga Kabupaten Sleman, yang harus memeriksakan diri ke rumah sakit beberapa hari lalu.
Pada Rabu (30/6/2021) sekitar pukul 04.00, Baharuddin mendatangi salah satu rumah sakit di Sleman. Beberapa waktu sebelumnya, ia mengalami sejumlah gejala, seperti demam hingga suhu 41 derajat celsius, diare, mual dan muntah, jantung berdetak cepat, dada sakit, dan nyeri perut.
Baca Juga: Pemakaman Covid-19 Naik Dua Kali Lipat, Wisata Tetap Buka di Sleman
Di rumah sakit itu, Baharuddin sempat menjalani pemeriksaan serta diberi bantuan oksigen dan obat. Namun, karena keterbatasan fasilitas dan obat, ia diminta memeriksakan diri ke rumah sakit lain. Diantar istrinya, ia menuju RSUP Dr Sardjito untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Mereka tiba di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non-Covid-19 RSUP Dr Sardjito pada Rabu sekitar pukul 05.00. Saat itu, kondisi IGD Non-Covid-19 RSUP Dr Sardjito juga penuh pasien. Akibatnya, ia tak bisa mendapat perawatan di dalam ruangan IGD. ”Saya tiduran di atas bed (tempat tidur), lalu ditempatkan di lorong,” ujarnya.
Saat berada di lorong itu, Baharuddin sempat menjalani tes antigen dan dinyatakan negatif Covid-19. Meski bukan pasien Covid-19, ia tetap harus menunggu lama untuk ruang perawatan. Bahkan, dia baru dipindahkan ke ruang perawatan pada Rabu pukul 21.00. Artinya, ia menunggu 16 jam sebelum bisa mendapat ruang perawatan.
Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Humas RSUP Dr Sardjito Banu Hermawan mengakui adanya lonjakan pasien Covid-19 di rumah sakit tersebut. Jumat (2/7/2021) siang, RSUP Dr Sardjito merawat 243 pasien Covid-19. Sementara itu, total tempat tidur yang disiapkan untuk pasien korona di rumah sakit itu mencapai 321 unit.
Banu juga memaparkan, keterisian tempat tidur isolasi untuk pasien Covid-19 di RSUP Dr Sardjito pada Jumat siang mencapai 74,89 persen. Adapun keterisian tempat tidur unit perawatan intensif (ICU) untuk pasien Covid-19 telah mencapai 92,59 persen.
Antrean pasien
Banu menambahkan, berdasarkan kondisi Jumat siang, masih ada antrean 20 pasien di IGD Covid-19 RSUP Dr Sardjito. Sejumlah ruang perawatan belum bisa dipakai. ”Dengan kondisi ini, kami berharap tidak ada tambahan pasien yang antre di IGD,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau warga yang dinyatakan positif Covid-19 tidak langsung menuju ke rumah sakit. Warga diimbau lebih dulu berkoordinasi dengan puskesmas dan Satuan Tugas (Stagas) Covid-19 di tingkat desa atau kecamatan untuk memastikan apakah mereka perlu dirawat di rumah sakit atau tidak.
Meski begitu, RSUP Dr Sardjito juga menyiapkan antisipasi jika lonjakan pasien terus terjadi. Menurut Banu, pihak rumah sakit telah mendirikan tenda tempat transit untuk pasien Covid-19 yang sedang menunggu dipindahkan ke ruang perawatan. ”Saat ini, ada tiga tenda yang sudah didirikan, tetapi yang sudah dipakai satu tenda dengan kapasitas 12 bed,” tuturnya.
Banu juga mengakui, lonjakan pasien korona telah menyebabkan pelayanan terhadap pasien bukan Covid-19 tersendat. Sebab, sebagian tempat tidur yang dipakai pasien bukan Covid-19 kini harus didedikasikan untuk pasien korona.
Baca Juga: Muncul Wacana PPKM Darurat, Saatnya Pusat Ambil Kebijakan Tersentral
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY, tingkat keterisian tempat tidur isolasi pasien Covid-19 secara keseluruhan pada Jumat telah mencapai 89,96 persen. Khusus untuk tempat tidur isolasi atau noncritical, keterisiannya bahkan telah mencapai 93,62 persen. Adapun keterisian tempat tidur ICU Covid-19 di DIY mencapai 60 persen.
Tingginya keterisian tempat tidur itu sempat membuat sejumlah IGD rumah sakit di DIY tutup sementara. Penutupan terpaksa dilakukan untuk mengurai antrean pasien yang menunggu di IGD dan belum mendapat ruang perawatan.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes DIY Yuli Kusumastuti mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi beberapa waktu belakangan tidak seimbang dengan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. Kondisi itulah yang membuat fasilitas kesehatan di DIY menjadi kewalahan. ”Teman-teman di rumah sakit ini memiliki keterbatasan, baik tempat tidur maupun sumber daya manusianya,” katanya.
Meski begitu, Yuli menyebut, rumah sakit di DIY terus berupaya menambah jumlah tempat tidur. ”Teman-teman di rumah sakit pasti tidak berdiam diri melihat situasi ini dan terus berupaya sehingga tetap bisa memberi pelayanan yang terbaik untuk masyarakat dan menangani Covid-19,” tuturnya.
Saat ini dan seterusnya, menjaga diri dari paparan virus SARS-CoV-2 ataupun penyakit lain menjadi sangat penting. Mengurangi mobilitas, tidak berkerumun, bermasker secara benar, dan menjaga jarak menjadi hal mutlak mencegah kefatalan.